Kupi Beungoh

Sofyan Dawood, dari Cot Trieng, Helsinki, Hingga Membidik Senayan

Setelah penandatanganan MoU Helsinki yang menandai berakhirnya konflik Aceh, nama Saofyan Dawood pun kian meredup.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Iskandarsyah bin Syarifuddin, pekerja Aceh di Kuching Malaysia. 

Yan Dawood yang dulu menghilang tiba-tiba muncul ke publik.

Namanya kembali menjadi topik pembahasan karena memilih PDI-Perjuangan sebagai kenderaan politiknya.

Partai ini selalu kalah dan terkesan disisihkan di Bumoe Indatu ini.

Pro dan kotra bermunculan di warung kopi, apalagi di jagat maya.

Berita pencalonan Bang Yan melalui PDI-Perjuangan mengalahkan keseksian berita siapa capres yang berkerlayakan untuk RI satu.

Entah ini kebetulan ataupun memang Bang Yan sudah memainkan manuvernya.

Penulis melihat ini adalah satu sikap yang harus diambil Bang Yan sebagai seorang kesatria dan juga pelaku sejarah di Aceh.

Dan mungkin saja ia sudah muak dengan keadaan yang terjadi di Aceh pascadamai.

Perwakilan Aceh di Senayan tidak benar-benar menjadi delegasi untuk membawa Aceh sebagai mana cita-cita damai Aceh.

MoU Helsinki cuma jualan kampanye, tetapi sesudah mereka duduk di parlemen wakil rakyat yang terhomat, satu per satu pasal dalam Undang-Udang Pemerintahan Aceh hasil dari implementasi dari butir-butir MoU, dikebiri oleh kebijakan pusat, mereka tidak pernah tahu.

Sofyan Dawood mungkin datang untuk memperbaiki itu.

Beliau punya beban dan tanggung jawab moral dengah keadaan Aceh hari ini.

Kalau orang berpikir dia datang untuk jabatan mungkin bisa jadi itu salah besar.

Karena itu semua lebih mudah ia capai ketika periode awal dari damai, ketika ia masih sebagai "hero" dalam pikiran masyarakat Aceh.

Tapi Bang Yan ketika itu memberi peluang kepada orang-orang yang beliau anggap lebih layak untuk memperjuangkan hak Aceh di Senayan sana.

Begitu juga untuk mencari kekayaan, mungkin dengan relasi yang dia punya, ia tidak perlu menjadi tong sampah rakyat untuk meraup kekayaan.

Maka oleh itu, Sofyan Dawood mungkin perlu diberi peluang untuk duduk di Senayan sebagai delegasi Aceh yang memperjuangkan aspirasi Aceh.

Pemilihan PDI-Perjuangan sebagai kendaeraan politik beliau, mungkin tidak bersahabat dengan orang Aceh, tapi ini tidak boleh menjadi kendala.

Kita harus melihatnya dari sudut yang positif, PDIP adalah partai pemenang pemilu di edisi-edisi sebelumnya.

Jika dia jadi bagian dari partai besar ini, pasti ia lebih mudah dalam membawa misinya untuk memperjuangkan hak Aceh yang masih tertahan.

Kepintaran dan kecerdikan  beliau ketika era konflik dulu, disamping kelihaian Bang Yan dalam berdiplomasi, sangat Aceh butuhkan.

Hari ini, dari kesemua perwakilan DPR-RI, semacam tidak ada pemersatu dalam membawa misi Aceh.

Mereka terkesan sendiri-sendiri dan malah lebih kental kepada membawa misi partai mereka.

Aceh butuh "panglima" pemersatu para anggota dewan dari Bumoe Indatu di Senayan. Menjadikan mereka kuad yang kokoh dan kompak dalam memperjuangkan kepentingan Aceh.

Wallahua'lam.

 
*) PENULIS pekerja profesional di sebuah perusahaan konstruksi di Kuching Malaysia.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved