Kupi Beungoh

Ekonomi Gampong Bakongan: Sawit, Rekonsiliasi Ekonomi dan Lingkungan (V)

kontroversi terbesar tentang agribisnis kelapa sawit adalah debat panjang antara sawit sebagai pembawa kemakmuran, dan sawit sebagai pembawa bencana

Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh: Ahmad Humam Hamid*)

SALAH satu kontroversi terbesar tentang agribisnis kelapa sawit adalah debat panjang antara sawit sebagai pembawa kemakmuran, dan sawit sebagai pembawa bencana lingkungan.

Debat yang terjadi di lokal dan juga global itu sangat panjang, dan tak pernah selesai.

Pertentangan pendapat itu tersebar dan beragam dari kelompok lembaga swadaya masyarakat dan berbagai komponen masyarakat sipil, ilmuwan, negara, bahkan berbagai lembaga multilateral.

Baca juga: Ekonomi Gampong: Bakongan, Barsela, Reaganomics, dan Kekeliruan Sri Mulyani (I)

Sawit Sebagai Rahmat dan Berkah Ekonomi

Tidak dapat dibantah tanaman palma yang berasal dari Afrika itu secara ekonomi sangat menguntungkan, baik untuk perusahaan, rakyat, dan juga negara.

Indonesia dengan luas lahan sawit saat ini melebihi 14 juta hektare mempunyai nilai ekspor yang cukup tinggi, yaitu 23 miliar dolar pada 2017. 

Dalam konteks ekonomi pedesaan, lebih dari  dari 2 juta rumah tangga adalah petani kelapa sawit yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan kini mulai ada di Papua.

Disamping penyerapan tenaga kerja keluarga dari kelapa sawit rakyat, tidak kurang dari 7.2 juta pekerja terlibat dalam kegiatan berbagai perusahaan sawit. (PASPI 2018).

Laporan terakhir, bahkan menyebutkan, di antara sektor pertanian, agribisnis kelapa sawit yang paling kuat resistennya terhadap efek pandemi, dan depresi ekonomi global.

Padahal sektor ekonomi lain anjlok dan bahkan parah.

Pemerintah dua hari yang lalu mengumumkan pada tahun  2021 ini saja, sekitar 16 juta pekerja terserap dalam agribisnis, baik langsung maupun tak langsung (CNBC Indonesia 30/6/21)

Dalam kacamata ekonomi yang lebih nyata, agribisnis kelapa sawit tidak hanya membuat ekonomi tumbuh, tetapi juga telah menjadi instrumen pengentasan kemiskinan, perbaikan distribusi pendapatan, dan bahkan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Baca juga: Ekonomi Gampong: Bakongan, Barsela, Reaganomics, dan Kekeliruan Sri Mulyani (II)

Walaupun tidak sangat nyata dan berjangka panjang, klaim yang seperti itu telah terbukti secara kwalitatif seperti dalam kasus petani sawit Bakongan dan juga petani-petani sawit lainnya di kabupaten sepanjang Barsela, dan pantai Timur Aceh.

Provinsi Riau adalah sebuah contoh dimana perkembangan sawit yang luar biasa pada akhir tahun 90an dan awal tahun 2000an, telah memberikan kemakmuran kepada penduduk dan pembangunan daerah yang luar biasa.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved