Opini

Haruskah Menitip Mimpi kepada Anak

BANYAK orang tua merasa patah hati saat mendapati perilaku anak tidak sesuai dengan harapannya. Sebab, mereka pasti mengharapkan anak-anaknya saleh da

Editor: mufti
IST
Hayail Umroh 

Sebagai orang tua, sah saja jika menitipkan mimpi kepada mereka, meminta anak mengikuti langkah jejak kita. Namun kita juga perlu adil dengan bisa melihat bakat serta minat yang mereka punya. Pada anak yang tidak terlalu bisa duduk tenang dan aktif secara fisik, jangan tuntut dia untuk duduk manis sepanjang pelajaran, terlebih memaksanya duduk tenang untuk menghafal misalnya.

Jangan mencap anak “Bodoh, lelet, lemah” dan sebagainya, sebab anak memiliki kecerdasannya masing-masing. Allah telah menitipkan sifat atau karakter khusus pada setiap orang sejak mereka diciptakan sebagai bekalnya menjalani kehidupan. Tidak semua anak kelak menjadi penghafal Quran atau menjadi dokter, meski itu baik, namun ada di antara mereka yang kelak menjadi pemerhati tanaman dan kebersihan.

Aktfitas menyenangkan baginya adalah membersihkan sampah, merapikan lingkungan kemudian menanam serta merawat pohon agar dunia menjadi lestari. Ada anak yang senang belajar dalam ruangan, namun ada juga anak yang senang beraktivitas di lapangan, bergerak, memenuhi kebutuhan fitrah jasmaninya. Potensi mereka berbeda, maka karakter dan minat mereka juga berbeda.

Kenalilah potensi hebat anak. Jika sesuai dengan harapan dan mimpi kita maka titipkanlah. Namun jika bakat dan minat mereka tidak memenuhi harapan atas cita-cita kita yang dulu tidak sempat kita capai, maka lepaskanlah. Jangan genggam mereka dalam mimpi indah kita. Setiap anak memiliki sinarnya masing-masing. Fokuslah pada sinarnya, jangan pada keterbatasannya, maka mereka akan hebat di bidangnya.

Ada empat ciri sinar anak, pertama ketika mereka merasa senang dan tenggelam dalam aktivitasnya. Kedua, saat mereka terlihat mudah menguasai aktivitasnya. Ketiga, ketika mereka terlihat memukau dengan aktivitasnya. Terakhir ketika mereka menyatakan bahagia dan puas bisa melakukan aktfitas kesukaannya bahkan menghasilkan uang dari hasil karyanya.

Masih banyak anak yang terkungkung kreativitas serta potensi hebatnya atas nama ranking, sehingga makin rendah nilai rapornya maka dianggap anak terbodohlah dia. Hal ini dapat menjatuhkan martabat dan kepercayaan dirinya. Malu terhadap teman dan guru. Label itu secara tidak langsung menempel di kepalanya. Terlebih jika orang tua marah dan menyakiti hatinya dengan kata-kata bodoh dan sebagainya.

Ditambah dengan ungkitan biaya sekolah dan perjuangan orang tua, anak tidak mengerti harus apa dan bagaimana. Di sekolah dia dituntut menguasai pelajaran sementara banyak pelajaran yang bukanlah minatnya. Mereka terus berusaha meski itu sulit dan tidak menyenangkan. Pun ada anak yang terlihat cerdas dan cakap mata pelajaran namun jiwanya tertekan, dia tidak merasa bahagia meski menguasai semuanya.

Akhirnya, menjadi tugas orang tua untuk kembali berkenalan dengan buah hatinya. Mendekat, menghabiskan waktu bersama guna saling mengenal, memahami dan menghormati satu sama lain. Mencari tahu apa potensi terhebat juga aktfitas kesukaannya, sekolah yang bagaimana yang diminatinya, apa yang membuatnya berdaya dengan inisiatifnya. Jeli melihat bahagia dan binar matanya saat berkegiatan dan berkarya kemudian memotivasinya dan tidak memaksakan kehendak. Membiasakan musyawarah atau berunding serta bertanya pendapat dan persetujuannya agar tidak salah menitipkan mimpi dan berbahagia bersama.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved