Opini
Balada JKA
PIMPINAN DPRA memastikan kepada khalayak bahwa program jaminan kesehatan Aceh JKA tetap dilanjutkan
Bagi pihak Pemerintah Aceh mungkin merasa ada terjadi pembayaran berlebih, sehingga sepatutnya kelebihan ini tidak perlu dinikmati oleh BPJS selaku penyelenggara layanan asuransi kesehatan.
Alangkah lebih efektif dan efisien jika kelebihan ini dipakai untuk alokasi pendanaan program kesehatan lainnya yang tidak kurang penting bagi kemaslahatan umum.
Seperti pembangunan rumah sakit, peningkatan kualitas tenaga medis, dan programprogram kesehatan lainnya.
Carut marut pendataan kepesertaan JKA dan JKN ini tidak semestinya ditimpakan dengan langkah penghentian program JKA itu sendiri, seperti yang kerap digaungkan oleh pemda dan DPRA melalui TAPA dan Banggarnya.
Mengutip sentilan Herman RN jangan karena ingin membasmi hama, sawah pula yang dibakar.
Pemda harus mampu menyusun strategi dan cara jitu untuk mendapatkan solusi masalah pendataan ini.
Baca juga: HIPMI Aceh Apresiasi Komitmen Pemerintah Aceh dan DPRA Lanjutkan JKA
Sambil menunggu masalah dapat terselesaikan, biarkan program JKA tetap berjalan.
Jangan pula opsi penundaan dikedepankan dan masyarakat disuruh mendaftar secara mandiri ikut program JKN di BPJS.
Sejarah JKA JKA muncul menjadi program unggulan dan dinilai jenius oleh banyak pihak ketika digagas pertama sekali oleh Gubernur Irwandi Yusuf pada tahun 2010.
Ketika itu program JKA menjadi pertama di Indonesia.
Belum ada program sejenis diberlakukan di semua provinsi di Indonesia kecuali di Aceh.
Program kesehatan yang bersifat universal health coverage adalah satu-satunya yang ada di Indonesia ketika itu.
Bentuknya adalah membayar premi asuransi kesehatan untuk setiap penduduk Aceh.
Artinya siapa pun dia, asal ber-KTP Aceh akan ditanggung asuransi kesehatan.
Pemda Aceh di tahun 2010 itu bekerja sama dengan PT ASKES untuk menjamin kesehatan penduduknya.