Salam
Sekda Jadi Pj,Sah-sah Saja
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 menyebabkan ratusan posisi kepala daerah menjadi kosong
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 menyebabkan ratusan posisi kepala daerah menjadi kosong.
Jumlah itu terdiri atas 24 gubernur serta 248 bupati dan wali kota yang memasuki akhir masa jabatan (AMJ).
Sebanyak 101 merupakan AMJ hasil Pilkada 2017 dan 171 AMJ Pilkada 2018.
Daerah yang AMJ kepala daerahnya pada 2022 2024 akan diisi Penjabat (Pj) Kepala Daerah.
“Selain itu, juga ada kebutuhan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah.
Sebab, Pasal 70 ayat (3) UU 10/2016 menyebut, jika petahana maju kembali di Pilkada, maka harus cuti di luar tanggungan negara selama masa kampanye,” kata Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini.
Diperkirakan, ada 270 kepala daerah petahana pada tahun 2024.
Mereka adalah kepala daerah hasil Pilkada 2020.
Artinya, pemerintah juga harus menyiapkan para Plt Kepala Daerah kalau petahana memilih maju ke Pilkada dalam satu paket.
“Jika tidak maju satu paket, maka wakilnya bisa menjadi Plt Kepala Daerah sampai masa kampanye berakhir.
Baca juga: Kemendagri Kantongi Nama Pj Kepala Daerah, Sekda jadi Pertimbangan
Baca juga: Termiskin Se-Sumatra, Tim Pembela Jokowi Aceh Minta Presiden Tunjuk Pj Gubernur dengan Kriteria Ini
Jadi, ada sebaran kebutuhan terhadap Penjabat (Pj) dan Pelaksana Tugas (Plt) untuk kepentingan Pilkada Nasional 2024,” imbuhnya.
Pilihan yang lebih kondusif adalah Sekretaris Daerah (Sekda) serta merta menjadi Pj Kepala Daerah.
Pasalnya, Sekda di provinsi adalah jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya, sedangkan Sekda di kabupaten atau kota adalah JPT pratama.
“Kita bangun komitmen dan soliditas yang kuat untuk pengawasan optimal dan proporsional dari pemerintah, Komisi Aparatur Sipil Negara, Bawaslu, Ombudsman, dan perangkat negara lainnya yang punya otoritas guna mengawasi kinerja ASN yang mengisi posisi Penjabat itu,” jelasnya.
Pemerintah pun diingatkan supaya menghindari kontroversi dan spekulasi di tengah komplektitas tensi politik 2024.
Upaya tersebut dilakukan agar energi bangsa tidak habis untuk hal hal yang mestinya bisa dihindari bersama.
“Kalau kemudian muncul isu yang justru membuka perdebatan panas dan cenderung bisa digoreng, itu kan kontraproduktif dari upaya upaya menata demokrasi elektoral kita sebagaimana dikehendaki oleh para pembuat kebijakan,” katanya.
Selain Perludem dan sejumlah pengamat, Partai Nasdem juga sependapat mengusulkan Sekda di provinsi dan kabupaten/kota diangkat menjadi pejabat kepala daerah guna mengisi kekosongan terkait dengan Pilkada serentak 2024.
"Partai NasDem mengusulkan agar sekprov dan sekda kabupaten/kota menjadi pj gubernur, pj bupati, dan pj wali kota," kata Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali.
Ia menjelaskan, penjabat mempunyai keterbatasan dalam mengambil kebijakan strategis.
Di sisi lain, saat ini Indonesia tengah menghadapi kondisi pandemi yang membutuhkan kesigapan pemimpin.
"Jadi, yang menjadi penjabat kepala daerah itu memahami betul kondisi daerahnya sehingga tidak lagi belajar.
Pertimbangannya, supaya juga tidak terjadi politisasi,” ujarnya.
Ada ketakutan, jika sekda menjadi penjabat kepala daerah, dikhawatirkan sang penjabat akan “mengabdi” kepada mantan atasannya jika sang mantan maju lagi dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
Si penjabat atau Pj sangat memungkinkan memberi banyak fasilitas kemudahan kepada kontestan tertentu, apalagi mantan atasannya.
Karena itulah sejak dulu sekda sering ditolak menjadi Pj.
Apalagi, tugas sekda sendiri dalam masa pelaksanaan tahapan Pileg, Pilpres, dan Pilkada sangat banyak.
Makanya, kalaupun nanti sekda ditunjuk menjadi Pj gubernur, pj bupati, atau pj wali kota harus benar-benar melihat kemungkinan risikonya.
Di sisi lalin, jika kemudian tidak memilih sekda sebagai pj, maka pemerintah juga harus dapat memastikan bahwa pj yang ditunjuk itu benar-benar yang memahami kondisi daerah serta memiliki kompetensi atau kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
Sebab, dari pengalaman selama ini, tak jarang ada penjabat yang menjadi sumber masalah baru di daerah.
Makanya, tidak memilih sekda itu tidak salah, sebaliknya memilih sekda ya sah-sah saja.
Nah?!
Baca juga: Kita Tunggu para Pj Yang Bisa Diterima Masyarakat
Baca juga: Pj Gubernur Aceh Diharapkan Sosok yang Netral Saat Pemilu