Kupi Beungoh

Menteri Agama, Logo Halal dan Tahun Toleransi 2022

Berawal dari pencanangan Tahun Toleransi di 2022, kita ingin menjadikan Indonesia barometer kehidupan yang rukun dan harmoni dalam keberagaman dunia

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/Handover
H Mulyadi Nurdin lc MH, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Pidie/  Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat pada IAIN Langsa tahun 2019-2020/  Kepala Biro Humas dan Protokol Provinsi Aceh tahun 2017-2018 

Oleh H. Mulyadi Nurdin, Lc, MH

Setelah dilantik sebagai Menteri Agama pada 23 Desember 2020 lalu, Yaqut Cholil Qoumas menetapkan tujuh kebijakan prioritas Kementerian Agama.

Yaitu Revitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA), Kemandirian Pesantren, Penguatan Moderasi Beragama, Transformasi Digital, Cyber Islamic University, Religiosity Index, dan pencanangan 2022 sebagai tahun toleransi.

Di pertengahan tahun 2022 ini, gema tahun toleransi yang sudah ditabuh oleh Pemerintah, seyogianya berbunyi kencang di seluruh pelosok negeri.

Menteri Agama yang akrab disapa Gus Men mengharapkan hal itu akan menjadi milestone atau pencapaian atas upaya menjadikan Indonesia sebagai barometer kerukunan umat beragama di dunia.

“Saya meyakini Indonesia mampu sebab karakter dasar masyarakatnya adalah sangat toleran dan sangat menghargai perbedaan.

Berawal dari pencanangan Tahun Toleransi di 2022, kita ingin menjadikan Indonesia barometer kehidupan yang rukun dan harmoni dalam keberagaman dunia,” kata Gus Men Januari lalu.

Baca juga: Mengenal Moderasi Beragama

Secara kebijakan Gus Men juga telah mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 93 tahun 2022 Tanggal 26 Januari 2022, tentang Pedoman Penyelenggaraan Penguatan Moderasi Beragama Bagi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Agama.

Dalam Keputusan Menteri tersebut sudah tercantum apa saja yang harus dilakukan oleh PNS di lingkungan Kementerian Agama dalam rangka mensukseskan moderasi beragama di Indonesia.

Sebelumnya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan komitmen pemerintah untuk terus mendorong moderasi beragama di Indonesia.

Hal tersebut disampaikannya saat membuka Musyawarah Nasional IX Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Tahun 2021, Rabu, (07/04/2021).

Isu moderasi termasuk isu sensitif karena sangat mudah disusupi hoaks, untuk itu perlu kerjasama semua elemen masyarakat dalam mensukseskan program tersebut.

Tidak heran kadang-kadang gaung moderasi bisa kalah bunyi dibandingkan isu kontroversi yang menyertai keberagaman di Indonesia.

Logo Halal

Peluncuran logo halal beberapa waktu lalu menjadi satu contoh, bagaimana isu negatif begitu cepat menyebar tentang logo tersebut, yang bertendensi tone negatif kepada Pemerintah khususnya Menteri Agama.

Dengan saluran sosial media isu negatif begitu gencar menyebar, klarifikasi dan counter isu bisa kalah cepat dibandingkan dengan serangan massive dari netizen.

Baca juga: MUI Sayangkan Logo Halal Baru Tak Sesuai Kesepakatan Awal

Yang agak aneh adalah sebagian pengkritik tersebut ada yang berprofesi sebagai PNS di lingkungan Kementerian Agama itu sendiri.

Seharusnya seluruh Pegawai Kementerian Agama berdiri dalam satu saf dalam menjelaskan hal yang sebenarnya kepada masyarakat.

Religiosity Index

Menag Yaqut Cholil Qoumas menginginkan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menjadi barometer kerukunan umat beragama di dunia.

Untuk mengetahui perkembangan kerukunan dan keberagamaan di Indonesia, Kemenag pun menyusun religiosity index yang juga dikenal dengan Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB).

Baca juga: Anies, “Filsafat Bukuem”, dan Feeling Politik Surya Paloh

Berdasarkan survei yang dilakukan Balitbang Diklat Kemenag, Indeks KUB tahun 2021 masuk kategori baik.

Nilainya berada pada rerata nasional 72,39 atau naik 4,93 poin dari tahun sebelumnya. Indeks ini menjadi modal awal dalam mensukseskan tahun toleransi 2022.

Tantangan

Mensukseskan moderasi beragama dan tahun toleransi pastinya menghadapi tantangan dari berbagai arah.

Apalagi tahun-tahun mendatang memasuki tahun politik yang akan berkembang berbagai isu dalam proses pemilu dan pilkada di seluruh Indonesia.

Isu agama memiliki sensitifitas sangat tinggi, sehingga akan mudah diplesetkan oleh oknum tertentu demi kepentingan sesaat.

Isu negatif versi hoaks akan mudah menyebar tanpa filter dan akan dipercaya oleh banyak masyarakat, ketika klarifikasi dirilis biasanya sudah terlambat, masyarakat cenderung tidak membacanya lagi.

Baca juga: Ibadah Natal Berjalan Aman, Umat Kristiani Akui Toleransi Beragama di Aceh Tinggi

Proses politik baik Pemilu Legislatif, Pemilihan Presiden, Pilkada hingga Pemilihan Keuchik Gampong akan sangat mungkin menggunakan isu SARA dalam mensukseskan calon masing-masing.

Penggiringan isu SARA berlebihan akan berdampak pada moderasi bergama dan toleransi.

Pada masa-masa tertentu masyarakat awam lebih mudah percaya kepada statemen tokoh dibandingkan informasi yang disampaikan oleh Pemerintah.

Hal ini menjadi tantangan tersediri dalam mengkonter isu-isu miring terhadap kebijakan Pemerintah.

What's Next?

Demi mensukseskan moderasi beragama dan tahun toleransi 2022, seluruh jajaran Kementerian Agama harus menyahuti program Gus Men sekaligus mengimplementasikan Keputusan Menteri Agama Nomor 93 tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penguatan Moderasi Beragama Bagi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Agama.

Peraturan tersebut menjadi payung hukum bagi seluruh jajaran Kementerian Agama untuk memasifkan isu moderasi.

Kemudian mencegah adanya oknum di internal Kementerian Agama beropini bagai oposisi dengan Pemerintah yang seharusnya dia sendiri ikut terlibat di dalamnya.

Kementerian Agama memiliki kekuatan SDM yang memadai dalam mensukseskan program tersebut.

Lebih dari 230 ribu PNS di lingkungan Kementerian Agama yang tersebar hingga ke desa-desa akan sangat berpengaruh jika semua bergerak seirama dengan Gus Men.

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XXV) - Dari Krisis Pangan ke Krisis Kemanusiaan Global

Apalagi sebagian besar jajaran Kementerian Agama terdiri dari tokoh agama dan tokoh masyarakat di lingkungan masing-masing.

Idealnya semua program Gus Men akan tersampaikan dengan cepat ke seluruh pelosok negeri, di samping juga perlu dukungan dari elemen bangsa yang lain dalam mensukseskan program tersebut.

Tim sosisalisasi khusus yang dapat mengelola isu secara massive tetap diperlukan.

Karena di saat adanya isu negatif diperlukan counter isu dengan cepat dan massive untuk mengimbangi hoaks yang beredar dengan super cepat.

Untuk itu diperlukan tim branding yang serius agar semua program dan kegiatan tersampaikan dengan baik, utuh, cepat, dan tepat sasaran.

Tidak salahnya Kementerian Agama wabil khusus Gus Men memiliki tim branding tersendiri dalam mengelola berbagai program dan isu yang diperlukan.

Yang tidak kalah penting adalah membangun kesadaran di internal Kementerian Agama bahwa mereka adalah abdi negara.

Sehingga bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Baca juga: Niat Menagih Utang Rp 500 Ribu, Wanita Ini Tewas Ditusuk Pasutri Muda, Mayatnya Dibuang Ke Luar Kota

Kalau di internal Kementerian Agama sudah solid, maka akan mudah mengajak elemen bangsa lainnya untuk sama-sama mensukseskan program nasional tersebut.

Sebaliknya kalau di internal Kemenag masih ada yang vokal mengkritisi kebijakan pimpinannya, maka pihak lain juga akan sulit mendukung program yang digagas oleh Gus Men.(*)

*) PENULIS adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Pidie/  Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat pada IAIN Langsa tahun 2019-2020/  Kepala Biro Humas dan Protokol Provinsi Aceh tahun 2017-2018

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel Kupi Beungoh Lainnya di SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved