Kupi Beungoh

Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh VII - KPK, “French Paradox”, dan “Merin Paradox”

Pada tahun 2021 Merin sudah nampak seperti warga biasa, minum kopi di tempat ramai, ada yang menyebutnya pulang pergi ke Sabang, menumpang kapal cepat

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

KPK memang lembaga super dalam penanganan korupsi di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di Aceh. Karena KPK lembaga super, diperlukan juga kecerdasan dan logika super publik, kenapa KPK membiarkan Merin berkeliaran 3,5 tahun padahal ia buron?


Oleh Ahmad Humam Hamid*)

KATA paradoks itu muasalnya dari kata paradox - bahasa Inggris, yang secara umum dapat diartikan  sebagai sesuatu yang seolah saling berlawanan atau bertentangan dengan sesuatu yang diyakini  kebenarannya oleh pendapat umum.

Namun kenyataannya kedua elemen yang berlawanan itu, yang awalnya diyakini tak ada, tak mungkin, namun hal itu benar adanya.

Salah satu paradoks yang paling terkenal di kalangan masyarakat medis adalah French paradox, atau paradoks Perancis.

Paradoks itu mengambarkan kelainan kasus angka kematian akibat penyakit jantung di Perancis  yang lebih rendah dibandingkan dengan kawasan lain di Eropa.

Padahal, pada kenyataannya konsumsi lemak dan gaya hidup Perancis, relatif sama dengan sebagaian besar wilayah Eropa lainnya.

Teka teki rendahnya penyakit dan kematian akibat jantung itu kemudian terjawab dengan sebuah rahasia unik.

Kebiasaan masyarakat Perancis yang minum anggur merah setiap hari dalam jumlah moderat,- satu  gelas sedang, berhubungan erat dengan fenomena itu.

Hasil penelitian kemudian menunjukkan  salah jenis polifenol, yakni senyawa kimia kunci “reservatrol”.

Komponen inilah yang bertanggung jawab untuk fungsi antioksidan, antiobesitas, kardioprotektif, antihipertensi, antiinflamasi, semuanya mempunyai korelasi positif signifikan dengan kesehatan jantung manusia.

Uniknya, penelitian itu juga menemukan dampak positif minum anggur merah hanya berlaku untuk konsumsi moderat,-satu gelas sedang per hari, tidak berlaku untuk minum yang berlebihan.

Temuan penelitian itu juga mengungkapkan, angka kesehatan jantung kelompok yang minum anggur merah moderat jauh lebih baik dari kelompok yang tidak minum anggur merah sama sekali.

Mungkin karena alasan itu, Gus Dur- presiden RI ke  4, seperti diceritakan oleh sejumlah temannya, sebelum beliau menjabat presiden, jika ada perjalanan ke luar negeri, terutama ke Eropa beliau tak segan minum anggur merah satu gelas sedang, ketika makan malam.

Alasan beliau sangat sederhana, bagus untuk kesehatan.

Baca juga: KPK Cegah Mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ke Luar Negeri, Usut Gratifikasi Rp 32,4 M Ayah Merin

Baca juga: MaTA Usul Ayah Merin Jadi Justice Collaborator Kasus Penerimaan Gratifikasi Proyek Dermaga Sabang

Merin Paradox

Anggur merah tak ada kaitan sama sekali dengan Merin, tahanan KPK yang disangka menjadi perantara gratifikasi 32.4 miliar kepada mantan Gubernur Irwandi Yusuf.

Anggur merah itu hanya sebuah kerangka berpikir sederhana karena ada cerita paradoks Perancis yang mempunyai kemiripan dengan paradoks yang dijalani oleh Merin.

Bagaimana cerita Merin selama menjadi buron KPK selama sekitar 4 tahun?

Kalau melihat alur certa seorang buron pengadilan tentu ceritanya sungguh tidak sangat luar biasa.

Seorang buron akan mencari jalan, dengan berbagai cara, kalau perlu lari keluar negeri, menjalani bedah plastik, atau membangun kerjasama dengan para petugas, terutama jika sistem negara itu memang sangat koruptif, untuk tidak tertangkap, atau ditangkap.

Apa yang terjadi tentang Merin nampaknya biasa, tetapi bagi seseorang yang menggunakan akal sehat yang menyaksikan petualangan Merin, nampaknya sama sekali tidak biasa.

Pascapenetapan buron, semenjak Desember 2018, publik Sabang dan daratan Banda Aceh, tidak pernah melihat Merin sampai dengan pertengahan tahun 2019.

Ada yang menduga, Merin lari ke India, atau bersembunyi di Pulau Rondo-  disebut juga Pulau Tempurung.

Pulau ini merupakan pulau terluar di bagian barat Indonesia.

Ada pula yang mengira Merin berpindah-pindah di sekitaran gugus kepulauan Aceh, selama 6 bulan itu.

Pada pertengahan 2019 Merin sekali-kali terlihat  di tepi pantai daratan Aceh, seputaran Ulele Banda Aceh, seringkali dengan perahu motor pancing, baik akan berangkat ke, ataupun baru tiba dari Sabang.

Setelah itu Merin semakin sering terlihat, dan sekali ada pembicaraan kasak-kusuk tentang fenomena “buron” yang bebas itu.

Tahun 2020, Merin semakin leluasa, di daratan Banda Aceh maupun di Pulau Sabang.

Ada berita yang beredar, para pegiat anti korupsi Aceh melaporkan hal itu kepada KPK, atau pihak yang dekat dengan KPK, namun Merin masih saja seperti biasa.

Ia semakin “rajin” memperlihatkan dirinya di tempat umum.

Pada tahun 2021 Merin sudah nampak seperti warga biasa, minum kopi di tempat ramai, ada yang menyebutnya pulang pergi ke Sabang, menumpang kapal cepat, layaknya warga yang bebas.

Di lain waktu ada yang menyaksikan Merin hadir ke kenduri atau pesta.

Intinya, mulai tahun 2021, Merin telah menjadi manusia normal yang menikmati hidupnya seperti warga negara biasa lainnya.

Bagi pihak yang mengenalnya, ia dianggap telah bebas, dan tak relevan lagi untuk KPK, karena kasus Irwandi yang berurusan dengan pelabuhan Sabang di pengadilan telah diputus bebas.

Artinya, untuk Irwandi sebagai pejabat negara, ia tidak terbukti terkena dengan korupsi untuk kasus dermaga itu.

Tuduhan korupsi 32.4 miliar karena menerima uang dari Merin tidak terbukti.

Berkembang pula spekulasi, KPK juga tidak punya bukti yang bisa membuat Merin bisa dijerat.

Pada tahun 2022, ketika publik melihat Merin berkeliaran sehari-hari di Sabang, mulai ada pembicaraan di Sabang bahwa Merin akan ikut Pilkada 2024, untuk pemilihan Wali Kota Sabang.

Fenomena Merin pada akhir tahun menjadi olok-olok nakal para milenial yang seolah membangun “teori konspirasi” kaki lima Aceh.

Olok-olok itu menyebutkan Merin telah tersambung dengan jaringan narkoba internasional yang bisa “mengatur” semuanya.

Teori konspirasi olok-olok itu juga “make sense”, karena bukankah Aceh menjadi salah satu “serambi narkoba” Indonesia.

Bukankah pula jalur laut yang menglilingi Aceh menjadi sarana yang cukup layak untuk menjadi lalu lintas narkoba, dan bukankah pula Merin mantan angkatan laut, dan juga pelaut yang cukup berpengalaman.

Intinya, ada seorang WNI, buron KPK selama lebih kurang 3.5 tahun, berkeliaran bebas, naik kenderaan umum, minum kopi di sebarang kedai, atau warung, hadir ke kenduri warga atau pesta perkawinan, dan berbagai penampakan umum lainnya, dan dia aman-aman saja adanya.

Merin tidak jelas lagi statusnya, apakah warga biasa rasa buron KPK, atau buron KPK rasa warga biasa.

Baca juga: Menimbang Frasa "Permalukan Aceh" dari Humam Hamid

Baca juga: Berani Kritik KPK dan Presiden Jokowi Terkait Kasus Ayah Merin dan Irwandi Yusuf, Siapa Humam Hamid?

 Ada urutan kejadian yang mungkin atau sama sama sekali mustahil berkaitan?

Pertama, Merin ditangkap pada 21 Januari 2023.

Kedua, ketika Irwandi menjalani acara pelaminan dengan isterinya Stefy Burase di Aceh Jaya pada tanggal 8 Januari 2023, Irwandi memberikan sambutan singkat kepada publik.

Dalam pidato kecil sambil duduk dan berdiri, Irwandi menyebutkan dirinya masuk penjara sebagai “korban” terkait dengan seorang pejabat tinggi negara di Jakarta.

Artinya, tahanan  penjara  yang dijalani Irwandi karena berbagai kasus yang ditangani  KPK adalah sebuah kasus yang beraroma politik yang berhubungan dengan seorang pejabat negara di Jakarta.

Statemen video itu terekam dengan baik, dan kemudian tersebar luas.

Apakah keceplosan ataukah memang disengaja, itulah kebiasaan Irwandi sejak dalam masa konflik, ketika Gubernur, sampai dengan hari ini.

Selalu saja Irwandi mengeluarkan “unexpected statement” yang dapat membuat orang ketawa, shock, heran, marah, atau kontroversial.

Memang, ucapan itu pernah disampaikan oleh Irwandi ketika ia pertama kali menjalani proses pengadilan di Jakarta pada 2018.

Seorangpun tak peduli dengan kata itu.

Segera setelah itu, beberapa orang mulai berkomentar, bahwa Irwandi sedang mencari masalah baru.

Bahkan tak kurang ada yang bertaruh, Irwandi segera akan memasuki periode KPK jilid II.

Dan ramalan itu terbukti kemudian.

Pada 14 Februari ia menerima panggilan dari KPK untuk diminta keterangan sebagai saksi.

Itu artinya, ucapan “bersayap” Irwandi tentang kasusnya itu berbau politik, walaupun masih diragukan, tetapi tidak boleh dibiarkan hilang seperti angin lalu saja.

Pada  16 Februari Irwandi diperiksa lagi sebagai saksi Ayah Merin untuk kasus yang sama yang pernah dijalani Irwandi pada tahun 2018.

Menurut pengakuannya, ia hanya diminta KPK untuk memberikan keterangan tambahan, jika ada, dari pemeriksaan sebelumnya ketika diadili pada 2018.

Ia meresponsnya dengan tetap berpegang pada keterangan 2018.

Dalam pengadian kasus dermaga Sabang itu, hakim memvonis bebas sang mantan Gubernur itu.

Ada sesuatu yang menjadi catatan tentang buron KPK Merin yang ditegaskan oleh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK-Karyoto tentang kemungkinan terlibatnya pihak lain selama 4 tahun buron Merin yang membantu tersangka.

Merin yang terlihat publik Sabang dan sebagian Banda Aceh selama 3.5 tahun seolah punya “doa perabun”- istilah bahasa Aceh untuk jampi-jampi untuk seseorang yang membuatnya tak terlihat. Doa itu seolah hanya berlaku untuk petugas KPK.

Seperti kasus Harun Masiku, kasus Merin juga sepertinya memerlukan “kecerdasan khusus”  publik untuk mampu mengérti fenomena Merin yang “bersaudara” dengan kasus tokoh hebat PDI perjuangan itu.

Merin berkeliaran selama 3,5 tahun di Banda Aceh dan Sabang, tak ubahnya seperti bebasnya Syamsu Nursalim yang berlangsung belasan tahun di Singapore.

Bandingkan dengan pegawai pajak Gayus Tambunan yang ditangkap di Singapore dan dibawa pulang ke Jakarta.

Yang paling luar biasa adalah Nazarudin yang ditangkap KPK di negara Amerika Latin, Kolumbia yang berjarak 19,808 km, dan dibawa pulang ke Jakarta pada tahun 2011.

KPK memang lembaga super dalam penanganan korupsi di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di Aceh.

Karena KPK lembaga super, diperlukan juga kecerdasan dan logika super publik kenapa  KPK membiarkan Merin berkeliaran 3,5 tahun padahal ia buron?

Selanjutnya, ketika Merin ditangkap lalu dengan berani pula KPK membuat statemen aneh, yang membuat publik Sabang dan sebagian Banda Aceh bingung.

Pernyataan Karyoto mengesankan seolah Merin betul betul bersembunyi total selama 3.5 tahun, tak terlihat publik sama sekali, dan bahkan seolah ia disembuyikan.

Padahal ia berkeliaran seperti orang bebas selama waktu itu.

Dalam konteks “criminal justice”, KPK telah menambahkan satu istilah baru.

Istilah itu adalah “merin paradox”

Jawaban terhadap teka-teki Merin paradoks itu mungkin ada semacam kimia penanggung jawab, seperti layaknya senyawa dalam anggur erah-“reservatrol” yang berpengaruh pada kesehatan jantung.

Tentang apa nama senyawa “kimia itu” tentu ahli kimia KPK lah yang paling tahu.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved