Kupi Beungoh
Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh VII - KPK, “French Paradox”, dan “Merin Paradox”
Pada tahun 2021 Merin sudah nampak seperti warga biasa, minum kopi di tempat ramai, ada yang menyebutnya pulang pergi ke Sabang, menumpang kapal cepat
Ia semakin “rajin” memperlihatkan dirinya di tempat umum.
Pada tahun 2021 Merin sudah nampak seperti warga biasa, minum kopi di tempat ramai, ada yang menyebutnya pulang pergi ke Sabang, menumpang kapal cepat, layaknya warga yang bebas.
Di lain waktu ada yang menyaksikan Merin hadir ke kenduri atau pesta.
Intinya, mulai tahun 2021, Merin telah menjadi manusia normal yang menikmati hidupnya seperti warga negara biasa lainnya.
Bagi pihak yang mengenalnya, ia dianggap telah bebas, dan tak relevan lagi untuk KPK, karena kasus Irwandi yang berurusan dengan pelabuhan Sabang di pengadilan telah diputus bebas.
Artinya, untuk Irwandi sebagai pejabat negara, ia tidak terbukti terkena dengan korupsi untuk kasus dermaga itu.
Tuduhan korupsi 32.4 miliar karena menerima uang dari Merin tidak terbukti.
Berkembang pula spekulasi, KPK juga tidak punya bukti yang bisa membuat Merin bisa dijerat.
Pada tahun 2022, ketika publik melihat Merin berkeliaran sehari-hari di Sabang, mulai ada pembicaraan di Sabang bahwa Merin akan ikut Pilkada 2024, untuk pemilihan Wali Kota Sabang.
Fenomena Merin pada akhir tahun menjadi olok-olok nakal para milenial yang seolah membangun “teori konspirasi” kaki lima Aceh.
Olok-olok itu menyebutkan Merin telah tersambung dengan jaringan narkoba internasional yang bisa “mengatur” semuanya.
Teori konspirasi olok-olok itu juga “make sense”, karena bukankah Aceh menjadi salah satu “serambi narkoba” Indonesia.
Bukankah pula jalur laut yang menglilingi Aceh menjadi sarana yang cukup layak untuk menjadi lalu lintas narkoba, dan bukankah pula Merin mantan angkatan laut, dan juga pelaut yang cukup berpengalaman.
Intinya, ada seorang WNI, buron KPK selama lebih kurang 3.5 tahun, berkeliaran bebas, naik kenderaan umum, minum kopi di sebarang kedai, atau warung, hadir ke kenduri warga atau pesta perkawinan, dan berbagai penampakan umum lainnya, dan dia aman-aman saja adanya.
Merin tidak jelas lagi statusnya, apakah warga biasa rasa buron KPK, atau buron KPK rasa warga biasa.
Baca juga: Menimbang Frasa "Permalukan Aceh" dari Humam Hamid
Baca juga: Berani Kritik KPK dan Presiden Jokowi Terkait Kasus Ayah Merin dan Irwandi Yusuf, Siapa Humam Hamid?
kupi beungoh
KPK di Aceh
perdamaian aceh
Ayah Merin
Izil Azhar
Sosiolog humam hamid
humam hamid aceh
Ahmad Humam Hamid
opini serambi
Serambi Indonesia
Berita Serambi hari ini
Indonesia di Simpang Jalan Ke-80: Refleksi atas Ujian Kemerdekaan |
![]() |
---|
Renungan Buya Hamka untuk Dunia Kedokteran |
![]() |
---|
Urgensi Pendidikan Politik untuk Merawat Perdamaian Aceh Pasca Dua Puluh Tahun |
![]() |
---|
Aceh Damai, Perspektif Jurnalistik |
![]() |
---|
Kurikulum Pendidikan Islam Itu "Berbasis Cinta", Solusi Masalah Lokal & Jawaban Tantangan Global |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.