Kupi Beungoh
Pendidikan Berbasis Masjid
Tidak bisa dipungkiri bahwa masjid bagi umat Islam merupakan institusi sosial keagamaan yang cukup beragam fungsinya
(Catatan Untuk Hardikda 2023)
Oleh: Muhibuddin Hanafiah*)
Tidak bisa dipungkiri bahwa masjid bagi umat Islam merupakan institusi sosial keagamaan yang cukup beragam fungsinya.
Masjid bukan saja sebagai tempat ibadah (sujud) dan aktivitas keagamaan yang luas lainnya, lebih dari itu masjid juga mengemban fungsi budaya dan peradaban (kultural) umat manusia.
Salah satu dari amanah kultural tersebut adalah masjid sebagai tempat belajar atau pendidikan.
Sudah lumrah kiranya sejak masa awal sampai dengan hari ini, masyarakat Islam telah menjalankan fungsi masjid sebagai institusi pendidikan.
Dimana dalam berbagai rutinitas agenda kegiatan umat Islam di masjid, maka aktivitas yang nyaris selalu ada adalah proses belajar-mengajar, khususnya di bidang keagamaan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang komunitas muslimnya terbesar di dunia, dengan jumlah masjid hampir delapan ratus ribu masjid.
Menyadari akan khazanah ini, pemerintah mulai melirik masjid sebagai lembaga pendidikan alternatif yang populis terutama untuk jengang pendidikan usia dini (PAUD).
Baca juga: Resmi! Pertamina Naikkan Semua Jenis BBM Non-Subsidi, Pertamax Naik Rp 900, Ini Harga BBM Terbaru
Hal ini berarti pemerintah mulai memperlebar “sayapnya” menukik menuju ke level akar rumput dimana masyarakat memiliki lembaga pendidikan yang jauh lebih mengakar daripada yang dimiliki pemerintah.
Menjadikan masjid sebagai lembaga pendidikan yang didukung pemerintah merupakan satu upaya jemput bola yang patut didukung oleh masyarakat Muslim Indonesia.
Konon lagi, level pendidikan yang digarap pemerintah bersama umat Islam tersebut adalah level pembelajaran paling dasar dan bahkan paling dini.
Tri pusat pendidikan
Dalam sistem pendidikan di Indonesia, ada tiga pihak penyelenggara pendidikan, yaitu pemerintah dengan pendidikan formalnya, masyarakat dengan pendidikan non-formal, serta keluarga dalam bentuk pendidikan informal.
Dalam perspektif negara, dalam artian pendidikan formal, pendidikan dimulai dalam tiga jenjang; dimulai sejak jenjang Pendidikan Dasar (SD/MI, SLTP/MTs), Pendidikan Menengah (SLTA), hingga Pendidikan Tinggi (PT; S1,S2, S3).
Pendidikan dasar yang waktu normalnya sembilan tahun merupakan usia wajib belajar seluruh warga negara dengan pembiayaan pemerintah.
Sementara jenjang pendidikan menengah dan tinggi masih harus dibiayai sendiri oleh warga negara, kecuali pemerintah mampu membiayai hingga meningkatkan jenjang wajib belajar dua belas tahun sejak 2013 lalu.
Sementara itu, dalam konteks pendidikan non-formal, pendidikan berlangsung lebih awal.
Baca juga: Ulama, Pengemban Peran Profetik Para Nabi
Pendidikan dimulai sejak anak berusia dini, atau yang lebih dikenal dengan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), terhitung sejak anak berusia 0-6 tahun.
Saat sebelia itu, anak sudah bisa diterima dalam kelompok bermain dan belajar.
PAUD sendiri terdiri dari berbagai kegiatan bermain dan belajar, seperti Kelompok Bermain (play group), Taman Penitipan Anak (TPA) dan Taman Kanak-Kanak (TK).
PAUD dapat dikatakan sebagai pendidikan anak usia pra-sekolah, yaitu saat anak belum memasuki pendidikan formal.
Tetapi dalam spektrum pendidikan informal (pendidikan dalam keluarga), pendidikan dimulai sedikit lebih awal, yaitu sejak anak belum memasuki pendidikan usia dini.
Jika pada fase PAUD, usia paling dini bagi anak untuk bisa memperoleh pendidikan adalah antara usia 0-6 tahun, sedangkan dalam keluarga, pendidikan sudah dimulai sejak masih dalam rahim sang ibu.
Nah, sudah jelas sekarang bahwa demikianlah batasan waktu dimulainya pendidikan antara pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan pendidikan pemerintah.
Di mana pendidikan yang difasilitasi oleh keluarga dimulai lebih awal ketimbang pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan negara.
Baca juga: Tidak Dukung Ganjar Sebagai Capres, Batal Jadi Caleg DPR RI dari PPP
Bahkan dalam perspektif pendidikan Islam, pendidikan untuk calon sang anak telah harus dipersiapkan sejak seorang muslim menentukan calon pasangan hidupnya.
Suatu bentangan waktu yang teramat dini, pendidikan generasi mendatang telah dimulai pikirkan dan pertimbangkan secara tepat dan akurat.
Penentuan calon pasangan hidup yang tepat menunjukkan betapa penting dan berartinya kualitas calon subjek didik yang dilahirkan nanti, sekaligus sungguh urgennya faktor pendidik (suami-istri) dalam pandangan Islam.
Karena pasangan yang berkualitas dalam keluarga akan melahirkan subjek didik (anak-anak) yang shalih secara ruhani dan jasmani.
Substansi PAUD
PAUD merupakan mitra pendidikan keluarga. PAUD adalah lembaga pendidikan non-formal yang dalam fungsinya dapat memainkan andilnya sebagai pemeran pengganti pendidikan keluarga yang ditinggalkan orang tua sementara waktu.
Dengan dalih berbagai kesibukan dan dengan segala keterbatasan yang ada, orang tua terutama yang hidup di perkotaan dengan sistem keluarga inti mau tidak mau harus harus menjalin mitra dengan PAUD yang terdekat dengan lingkungan kerjanya guna menggantikan perannya separuh waktu sehingga pekerjaannya di ranah publik tidak terhalang oleh tugas mendidik anak.
Dengan demikian, PAUD bagi masyarakat modern benar-benar berperan sebagai mitra pendidikan keluarga yang didambakan kehadirannya.
Oleh sebab itu, tidak heran bila PAUD mulai muncul dimana-mana, apalagi di kawasan perkotaan.
Baca juga: Pendidikan dan Tantangan Teknologi
PAUD hadir sebagai peluang bisnis baru dalam dunia pendidikan. Karena itu itu, tidak mengherankan bila PAUD ada di deretan pertokoan, atau kawasan bisnis lainnya.
PAUD sebagai lembaga pendidikan tidak lagi harus berbentuk gedung sekolah dengan halaman bermain yang luas, dengan suasana alam sekitar yang asri.
Kini dalam ruang sempitpun, institusi pendidikan usia dini ini juga harus bisa terlaksana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Keikutsertaan pemerintah dalam pendidikan anak usia dini yang berbasiskan masjid merupakan suatu kegembiraan bagi masyarakat beragama di negeri ini.
Rencana ini pernah diwacanakan pada tahun ajaran 2013/2014, sebagaimana pernah diberitakan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menyelenggarakan pendidikan anak usia dini (PAUD) berbasis masjid.
Kegiatan ini wujud kerjasama (20/11/2012) dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI) dengan melakukan pendampingan dan pengembangan mutu layanan PAUD pada masjid-masjid di seluruh Indonesia.
Dalam konteks ini, menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang waktu itu dijabat oleh Anies Baswedan mengatakan bahwa penyelenggaraan PAUD membutuhkan fasilitas yang besar.
Oleh karena itu, menurutnya sarana ibadah seperti masjid, gereja dan pura dapat dimanfaatkan untuk menyelenggarakan pendidikan, terutama PAUD.
Kontribusi DMI Untuk Umat
Atas dasar pertimbangan fasilitas, maka pada tahap awal realisasi program ini tidak semua masjid dapat digunakan, mungkin hanya masjid yang memiliki halaman yang luas dan tersedia ruangan untuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran saja yang dapat digunakan dan kemudian dikeleluarkan izin oleh mendikbud.
Secara legal program ini mulai dirancang pada pertengahan Juni 2013 ini, dan institusi penyelenggara PAUD harus resmi serta guru-gurunya akan dilatih secara khusus.
Masalah pendanaan merupakan kerjasama antara mendikbud sebagai pemerintah dan DMI mewakili masyarakat. Kerja sama serupa juga akan dilakukan dengan komunitas agama lainnya di Indonesia seperti Nashrani, Hindu, dan Budha.
Dalam hal ini pemerintah mendorong anak-anak dari keluarga menengah ke bawah mendapatkan perioritas pada kegiatan dimaksud.
Baca juga: Moderasi Beragama Tester Software Syariat Islam
Dalam sambutannya sebagai ketua DMI, Muhammad Yusuf Kala (Pak JK) menatakan bahwa masjid dan pendidikan tidak dapat dipisahkan. Karena hampir setiap masjid terdapat unsur pendidikan, baik pendidikan agama maupun pendidikan al-Qur’an. Di negeri ini, nyaris semua masjid memiliki lembaga pendidikan.
Demikian juga sebaliknya, setiap lembaga pendidikan memiliki masjid di dalamnya. Menurut data DMI, di Indonesia terdapat tidak kurang dari delapan ratus ribu masjid, termasuk mushalla dan surau.
Dengan PAUD di masjid berarti sejak kecil anak sudah berada di masjid sehingga diharapkan tumbuhnya jiwa keagamaan yang lebih baik.
Diharapkan dengan kerjasama ini akan meningkatkan modal pendidikan keagamaan dan keimanan anak-anak generasi bangsa (Media Indonesia online, 21/11/2012).
Nampaknya pasca pergantian Anies sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode pertama Jokowi sebagai presiden—yang kemudian digantikan oleh Muhammad Nuh, wacana bagus dan amat strategis ini hilang dan lenyap entah kemana.
Namun demikian, ada sejumlah masjid besar di Indonesia melaksanakan PAUD di masjid walaupun tanpa kehadiran pemerintah dalam manajemen, sarana dan prasarana serta penyediaan anggaran.
Hal ini disebabkan komitmen penuh pihak Dewan Masjid Indonesia (DMA) pusat terhadap program ini selalu berupaya dapat diteruskan meskipun dengan pembiyaan mandiri oleh masing-masing DMI setempat.
Keistimewaan Aceh
Kita sangat berharap kerjasama antara pemerintah dengan DMI terhadap penyelenggaraan PAUD di lingkungan masjid di seluruh Indonesia ini dapat terwujud menjadi kenyataan sebagaimana dinanti-nantikan oleh segenap masyarakat beragama di negeri ini, terutama umat Islam.
Sehingga masjid dapat berperan secara maksimal sebagaimana fungsi yang sesungguhnya dengan dukungan pemerintah melalui program pendidikan anak usia dini ini.
Baca juga: Fitnah Buzzer dan Serangan Balik Mafia Tramadol
Demikian juga diharapkan, masjid semakin memiliki gezah keilmuan seperti pada era keemasan Islam dahulu.
Di mana dari masjid muncul generasi yang menyelamatkan kehidupan ini, ketika sebagian besar generasi sekarang sedang menuju kehancuran.
Konon lagi di Aceh, sebagai daerah otonom dalam bidang pendidikan, agama, budaya dan kaum ulama sudah semestinya menyambut baik prnyelenggaraan PAUD berbasis masjid ini sebaga salah satu kekhasan Aceh. Semoga penyelamatn ini belum terlambat.
*) PENULIS adalah Peminat Masalah Pendidikan, Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.