Jurnalisme Warga
Grande Mosquee de Creteil, Masjid Berkonsep Taman di Pinggiran Paris
Ada beberapa lokasi masjid di Creteil, salah satunya Grande Mosquee de Creteil yang berjarak 2,6 km dari tempat saya tinggal
OLEH NAZLI ISMAIL, Dosen FMIPA Fisika Universitas Syiah Kuala dan Ketua Pusat Riset Etnosains, melaporkan dari Paris
Grande Mosquee de Creteil, Masjid Berkonsep Taman di Pinggiran Paris
INTERAKSI Islam dengan Prancis telah berlangsung sejak abad ke-8, lebih tua dari permulaan Islam di Nusantara.
Namun demikian, perkembangan Islam yang signifikan malah terjadi pada era modern ini di Prancis.
Oleh karena itu, menemukan masjid yang representatif di Prancis bukanlah hal yang mustahil.
Baru-baru ini saya mengunjungi Creteil, kota kecil di pinggiran tenggara Kota Paris.
Setelah dua hari jenuh dengan hiruk pikuk kota, saya merasa ada yang kurang sebelum mendapatkan informasi keberadaan masjid di kota kecil ini.
Berdasarkan informasi Google Map, ada beberapa lokasi masjid di Creteil, salah satunya Grande Mosquee de Creteil yang berjarak 2,6 km dari tempat saya tinggal.
Dengan hanya berjalan kaki, rute ke masjid besar Kota Creteil yang bernama Mosquee Sahaba ini dapat ditempuh setengah jam.
Saya memasuki pekarangan masjid ketika kaki mulai terasa penat.
Hampir tak percaya kalau navigasi android yang saya pakai menunjuki ke arah yang benar.
Baca juga: Prancis Menutup Masjid Paris, Pemenggalan Guru Sejarah Jadi Pemicunya
Baca juga: Tokek Mesir Serang Israel, Pasukan Israel Rusak 15 Masjid
Di depan saya terlihat sebuah taman kota yang sangat indah.
Posisinya persis di pinggir barat laut Danau Lac de Creteil, yaitu danau buatan seluas 42 ha yang diubah dari areal pertambangan tua tahun 1970-an di Creteil, PrefectureVal-de-Marne.
Sebuah air mancur menyembur dari dalam danau.
Beberapa angsa putih berenang dalam air.
Sedangkan di taman terlihat pengunjung yang hilir mudik di sela-sela kawanan angsa hitam dan burung merpati seperti layaknya taman-taman kota di Eropa.
Satu hal yang kita tidak temukan di tempat-tempat lain adalah keberadaan masjid besar di kawasan itu.
Masjid besar Kota Creteil ini memang spesial, dibangun di tengah-tengah taman yang indah.
Saya teringat konsep Masjid Baitul Musyahadah di Seutui, Banda Aceh, yang dibangun dari inspirasi kitab Bustanussalatin karangan Nuruddin Ar- Raniry pada tahun 1636.
Dalam kitab yang bermakna “taman raja-raja” itu disebutkan bahwa pada masa Kerajaan Aceh Darussalam terdapat tiga masjid utama, yaitu Baturrahim di kompleks Istana, Baiturrahman di pusat Kota Banda Aceh, dan Baitul Musyahadah di sisi Krueng Darul Isyki (Krueng Daroy) sebagai bagian dari Taman Sari pada masa itu.
Oleh karena itu, masjid yang lebih dikenal dengan nama Masjid Kupiah Meukeutop dan Masjid Teuku Umar tersebut merupakan hasil reka ulang dari Masjid Baitul Musyahadah.
Baca juga: Situasi di Masjid Al-Aqsa Palestina Semakin Tegang Selama Rosh Hashanah dan Libur Panjang Yahudi
Dari sisi konsep pembangunan terdapat kesamaan.
Baitul Musyahadah dibangun pada sisi sungai buatan Krueng Daroy sebagai taman raja-raja, sedangnkan Grande Mosquee de Creteil dibangun pada sisi taman kota danau buatan Lac de Creteil.
Hanya saja, di sekitar Baitul Musyahadah tidak terlihat keindahan apaapa seperti yang terlihat di Mosquee Sahaba.
Selain berada di lingkungan taman, Grande Mosquee juga relatif besar.
Dengan luas total 4.000 meter bujur sangkar untuk tiga lantai, masjid ini dapat menampung 2.000 jamaah.
Jika dimasukkan luasan halaman depan dan samping masjid, maka daya tampungnya lebih besar lagi.
Masjid ini dibangun tahun 2006 atas rancangan arsitek Anas Hamdallah dengan total anggaran 5,5 juta Euro.
Sumbernya dari donasi jamaah dan bantuan pemerintah kota untuk pengembangan sosial budaya.
Setelah peresmian 18 Desember 2008 masjid ini diberi nama Mosquee Sahaba yang berarti masjid para sahabat.
Nama ini diberikan untuk mengenang keberagaman latar belakang asal usul para sahabat Nabi Muhammad yang mengikuti ajarannya dan menyebarkannya, seperti halnya keberagaman umat Islam di Prancis dari berbagai bangsa di seluruh dunia.
Masjid ini dicirikan oleh arsitektur yang elegan, terintegrasi ke dalam lanskap perkotaan, dilengkapi dengan kubah, dan menara, serta tanda bulan sabit di atasnya.
Baca juga: Ratusan Rider Adu Nyali di Even Trail Adventure Pidie, Kumpulkan Donasi Pembangunan Masjid
Menara dan kubah inilah yang menguatkan ciri khas masjid pada umumnya.
Pada bagian dalam masjid terdapat ruang shalat untuk wanita, ruang shalat pria, ruang untuk kelas dan bimbingan bahasa Arab, ruang pameran dan kerajinan, restoran dan ruang makan, toko buku, dan hammam (fasilitas mandi uap).
Keberadaan fasilitas rehat seperti ruang pameran, restoran, toko buku, dan hammam tersebut ikut mempertegas konsep sesungguhnya dari masjid, bukan hanya tempat shalat, tetapi juga pusat bermuamalah masyarakat muslim.
Pengelolaan Grande Mosquee di bawah de l Union des Associations Musulmanes de Creteil (Persatuan Asosiasi Muslim Creteil).
Shalat berjamaah dilaksanakan pada setiap waktu shalat.
Jamaah shalat fardu dapat mencapai lima saf atau lebih dari 100 orang setiap waktu shalat.
Jumlah ini sangat signifikan jika dibandingkan dengan jamaah shalat fardu pada masjid-masjid di tempat kita.
Pada saat shalat Jumat dan hari raya, jamaah masjid melimpah sampai ke areal parkir.
Bagi saya, mendapatkan kesempatan shalat Jumat di Grande Mosquee sangat mengesankan.
Jadwal shalat Jumat untuk wilayah Creteil sekitar pukul 13.45 pada September.
Baca juga: Besok, Bupati Resmikan Masjid Giok, Syahrizal Khatib Jumat Perdana di Masjid Agung Nagan Raya Ini
Namun, sejak pukul 12 jamaah mulai memenuhi masjid.
Sedikit saja terlambat, kita harus shalat di halaman dan areal parkir.
Tidak ada yang berbeda pelaksanaan shalat Jumat di masjid ini dengan di tempat kita, kecuali pada kehadiran jamaah perempuan di balkon lantai 2 masjid.
Sedangkan jamaah laki-laki berada di lantai 1.
Terdapat juga lantai bawah tanah yang berfungsi untuk tempat bersuci dan toilet.
Jamaah tidak dibenarkan membawa sepatu atau sandalnya ke ruang bersuci.
Di sana telah disediakan sandal untuk jamaah yang akan bersuci atau masuk ke toilet.
Pada bagian dalam masjid terdapat mihrab dan mimbar yang menggantung di dinding, seperti mimbar Masjid Baiturrahim, Ulee Lheue.
Terdapat rak-rak untuk Al-Quran pada setiap tiang dan bagian depan masjid.
Meski banyak jamaah yang mengaji selama iktikaf, tak terdengar seorang pun yang mengeraskan suaranya.
Apalagi suara dentingan kaleng kotak amal yang beredar dari satu jamaah ke jamaah lain seperti di masjidmasjid tempat kita.
Pengumpulan sedekah baru dilakukan seusai shalat oleh para remaja masjid pada setiap pintu keluar.
Menjelang shalat, muazin azan dalam irama jiharkah.
Meskipun hanya menggunakan pengeras suara ke ruangan, azan tersebut terdengar merdu, apalagi terdengar oleh seorang perantau jauh seperti saya.
Suasana seperti itu benar-benar membangkitkan kerinduan akan kampung halaman.
Dalam perasaan terasing tersebut, saya benar-benar merasakan berada di tengah-tengah saudara yang hakiki, yaitu saudara seiman dengan tidak membedakan umat muslim dari berbagai bangsa yang berkumpul di masjid ini.
Tanpa terasa air mata menetes pada saat saya berdoa dalam keheningan ketika khatib duduk antara dua khutbah.
Rukun khutbah disampaikan dalam bahasa Arab, sedangkan pada bagian nasihat dicampur antara bahasa Arab dan Prancis.
Ketika khatib memegang tongkat, saya teringat dengan perselisihan tongkat khutbah yang sempat heboh beberapa tahun yang lalu di Banda Aceh.
Kadang- kadang kita memperselisihkan sesuatu yang tidak substansial, justru pola yang dianggap tradisional ini saya temukan di sebuah negara yang modern seperti Prancis.
Di Grande Mosquee de Creteil ini justru saya benarbenar menemukan paduan konsep modern dan tradisional yang sesungguhnya. (*)
Baca juga: Pemkab akan Banding Atas Putusan PN Meulaboh Terkait Pelarangan Shalat Jumat di Masjid Jabir
Baca juga: VIDEO Viral Fashion Show Digelar di Halaman Masjid Agung Ciamis
