Opini
Menjaga Perairan Aceh untuk Indonesia
Perairan Aceh yang berhubungan langsung dengan Laut Andaman dan Selat Malaka menjadi jalur transit perdagangan sekaligus rawan penyelundupan narkoba
Oleh Kombes Pol. Zahrul Bawadi, SH., M.M (Kepala BNN Kota Banda Aceh)
INDONESIA adalah negara kepulauan dengan sekitar 17.000 pulau.
Karena sebagian besar wilayahnya terdiri dari perairan dengan luas mencapai ±3,25 juta km⊃2;, Indonesia juga dikenal sebagai negara maritim.
Wilayah terluar Indonesia meliputi Provinsi Aceh di bagian barat, Papua di bagian timur, Sulawesi Utara di bagian utara, serta Nusa Tenggara Timur di bagian selatan.
Saat ini, jumlah penduduk Indonesia mencapai 284,44 juta jiwa yang tersebar di 38 provinsi.
Di wilayah barat Indonesia terdapat Provinsi Aceh, yang terdiri atas 23 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 5.554.820 jiwa.
Luas perairan Aceh mencapai ±295.370 km⊃2;, berbatasan dengan Samudra Hindia, Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan.
Aceh juga berhubungan langsung dengan jalur pelayaran internasional melalui perairan Sabang.
Sepanjang perairan Aceh di Selat Malaka menjadikan wilayah ini sangat strategis di bagian barat Indonesia, baik dari aspek perlindungan, keamanan, maupun perekonomian.
Pada abad ke-17, di Aceh berdiri Kerajaan Kesultanan Aceh Darussalam.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda.
Wilayah kekuasaannya tidak hanya mencakup Aceh, tetapi juga sebagian besar Sumatera hingga Semenanjung Malaka.
Kekuatan Kesultanan Aceh Darussalam ditopang oleh armada laut yang tangguh serta hubungan diplomatik dengan Timur Tengah.
Aceh pada masa itu menjadi pusat perdagangan, pusat ilmu pengetahuan, sekaligus pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Salah satu tokoh penting dari Aceh adalah Laksamana Malahayati, pahlawan nasional yang dikenal dunia.
Ia berpesan, “Laut bukan penghalang, tetapi jalan menuju kehormatan.”
Memasuki masa kemerdekaan, Aceh dikenal sebagai daerah yang tidak pernah ditaklukkan Belanda.
Masyarakat Aceh bahkan menyumbangkan harta mereka untuk pembelian pesawat Seulawah, yang menjadi simbol dukungan terhadap perjuangan bangsa.
Pada masa Agresi Militer Belanda II, satu-satunya media yang tetap mewakili keberadaan Indonesia sebagai negara merdeka adalah Radio Rimba Raya dari Aceh.
Berkat siaran tersebut, dunia internasional tetap mengakui Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
Potensi Sekaligus Tantangan
Provinsi Aceh memiliki beragam potensi sumber daya alam, mulai dari pertambangan, pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, kehutanan, serta keanekaragaman hayati.
Selain itu, Aceh juga kaya akan sumber daya udara, energi, dan pariwisata alam.
Berdasarkan potensi tersebut, Aceh membuka gerbang investasi di wilayah barat Indonesia.
Harapan besar kita semua adalah agar potensi ini dapat dikelola dengan baik sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat Aceh pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
Namun, posisi strategis Aceh--terutama wilayah perairan di bagian barat Indonesia--juga menghadirkan tantangan.
Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti penyelundupan narkotika.
Perairan Aceh yang berhubungan langsung dengan Laut Andaman (Samudra Hindia) dan Selat Malaka menjadi jalur transit perdagangan sekaligus rawan penyelundupan narkotika.
Jalur ini terhubung dengan wilayah Segitiga Emas yang meliputi Thailand, Laos, dan Myanmar, serta jaringan peredaran narkotika internasional lain yang dikenal dengan sebutan Golden Crescent dan Golden Peacock.
