Opini

Mengapa Harus KDRT

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menyita perhatian publik yang korbannya adalah istri sedangkan pelakunya suaminya sendiri

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Mengapa Harus KDRT
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr H AGUSTIN HANAPI Lc, Dosen Hukum Keluarga UIN Ar- Raniry, Anggota Ikat-Aceh

OLEH Dr H AGUSTIN HANAPI Lc, Dosen Hukum Keluarga UIN Ar- Raniry, Anggota Ikat-Aceh

AKHIR-akhir ini banyak sekali kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menyita perhatian publik yang korbannya adalah istri sedangkan pelakunya suaminya sendiri.

Sebut saja Lesti Kejora oleh Rizky Billar, dan Venna Melinda oleh Ferry Irawan.

KDRT tidak hanya menimpa publik figur tetapi juga masyarakat biasa, bahkan jauh sebelumnya diberitakan seorang istri mengalami cacat badan seumur hidup karena disiram air keras oleh suaminya, bahkan ada suami yang tega menginjak perut istrinya yang sedang hamil.

Memukul dan menganiaya istri karena menolak melakukan hubungan intim secara tidak wajar atau merekam adegan hubungan di atas ranjang untuk keperluan sendiri.

Nauzubillah! Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kasus KDRT di Indonesia hingga bulan Oktober tahun 2022 sebanyak 16.074, sedangkan di Aceh 28 kasus.

Motifnya karena faktor ekonomi, perselingkuhan, hubungan suami-istri yang tidak seimbang, narkoba, dan karakter pelakunya sendiri yang temperamen dan suka marahmarah.

Secara akal sehat, rasanya tak mungkin hal ini terjadi mengingat kedudukan suami digambarkan oleh Alquran sebagai qawwam yaitu pelindung, pengayom, tempat berteduh.

pemberi rasa aman dan nyaman serta cinta kasih yang tidak terbatas bagi istri, bukan sebagai sosok yang tega menyakiti, menzalimi, apalagi hingga melakukan KDRT.

Namun mengapa suami tega melakukan perbuatan jahat kepada istrinya yang hewan pun tidak sudi menyakiti pasangannya.

Jika karena ekonomi, harus disadari betul bahwa dalam berumah tangga kewajiban memberi nafkah sepenuhnya ada di pundak suami, dan suami harus memenuhi kebutuhan istri lahir batin namun sesuatu yang mulia dan bernilai tinggi di sisi Allah jika istri bersedia membantu meringankan tugas suami.

Baca juga: Terkait Kasus Venna Melinda, Natasha Wilona Tak Sangka Ibunda Verrell Bramasta Jadi Korban KDRT

Baca juga: Akhirnya, Dua Laporan Polisi Kasus Konten Prank KDRT Baim Wong Berujung Damai

Begitu juga dengan suami, sebisa mungkin berupaya membantu dan meringankan beban istri karena dalam berumah tangga bukan menonjolkan hak dan kewajiban tetapi mengedepankan asas kerja sama, unsur saling tolong menolong.

Jika karena cemburu, tidak perlu suami berlaku arogan dan reaktif dengan menginterogasi sambil marah- marah tidak karuan, apalagi sampai melecehkan istri dan melakukan KDRT.

Menenangkan hati agar dapat berpikir dengan baik, kemudian mengajak istri berbicara dalam suasana tenang dan privasi, bertanya dengan baik dan mendetail serta mendiskusikannya secara bermartabat, terus menghadirkan akal sehat untuk menuntun diri agar tidak berbuat kekerasan terhadap istri.

Sampaikan keberatan hati jika ada yang dirasa salah semisal kurang suka jika istri berkumpul dengan kawan laki-lakinya, atau ada obrolan dengan pria lain yang butuh klarifikasi, bertabayun agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan menjadi jelas duduk masalahnya.

Jika karena perselingkuhan, perlu disadari betul bahwa hal tersebut merupakan perbuatan fahisyah (keji) yang sangat tercela karena dapat merusak keturunan dan menimbulkan permusuhan.

Boleh juga memeriksa kondisi batin, ada apa, meskipun telah memiliki pasangan hidup namun nyatanya belum menemukan kenyamanan batin sehingga masih senang saja chattingan dengan lawan jenis yang bukan mahram, berarti bisa jadi ada sesuatu yang belum selesai dalam diri.

Sesuatu yang lumrah Perselisihan dan beda pendapat antara pasangan merupakan sesuatu yang lumrah terjadi, bagaikan sendok dan garpu, sering kali bersinggungan namun masih terus bekerja sama.

Perselisihan merupakan bagian dari seni dan bumbu kehidupan berumah tangga.

Perbedaan latar belakang pengasuhan, kebiasaan, karakter, nilai keluarga, adat istiadat, serta budaya, dan lainnya.

Maka, ketika terjadi masalah, anggaplah sebagai ujian atas kesabaran dan kematangan jiwa suami-istri, belajarlah bersabar atas ketidaksesuaian harapan atas sikap istri dan sebagainya, keduanya dituntut memiliki kedewasaan dan kematangan berpikir agar dapat menyelesaikan setiap masalah dengan elegan tanpa kekerasan.

Kasus KDRT merupakan ibrah yang sungguh berharga, terlebih bagi perempuan yang akan menikah agar berhati-hati.

Baca juga: Venna Melinda, Berat Badan Turun Usai Alami KDRT

Namun jangan memaknai pernikahan sebagai penderitaan atau berpikir bahwa tidak ada lelaki yang baik sehingga cemas dan takut berumah tangga.

Sebaiknya, sebelum memutuskan untuk menerima pinangan laki-laki kenali dan pelajari karakternya terlebih dahulu.

Baik dengan bertanya kepada orang terdekatnya tentang baik buruk akhlaknya, sisi emosinya dan lain sebagainya.

Atau juga mengamati semua media sosialnya dengan memperhatikan cara dia berkomunikasi lewat komentar atau statusnya, terbiasakah dia menyiyir dan berkata kasar kepada orang lain, meluap-luapkah emosi marahnya ketika merespons komentar kawannya yang berbeda pandangan.

Seringkah dia memposting hal-hal yang terkait dengan keluarga, adakah postingannya mencerminkan kehangatan hubungan keluarga atau lainnya.

Jika buruk dan jauh dari nilai diri dan keluarga yang dimiliki, maka jangan terima lamarannya, dan jangan pernah terlintas dalam benak bahwa ketika sudah menikah karakter buruk seseorang akan berubah dengan sendirinya bahkan dalam waktu yang singkat.

Selektiflah dalam memilih jodoh, mengedepankan pengamalan agama yang dimiliki oleh pribadi sang calon, perhatikan kondisi emosinya, bagaimana ekspresi marahnya, sabar dan syukurnya, tanggung jawab serta sikap lemah lembut dan kesopanannya.

Jangan gunakan akal untuk menilai sebab terkadang ia dapat mengecoh hati nurani.

Ketertarikan karena materi yang dimiliki oleh sang calon dapat menjebak diri sendiri karena suami dapat berlaku semena-mena sehingga istri membatin dan makan hati.

Jika karena materi niat menikah semenjak awal, maka bisa jadi bukan samara yang diperoleh tetapi yang ada kekecewaan dan penyesalan.

Karena perselingkuhan, perjudian, dan lain sebagainya juga bisa disebabkan karena berlimpahnya materi dan kekayaan.

Baca juga: Buntut Kasus Dugaan KDRT ke Venna Melinda, Keluarga Ferry Irawan Ikut Dihujat

Suami juga harus menyadari betul bagaimana perjuangan ketika melamar calon istri, dengan susah payah menghadirkan kaum cerdik pandai dan orang-orang terhormat hanya untuk meyakinkan wali sang calon bahwa anaknya akan merasa aman, dilindungi sepenuh hati ketika nanti menjadi istri.

Dapat juga direnungi secara mendalam bagaimana pengorbanan seorang istri yang rela diboyong untuk hidup bersama suami tercinta dengan meninggalkan kampung halaman, tanah tembuni bahkan meninggalkan orang-orang tercinta dengan keyakinan akan memperoleh kebahagiaan melebihi yang ia dapatkan bersama keluarga sebelumnya.

Untuk itu, layakkah menyia- nyiakan pengorbanannya, pantaskah menghianati ketulusannya, dan wajarkah bersikap kasar terhadapnya.

Bukankah makna “rahmah” yang merupakan fase tertinggi dalam capaian kebahagian dalam keluarga dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh, bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang mengganggu dan mengeruhkannya.

Jika seseorang telah menggapai “rahmah” tentu akan lebih sabar, lues, murah hati, tidak mudah cemburu buta, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak juga pemarah, apalagi hingga melakukan KDRT.

Alquran telah mengingatkan “Dan gaulilah istrimu secara baik, kemudian bila kalian tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu.

Sementara Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.(An- Nisa: 19).

Rasulullah sangat mengecam suami yang memukul isterinya, sebagaimana Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: Apa kalian tidak merasa malu memukul istri sebagaimana yang kalian lakukan terhadap hamba sahaya, memukulnya di waktu pagi kemudian mencampurinya pada malam hari.

Semoga kita dapat terus memperbaiki diri demi perbaikan rumah tangga dan kehidupan yang penuh pertanggungjawaban di akhirat nanti.

KDRT berawal dari ketidakmampuan kita mengelola emosi, untuk itu belajarlah terus untuk mengelolanya lebih baik, agar baiti jannati dapat terwujud. (agustinhanafi77@ yahoo.com)

Baca juga: Psikis Venna Melinda Disebut Berubah Sejak Alami KDRT, Athalla Naufal Ungkap Kekhawatiran

Baca juga: KDRT Meningkat, PBB Bertindak

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved