Salam
Pengaduan ke KPK Sering Mengecewakan
KPK menegaskan bahwa kasus-kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani di Aceh dan sebelumnya dilakukan pemeriksaan secara maraton
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa kasus-kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani di Aceh dan sebelumnya dilakukan pemeriksaan secara maraton, masih terus berproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Kita tidak pernah memetieskan (kasus), semua kasus berjalan apa adanya, semua ada rel hukumnya," kata Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Kumbul Kusdwidjanto Sudjadi, di Banda Aceh, Rabu (12/10/2022).
KPK juga mempersilakan semua elemen masyarakat untuk bertanya terkait kasus-kasus yang mereka tangani dan melapor jika mendengar ada dugaan kasus rasuah.
“Kami juga melakukan pelatihan kepada masyarakat untuk berani melapor.
Kami ajarkan kepada masyarakat bagaimana melapor.
” Ditanya sejumlah kasus yang sedang ditangani di Aceh, Kumbul Kusdwidjanto tidak bisa membeberkan secara detail bagaimana kelanjutan penanganannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kelompok masyarakat sipil antikorupsi Aceh menagih hasil penyelidikan terbuka lima kasus dugaan tindak pidana korupsi yang pernah dilakukan penyidik KPK di Aceh.
Sebab, terhitung 3 Juni 2021 hingga Senin, 10 Oktober 2022, sudah 494 hari proses penyelidikan dilakukan tapi tidak ada kejelasan lebih lanjut duduk perkara dimaksud.
Kelima kasus tersebut yaitu, pertama, terkait proses perizinan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 3 dan 4 di Kabupaten Nagan Raya yang dinilai bermasalah.
Kedua, pengadaan kapal penyeberangan Aceh Hebat 1, 2, dan 3.
Baca juga: KPK Sebut Tak "Peti Eskan" Kasus-kasus yang Sedang Diperiksa di Aceh
Baca juga: KPK Gelar Bimtek kepada Pejabat dan Istri di Aceh, Sekda: Budayakan Antikorupsi Sejak dari Keluarga
Adapun nilai kontrak Aceh Hebat 1 Rp 73 miliar lebih, nilai kontrak Aceh Hebat 2 Rp 59 miliar lebih, dan nilai kontrak Aceh Hebat 3 Rp 38 miliar lebih.
Ketiga, terkait 14 paket proyek pembangunan jalan multiyears (2020-2022) dan satu paket pembangunan bendungan yang bernilai Rp 2,7 triliun.
Keempat, kasus apendiks yang dalam APBA 2021 ditemukan mata anggaran tidak diketahui dalam sistem perencanaan dan peanggaran daerah sebesar Rp 256 miliar yang berkode AP (apendiks).
Kelima, soal penggunaan dana refocusing penanganan Covid-19 sebesar Rp 2.3 triliun yang tidak transparan dan akuntabilitas dari penggunaan dana tersebut.
Kita menilai wajar para pelapor menagih ke KPK menganai kelanjutan kasus-kasus dugaan korupsi di Aceh yang pernah dilaporkan.