Kupi Beungoh
Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh IV - Mungkinkah 5000 Yatim Konflik Menjadi “Egianus Kogeya”?
Ketika nama Tiro disebut, maka yang dimaksudkan sesungguhnya tidak hanya tunggal, melainkan “kata jamak” dalam konteks perang melawan Belanda.
Oleh Ahmad Humam Hamid*)
KETIKA saya menulis tentang bacaan “nubuat” Jhon Rumbiak- tokoh Papua Merdeka di AS- pada serial kedua, tentang topik ini -“Korupsi , KPK, dan Perdamaian Aceh,” saya teringat dengan hal yang mungkin serupa di Aceh, tetapi belum menemukan kasusnya.
Di Washington DC, Rumbiak pada Oktober 2002 menyebutkan ramalannya kepada saya tentang potensi “pasangnya” ethno-nasionalis Papua 15-20 tahun ke depan yang kemudian benar adanya.
Ramalan Rumbiak tentang potensi anak pemberontak yang tewas, terbukti ketika Egianus Kogeya - anak dari anggota pasukan OPM yang tewas di Timika pada tahun 2014, di bawah komandan Kelly Kwalik- menjadi komandan wilayah OPM termuda, yang membajak dan menyandera penumpang pesawat Susi Air.
Pilot berkebangsaan Selandia Baru itu bernama Philips Max Marthin, adalah objek dari operasi OPM yang membuat organisasi itu mendapat perhatian besar internasional sampai dengan hari ini.
Apa yang menjadi penting, ataupun pelajaran, dari “nubuat” Jhon Rumbiak adalah, tentang potensi anak korban pemberontakan, yang kemudian tumbuh menjadi pemberontak yang bahkan lebih dahsyat dari ayahnya.
Dalam kasus Egianus Kogeya, ia hanya seorang anak prajurit OPM, yang komandannya adalah Kelly Kwalik yang merupakan teman dekat Jhon Rumbiak.
Sebenarnya, dalam konteks Aceh klasik, deskripsi wartawan perang yang tentara kolonial, Zentgraf (1838) dan juga Van’t Veer (1984) tentang Tiro, cukup memberi penjelasan panjang tentang DNA perang berkelanjutan.
Zentgraf (1983), maupun Van’nt Veer (1985) menjelaskan tentang fenomena Tgk. Syik Di Tiro yang mangkat pada 1891.
Ketika nama Tiro disebut, maka yang dimaksudkan sesungguhnya tidak hanya tunggal, melainkan “kata jamak” dalam konteks perang melawan Belanda.
Tiro dimulai oleh Tiro pertama, Saman, berlanjut ke anaknya, Muhammad Amin dan empat saudaranya yang semuanya syahid dalam perang melawan Belanda.
Dan yang terakhir adalah cucu Saman, yakni Maat, yang di kalangan masyarakat Pidie dikenal dengan nama Tgk Chiek Maat yang juga berpulang akibat ditembak oleh Nussy, seorang kopral marsose, suku Ambon pada Desember 2011.
Kenapa judul tulisan ini “Mungkin 5.000 Yatim Aceh menjadi Egianus Kogeya” tidak lain untuk mengingatkan ada cukup banyak jumlah anak Aceh yang orang tuanya meninggal akibat konflik Aceh yang telah berjalan selama 29 tahun.
Hasil penelusuran KKR Aceh terakhir, menemukan paling kurang 5.000 anak korban konflik yang umumnya berusia remaja, dan sedikit yang dewasa.
Baca juga: Reparasi Mendesak KKR Aceh dengan Skema Bansos
Baca juga: Tragedi Rumoh Geudong Diakui Negara Pelanggaran HAM Berat, Korban yang Masih Hidup Minta Satu Hal
Kisah Ilyas Leube dan Dua Anak
kupi beungoh
KPK di Aceh
perdamaian aceh
konflik aceh
Egianus Kogeya
humam hamid aceh
Ahmad Humam Hamid
Serambi Indonesia
opini serambi hari ini
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.