Kupi Beungoh

Rocky Gerung vs Moeldoko : Anomie, Anarki, dan Despotik Mayoritas - Bagian II

Penggunaan sejumlah kata “menghina” oleh Rocky Gerung sebenarnya tidak lain dari semacam “warning keras” , bahkan dapat disebut sebagai shock therapy

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Padahal substansinya yang paling menonjol adalah “tirani mayoritas formal” terhadap publik.

Di luar kelihatannya berbaju demokratis, namun sifat dasariahnya tak lebih sebagai praktek despotik, yang tidak lain adalah otokrasi.

Seakan apapun yang dilakukan adalah pengejawantahan keinginan mayoritas lewat demokrasi formal, namun yang sesungguhnya terjadi adalah keputuan orang seorang, atau beberpa orang tertentu saja.

Intinya adalah pengendalian mayoritas warga dengan mandat mayoritas legal formal.

Tuduhan penggunaan sejumlah kata “menghina” yang dilakukan oleh Rocky Gerung sebenarnya sama sekali tidak relevan.

Baca juga: Suami Istri Korban Laka lantas di Gunung Trans Dikebumikan Satu Liang, Anaknya Dirawat di RSUDZA

Apa yang dikritik dan dikutuk adalah sebuah praktek demokrasi yang paling hina.

Dengan kritikan itu Rocky Gerung memberitahu publik bahwa demokrasi di negeri ini telah mati secara diam-diam.

Karena setiap tindakan yang diambil oleh rezim diasumsikan telah melewati persetujuan rakyat lewat perangkat ritual demokrasi formal.

Dengan pernyataan itu, Rocky Gerung memperingatkan publik tentang semakin kuat dan menyatunya kekuasan dalam bentuk plütokrasi dan oligarkhi.

Ia juga membocorkan rahasia semakin kerasnya upaya depolitisasi massa, berikut dengan pengendalian wacana politik yang berkembang.

Baca juga: Viral Ucapan Rocky Gerung Dianggap Hina Jokowi, KSP: Kritik Tak Masalah, Tapi Bukan Caci Maki

Ada banyak hal lain yang ingin ia sampaikan, namun yang sangat diwanti-wanti oleh oleh Rocky Gerung adalah tentang pembenaran berbagai kebijakan.

Bagi Rocky Gerung, klaim rezim bahwa kepercayaan masyarakat sebagai basis kekuasaan negara hukum tidak pernah eksis. Menurutnya yang ada hari ini adalah praktek kekuasaan “despotik mayoritas”.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved