Kupi Beungoh
Khutbah di Masjid Istiqlal: Bernegara dengan Amanah
Sesungguhnya bertahannya umat selama akhlak mereka ada, bila akhlak mereka hilang, merekapun akan sirna”.
Persis seperti adanya uang palsu yang bernilai sementara, menunjukkan adanya mata uang asli yang punya nilai abadi.
Adanya hipokrasi, menunujukkan bahwa manusia selalu mengharapkan tindakan akhlak dari orang lain. Betapapun zalim seorang dengan peran penting kehidpan yang dia mainkan, pasti mencari dalih bersifat akhlaki atas perbuataannya seperti " mejaga ketentraman, "mengusir para pengacau" atau lainnya, betatapapun itu palsu dan penuh hipokrasi. Sehingga Fir'aun sendiri berdalih mengusir dan ingin membunuh Nabi dengan dalih yang sama :
" Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena Sesungguhnya aku khawatir Dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi". (Q.S. Ghafir : 26)
Kenapa demikian? Karena alasan yang bersifat akhlaki itu akan selalu diterima orang. Karena bahasa akhlak adalah bahasa kemanusiaan yang sangat efektif.
Akhlak adalah penjelmaan hakikat insaniyah manusia, insaniyah ini berakar pada ruhiyah, dan ruh bersumber dari Allah. Agama dan keyakinan lah yang hanya mampu menjadikan seseorang berakhlak secara sejati, mencetak sosok dan pribadi insani yang dekat dengan kesempurnaan.
Orang yang menjadikan keimanannya nomor dua, tidak begitu penting dalam hidupnya, nanti tindakannya yang lahir jauh dari nilai akhlak, kalau pun ada yang bernilai akhlak, tak luput dari hipokrasi yang dipenuhi standar kepentingan, maslahat dan timbang untung rugi, jauh dari nilai ruhani, kasih sayang, kepedulian dan kewajiban batin. Keimanan dan akhlaklah yang membentuk insaniyah dan manusia yang sejati.
Dengan demikian, dapat dibayangkan kalau seandainya manusia dalam hidup hanya memakai standar materi dalam bertindak, berperilaku dan berpikir, serta mengharapkan perlakuan dari orang lain dengan standar materi pula, akankah nilai akhlak dan perbuatan akhlaki akan lahir dari seseorang itu? Dan bila adat dan perilaku kita sudah terbiasa menilai orang serta mengharap pula orang lain memberi penilai pada kita dengan standar zahir materi semata, bukankah kita sudah melucuti sisi insaniyah ruhiyyah yang berharga dalam diri kita dan dari orang lain?
Saudaraku, kita hidup di era arus materialisme sangat kuat mencengkram kehidupan kita, seseorang bisa buta dengan akhlak bila ia tak memegang kuat akidah dan ajaran mulia para Nabi. Seseorang akan hilang nilai insaniyahnya, yang tinggal hanya nilai kemanusiaan yang bersifat materialistis semata. Nilai debu, tanah liat dan lumpur.
Jangan sampai arus materialism kehidupan ini meporak-porandakan jiwa kita dalam hidup mulia. Terkhusus kita yang punya andil mengurus negeri ini. Megurus bangsa dan rakyat ini.
Amanah
Di antara akhlak yang paling urgen untuk merawat bangsa ini lebih baik dan sejahtera ke depan adalah akhlak amanah. Kita butuh akhlak amanah dari pangkal kaum elite sampai rakyat jelata.
Kata amanah dalam Bahasa Arab merupakan bentuk mashdar. Berasal dari kata kerja amina-ya’manu-amnan-wa amanatan yang artinya seputar makna aman, tentram, tenang, dan hilangnya rasa takut.
Secara masdar, amanah bermakna hak-hak yang wajib dijaga dan ditunaikan sebagaimana mestinya. (Mu’jam Alfazh Al Quranul Karim, 1/88) mulai dari amanah agama (taklif), amanah pada jiwa, harta, nama baik dan lainnya.
Amanah secara perilaku dan akhlak bermakna sikap dan kharakter seseorang yang dengan sikap itu ia mampu menunaikan kepercayaan dan harapan orang lain yang dibebankan padanya dengan sepenuhnya sesuai dengan harapan orang yang mempercayainya atau bahkan lebih baik dari harapan itu. Amanah adalah sikap trust yang paling tinggi.
Seseorang yang memiliki karakter ini di sebut al-amiin. Dengan adanya sifat dan akhlak amanah ini pada seseorang, menimbulkan rasa aman, tentram dam tenang bagi siapapun yang mempercayainya.
Nilai amanah yang luas ini disabdakan Nabi SAW dalam hadisnya :
عن ابن عمر رضي الله عنهما ، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لُّكم راعٍ وكلُّكم مسؤولٌ عن رعيتِهِ فالأميرُ الذي على الناسِ راعٍ عليهم وهو مسؤولٌ عنهم والرجلُ راعٍ على أهلِ بيتِهِ وهو مسؤولٌ عنهم والمرأةُ راعيةٌ على بيتِ بعلها وولدِهِ وهي مسؤولةٌ عنهم وعبدُ الرجلِ راعٍ على بيتِ سيدِهِ وهو مسؤولٌ عنهُ ألا فكلُّكم راعٍ وكلُّكم مسؤولٌ عن رعيتِهِ (متفق عليه)
Dari Ibnu Umar r.a. berkata, aku telah mendengar Rasulullah bersabda : "Setiap kalian adalah penjaga dan setiap kalian bertanggung jawab atas penjagaannya.
Seorang penguasa di atas rakyat adalah penjaga dan bertanggung jawab atas mereka semua, laki-laki adalah penjaga terhadap keluarganya dan bertanggung jawab atas penjagaannya terhadap mereka, wanita adalah penjaga terhadap rumah suaminya dan anaknya, dan bertanggung jawab atas penjagaanya terhadap mereka, seorang pembantu adalah penjaga harta tuannya dan bertanggung jawab atas apa yang dijaganya.
Sesungguhnya Setiap kalian adalah penjaga dan bertanggung jawab atas apa yang dijaga." (Muttafaqun alaihi)
Hadis ini mengambarkan makna amanah yang berupa sifat tanggungjawab seseorang terhadap apa yang diwakilkan dan dipercayakan padanya. Dia mengetahui secara pasti bahwa nantinya dia akan bertanggungjawab terhadap semua yang dia jalani di depan Tuhannya. (Al-Ghazali, Khuluqul Muslim, 40)
Inilah akhlak paling agung yang disandang oleh manusia, diajarkan para Nabi SAW sejak dini. Ulama akidah sepakat bahwa seorang Nabi mesti memiliki sifat ini. Sifat amanah.
Menimbang Hukum Islam atas Penjarahan Saat Aksi Massa |
![]() |
---|
25 Tahun BPKS Sabang Masih Mimpi: Ekspor Nihil, Dermaga Sepi, Visi Tinggi |
![]() |
---|
Islam Kontemporer: Dari Ortodoksi ke Transformasi Sosial |
![]() |
---|
Refleksi Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H: Uswatun Hasanah Karakteristik Mulia Rasulullah |
![]() |
---|
Saatnya Prabowo Bawa Indonesia Bangkit dari Kegelapan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.