Opini
Menghapus Trauma Pengasuhan dalam Pernikahan
Hak dan kewajiban suami istri itu seimbang adanya, ibarat langit dan bumi, ibarat rel kereta api, ada untuk saling menopang dan mengisi

Dan Allah tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan".
Jadi sah saja jika istri bersedia mencari nafkah terlebih jika itu dapat membantu suami.
Abai dan lalai
Namun suatu hal yang tidak dibenarkan manakala laki-laki menuntut haknya saja, sementara ia melupakan kewajibannya terhadap perempuan.
Terlebih melepaskan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, pengayom juga pencari nafkah.
Keduanya juga berhak dan berkewajiban memberi dan menerima rasa saling menyayangi, menghormati, mencintai, memaafkan, mendengarkan, memercayai, setia dan jujur satu sama lain.
Suami istri adalah mitra dalam berumah tangga, bukan sebagai atasan atau bawahan, bersama-sama dalam suka duka, berlomba untuk saling membahagiakan, menjadi teman curhat dan diskusi, saling support dan terlibat dalam setiap rasa sepanjang hidup, rela berkorban dan menahan derita demi anak dan pasangan tercinta.
Tidak abai, ataupun sengaja lalai, enggan mendengarkan curahan hati pasangan dan memberikan haknya baik lahir maupun batin.
Baca juga: Viral Pernikahan Anak di Bawah Umur dan Gelar Pesta Mewah, Sempat Ditolak KUA, Tapi Nekat Nikah Siri
Jika diri merasa kesulitan melakukannya maka ada kondisi batin yang tidak baik-baik saja sehingga hati menolak untuk mencintai, mengasihi, menghormati dan memberi rasa aman dan melindungi.
Ikhtiar memperbaiki diri, menemukan sebab dari sikap tersebut dan menyelesaikannya hingga tuntas agar hati kembali tentram menjadi kewajiban pada akhirnya, sehingga mampu mencintai dan menghormati kembali pasangan hidup yang ada di sisi.
Segala permasalahan yang terkait dengan kepentingan bersama dapat ditemukan solusinya dengan bermusyawarah tanpa harus memaksakan ego masing-masing, mengedepankan kesabaran dan kedewasaan bersikap yang merupakan cerminan hati yang tentram, bahkan jika pun harus bercerai maka harus mengambil keputusan dengan kesadaran penuh, hati yang tenang, pikiran yang waras dan jernih, bebas dari tekanan emosi negatif, disampaikan dengan santun, dan mencari solusi terbaik untuk anak-anak sebelum bercerai.
Perceraian sejatinya tidak boleh menyakitkan bagi anak, sebab kondisi itu akan membentuk trauma yang berdampak negatif hingga dewasa, seperti takut akan pernikahan, sulit membangun hubungan dengan lawan jenis karena terlanjur benci dan tidak percaya, penyimpangan orientasi seksual, memilih menjadi LGBT, kecemasan ditinggal pasangan hidup, posesif, rentan melakukan KDRT, dan lain sebagainya.
Setiap kita memiliki kenangan masa kecil, namun ternyata bahagia atau menyakitkannya kenangan itu sangat mempengaruhi relasi kita dengan pasangan saat ini.
Kenangan masa kecil yang jika dikenang memunculkan rasa sakit di hati, amarah, kesedihan juga rasa putus asa dan tak berdaya sebab cinta bertepuk sebelah tangan terhadap orang tua, adalah luka batin yang tak disadari yang mempengaruhi ekspresi marah, cara berpikir dan berbuat kita kepada pasangan dan anak.
Di dalam diri kita ada anak kecil yang marah, takut, cemas, benci bahkan rindu dan membutuhkan kasih sayang namun tak terungkap dan atau tak sempat dirasakan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.