Baca juga: 11 Pengguna Narkoba yang Diamankan di Lampulo Direhabilitasi di Klinik BNNP Aceh
Penyebaran Narkoba Sangat Memprihatinkan
Melalui Program Asta Cita, pemerintah Prabowo-Gibran menegaskan komitmen untuk memperkuat pencegahan dan pemberantasan narkoba.
Presiden Prabowo dalam pernyataannya menekankan bahwa narkoba merusak masa depan bangsa.
Berdasarkan Indonesia Drugs Report (IDR) prevalensi penyebaran narkoba di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.
Dari total penduduk berusia 15-64 tahun sebanyak 192.937.354 jiwa, tercatat 3.337.000 orang (1,73 persen) terlibat dalam pelaporan narkoba.
Penyebaran kasus yang terjadi baik di pedesaan maupun perkotaan, menimbulkan dampak serius berupa gangguan terhadap masyarakat, meningkatnya kriminalitas, rusaknya hubungan keluarga, menurunnya moral generasi muda, serta kerusakan kesehatan terutama pada otak dan sistem saraf pusat.
Penyalahgunaan narkoba juga memicu gangguan mental, meningkatkan risiko penyakit menular, dan menghambat pembangunan sumber daya manusia.
Kondisi ini berlawanan dengan tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dari sisi ekonomi, propaganda menurunkan produktivitas tenaga kerja dan meningkatkan biaya rehabilitasi.
Letak geografis Aceh yang strategis di wilayah perairan barat Indonesia juga menjadi tantangan.
Aktivitas masyarakat pesisir, lemahnya pengawasan pelabuhan kecil dan jalur tikus, serta adanya popularitas narkoba domestik membuka peluang bagi jaringan internasional dan sindikat lokal.
Perairan Aceh yang terhubung langsung dengan Laut Andaman (Samudra Hindia) dan Selat Malaka kerap dijadikan jalur transit perdagangan maupun penyelundupan narkoba dari kawasan Segitiga Emas (Thailand, Laos, Myanmar), serta jaringan lain seperti Golden Crescent dan Golden Peacock.
Pencegahan untuk Melindungi Generasi Bangsa
Untuk mengatasi peredaran narkoba di wilayah barat Indonesia, diperlukan langkah-langkah strategi berupa:
- Penguatan perbatasan
- Kerja sama antarinstansi dan penambahan peralatan bagi BNN, Polri, TNI, Bea Cukai, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Bakamla.
- Pendidikan dan penyuluhan masyarakat pesisir dan nelayan mengenai bahaya narkoba, guna meningkatkan kesadaran dan kepedulian untuk melaporkan pelanggaran hukum kepada aparat penegak hukum (APH).
- Kerja sama internasional di daerah rawan masing-masing negara, sehingga terjalin koordinasi dengan negara tetangga untuk memutus jalur penyelundupan.
- Rehabilitasi pengguna narkoba dengan pendekatan kemanusiaan agar mereka pulih dan kembali produktif.
- Peran masyarakat dalam membentuk Gampong/Desa Bersih Narkoba (Bersinar) di wilayah pesisir sebagai benteng sosial pertama melawan narkoba.
Langkah nyata dalam memberantas masuknya narkoba melalui wilayah Aceh berarti sekaligus menjaga agar narkoba tidak menyebar ke wilayah lain di Indonesia.
Upaya ini menyelamatkan generasi Aceh dan generasi Indonesia menuju Generasi Emas 2045.
Mewujudkan Aceh Bersih Narkoba adalah keharusan demi melindungi generasi bangsa, sehingga pembangunan sumber daya manusia, ekonomi, dan sosial dapat terus meningkat.
Hal ini menjadi tolok ukur dalam melindungi seluruh bangsa Indonesia dan mewujudkan cita-cita negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.(*)
Isi dari artikel ini menjadi tanggung jawab penulis.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Kombes-Zahrul-Bawadi-kepala-BNN-Aceh.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.