Kupi Beungoh
Revisi Qanun Jinayat, Sudahkah Melindungi Korban?
Dorongan para pihak untuk merevisi Qanun jinayat muncul ketika terjadi kasus pemerkosaan dan maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Hal ini disebabkan lemahnya upaya paksa atau tidak ada norma paksaan jika terpidana tidak memenuhi restitusi.
Apalagi ketentuan mengenai restitusi rencananya akan diatur melalui Peraturan Gubernur (Pergub).
Sepatutnya, jika restitusi itu bagian dari sanksi pidana, maka harus diatur melalui Qanun, bukan Pergub.
Karena pengaturan sanksi pidana tidak boleh diatur dalam aturan turunan, sebagaimana diatur pada Pasal 15 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dimana sanksi pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Perda Propinsi dan Perda Kabupatan/Kota.
Sehingga, perumus qanun Jinayat versi revisi harus menegaskan apakah restitusi adalah bagian dari bentuk pidana pokok atau pidana tambahan, sehingga semua delik yang menimbulkan kerugian, penderitaan dapat dikenakan restitusi. Wallahualam.(*)
PENULIS adalah Dr iur Chairul Fahmi MA, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.