Harga Sawit, Jeritan Petani, dan Impian Bupati Akmal Menghubungkan Abdya dengan Sabang

Bupati Abdya, Akmal Ibrahim menilai apa yang telah dilakukan BPKS di Sabang, sangat tidak sesuai dengan harapan.

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
DOK SERAMBINEWS.COM
Bupati Abdya Akmal Ibrahim 

SUARA Akmal Ibrahim, Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), tiba-tiba berubah pelan ketika berbicara tentang kondisi Aceh dalam setahun terakhir.

“Saya melihat pembangunan di Aceh seperti tidak ada perencanaan dan arah yang ingin dicapai,” ujar Akmal yang duduk di antara puluhan warga Manggeng di halaman Pendopo Bupati Abdya, Sabtu (22/12/2018) malam lalu.

Setelah seteguk kopi hitam, Akmal melanjutkan kalimatnya.

“Khususnya Sabang. Apa sih yang ingin dicapai oleh Sabang? Sudah 18 tahun BPKS berdiri, apa yang sudah dilakukan? Apa yang bisa dinikmati rakyat Aceh dari kucuran dana melalui BPKS ke Sabang?,” kata Akmal dalam nada bertanya.

Tidak ada satu pun orang-orang yang hadir memberikan jawaban. Mereka menantikan kalimat-kalimat Akmal selanjutnya.

BPKS yang dimaksud Akmal adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, yaitu Lembaga Nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000.

Oleh Negara, lembaga ini ditugaskan melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, sesuai dengan fungsi-fungsi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Baca: Plt Gubernur ‘Hajar’ BPKS

Baca: Manajemen BPKS Harus Secepatnya Ditata Ulang

Namun pada kenyataannya, sampai saat ini Sabang nyaris tidak pernah berfungsi sebagai pelabuhan bebas, kecuali bebas dari kedatangan kapal-kapal yang hilir mudik di Selat Malaka maupun Samudera Hindia.

Selain sempat mengimport mobil-mobil mewah pada tahun 2000-an, pelabuhan yang telah dibangun BPKS dengan anggaran ratusan miliar di Teluk Sabang, hanya sesekali disinggahi kapal pesiar. Tidak lebih dari itu.

Bupati Abdya, Akmal Ibrahim yang pernah menjabat sebagai Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia, menilai apa yang telah dilakukan BPKS di Sabang, sangat tidak sesuai dengan harapan.

Sambil menahan geram, Akmal menyesalkan kondisi BPKS yang lebih banyak menghabiskan waktu dan uang untuk kegiatan-kegiatan yang tidak memiliki dampak langsung dalam meningkatkan perekonomian Aceh.

Impian Akmal

Pajoh bu dilee Pak (Makan dulu Pak)?” suara ajudan Bupati Abdya terdengar ketika Akmal sedang terdiam beberapa saat.

Siat teuk. Kupajoh martabak dilee. Awak nyoe pih hana soe cok martabak nyoe (Sebentar lagi, saya makan martabak aja dulu. Orang ini pun tidak ada yang ambil martabak ini),” ujar Akmal menunjuk ke arah sepiring martabak yang terletak di meja plastik di depannya.

Pane dikeujeut cok, di keu Bupati (Mana berani ambil, di depan Bupati),” saya menyahut spontan yang diikuti tawa Akmal dan orang-orang yang hadir.

Saya yang pernah 5 tahun menjadi anak buah Akmal Ibrahim di Harian Serambi Indonesia, memang terbiasa bercanda dengannya, termasuk saat Akmal sudah menjadi Bupati Aceh Barat Daya.

Akmal kemudian melanjutkan kalimatnya. Kali ini dia memberikan pendapat tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh BPKS di Sabang, untuk mendukung tumbuhnya perekonomian Aceh.

Baca: Importir Sabang Gugat Menkeu

Akmal mengatakan, di antara hal yang bisa dilakukan oleh BPKS adalah membangun tempat penyimpanan CPO yang banyak diproduksi di wilayah barat-selatan Aceh.

Selanjutnya, kata Akmal, BPKS bisa memfasilitasi ekspor CPO langsung ke wilayah India dan belasan negara-negara yang memiliki pelabuhan di Samudera Hindia.

“India selama ini mengimpor sekitar 10.000 ton CPO per hari. Maka sungguh rugi jika Aceh yang memiliki Sabang tidak mengambil manfaat dari kondisi ini. Karena letak Sabang sangat dekat dengan India,” ungkap Akmal.

Ia menyebutkan, di wilayah barat selatan Aceh saat ini terdapat 36 unit pabrik kelapa sawit yang memproduksi 3.600-4000 ton CPO per hari.

Selama ini, CPO-CPO itu dibawa dengan truk tanki ke Sumatera Utara. Keadaan ini berdampak pada rusaknya ruas jalan nasional yang dilalui oleh truk-truk tersebut.

Menurut Akmal, keadaan ini tentu akan berbeda jika CPO-CPO itu dibawa melalui jalur laut ke Sabang, untuk selanjutnya diekspor ke India dan negara-negara yang berada di kawasan Asia Selatan.

Selain menyelamatkan jalan dari kerusakan, kata Akmal, jalur laut dan ketersediaan tempat penampungan CPO di Sabang, akan membuat harga CPO di Aceh tetap stabil.

Aceh juga akan mendapatkan keuntungan besar, karena bisa mengekspor langsung CPO ke luar negeri.

Pelabuhan Sabang pun akan berdenyut.

Kapal Pesiar berbendera Bahamas, MS Seabourn Encore yang membawa ratusan turis asing bersandar di dermaga CT3, pelabuhan BPKS Sabang, Selasa (27/3)
Kapal Pesiar berbendera Bahamas, MS Seabourn Encore yang membawa ratusan turis asing bersandar di dermaga CT3, pelabuhan BPKS Sabang, Selasa (27/3/2018).

Baca: Terjun ke Jurang Sedalam 30 Meter, Evakuasi Truk Tanki CPO di Gunung Paro Butuh Tiga Crane Besar

Bagaimana membawa CPO dari barat selatan Aceh ke Sabang dengan jalur laut?

Menjawab pertanyaan ini, Akmal mengatakan, di Abdya terdapat satu pelabuhan yang sudah dicanangkan sebagai pelabuhan penghubung ke pelabuhan-pelabuhan utama.

Pelabuhan yang diberinama Pelabuhan Surin ini berada di Gampong Lama Tuha, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya.

“Jika pelabuhan Surin ini terkoneksi ke Sabang dan Sabang memiliki tempat penyimpanan CPO untuk diekspor ke negara konsumen, maka tentu kita tidak akan pernah lagi membaca berita petani sawit di Aceh menjerit karena harga sawit anjlok,” ungkap Akmal.

Untuk diketahui, harga TBS (tandas buah segar) kelapa sawit di Aceh, terpuruk ke level terendah selama delapan bulan terakhir.

Baca: Harga Sawit Anjlok, Mahasiswa Subulussalam Demo Ke Kantor Gubernur Aceh, Ini Tuntutannya

Baca: Petani Sawit Abdya tak Lagi Memanen TBS, Pendapatan Nyaris Habis untuk Biaya Pekerja

Agen pengumpul sedang memuat Tandan Buah Segar (TBS) sawit ke dalam truk di Jalan 30, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Abdya, belum lama ini. Harga TBS sawit di Kecamatan Babahrot dan Kuala Batee, Kabupaten Abdya  anjlok hanya berkisar Rp 900 sampai Rp 930 per kg sampai posisi Selasa (29/5/2018).
Agen pengumpul sedang memuat Tandan Buah Segar (TBS) sawit ke dalam truk di Jalan 30, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Abdya, belum lama ini. Harga TBS sawit di Kecamatan Babahrot dan Kuala Batee, Kabupaten Abdya anjlok hanya berkisar Rp 900 sampai Rp 930 per kg sampai posisi Selasa (29/5/2018). (SERAMBINEWS.COM/ZAINUN YUSUF)

Keadaan ini membuat para petani di Abdya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Para petani sawit memilih tidak memanen karena kesulitan menanggung biaya pekerja atau ongkos panen.

Biasanya panen sawit dilakukan secara rutin setiap 15 atau 18 hari sekali.

Ongkos panen berkisar antara Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu per ton TBS.

Sedangkan harga TBS sawit saat ini berkisar antara Rp 720 sampai Rp 750 per kilogram (kg).

“Separuh harga TBS terserap untuk ongkos panen, kemudian ditambah pengeluaran pembersihan dan pemupukan sehingga hasil yang diperoleh nyaris tidak tersisa lagi,” kata Ubat, petani sawit di Babahrot kepada Serambinews.com, Senin (3/12/2018).

Parahnya, anjloknya harga sawit juga membuat sejumlah PNS di Aceh Barat Daya terjerat kredit di bank.

Sebabnya, para PNS itu mengambil kredit di bank untuk membeli kebun sawit, dengan harapan dapat menutupi kreditnya saat panen.

Namun pada kenyataannya, para PNS kewalahan menutupi kreditnya karena harga sawit saat ini anjlok ke level terendah.

Puluhan dam truk, termasuk L-300, sarat muatan TBS kelapa sawit dari Abdya setiap hari diangkut untuk dijual ke pengusaha PKS di Nagan Raya. Hal ini terjadi karena di Abdya belum ada yang mampu membangun PKS. Foto direkam Minggu (24/6/2018), di Jalan Nasional Krueng Seumanyam, perbatasan Abdya dengan Nagan Raya.
Puluhan dam truk, termasuk L-300, sarat muatan TBS kelapa sawit dari Abdya setiap hari diangkut untuk dijual ke pengusaha PKS di Nagan Raya. Hal ini terjadi karena di Abdya belum ada yang mampu membangun PKS. Foto direkam Minggu (24/6/2018), di Jalan Nasional Krueng Seumanyam, perbatasan Abdya dengan Nagan Raya. (SERAMBINEWS.COM/ZAINUN YUSUF)

Baca: PNS Jadi Korban Gaya Hidup Mewah dan ‘Terjerat’ Kredit, Ini Kebijakan Bupati Abdya Akmal Ibrahim

Baca: Hukum Menggadaikan SK PNS di Bank untuk Dapat Kredit, Simak Penjelasan Ustadz Abdul Somad

Akmal masih ingin banyak bercerita dan menyampaikan harapan-harapannya agar BPKS bisa memberikan manfaat kepada petani sawit di Abdya dan kabupaten lainnya di barat-selatan Aceh.

Namun, karena keadaan yang semakin larut, kami pun berpamitan, meninggalkan Akmal Ibrahim yang terus melanjutkan diskusi dengan puluhan temannya yang datang dari Manggeng.(Zainal Arifin M Nur)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved