Salam
Pusat Perlu Meninjau Ulang Sengketa Empat Pulau
PEMERINTAH Pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri kiranya perlu meninjau ulang terhadap keputusannya yang me-masukkan empat pulau di Aceh Singk
PEMERINTAH Pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri kiranya perlu meninjau ulang terhadap keputusannya yang me-masukkan empat pulau di Aceh Singkil ke wilayah Sumatera Utara. Sebab, keputusan tersebut dinilai telah melukai rasa keadilan masyarakat Singkil, disamping juga bisa mengganggu hubungan baik antara Aceh dan Sumut.
Kita sebenarnya tidak bisa memahami mengapa keputusan tersebut bisa lahir tanpa melibatkan banyak pihak, terutama para pemangku kepentingan yang lebih luas termasuk kalangan de-wan perwakilan rakyat dari berbagai tingkatan. Artinya keputusan sebesar dan sepenting itu tidak hanya diserahkan kepala para di-nas di dua provinsi, yakni Aceh dan Sumatera Utara.
Untuk itu, kita mengharapkan agar Pemerintah Pusat bisa menenang-kan kegelisahan masyarakat Aceh yang merasa harkat dan martabatnya terganggu. Perlu diketahui bahwa persoalan tapal batas ini sesungguhnya sangat sensitif, karenanya sangat diperlukan kehati-hatian sebelum kebi-jakan tersebut lahir menjadi keputusan Kemendagri (Permendagri).
Sebelumnya diberitaka bahwa masyarakat Aceh Singkil akan be-ramai-ramai berkemah di empat pulau di Aceh yang diklaim masuk wilayah Sumatera Utara. Ancaman masyarakat di Aceh Singkil itu di-ungkapkan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), H. As-mauddin SE, saat mengisi podcast di Studio Serambinews. Meuna-sah Manyang, Pagar Air, Aceh Besar, Rabu (30/8/2023).
Dalam podcast yang dipandu News Manager Serambi Indonesia, Bukhari M Ali, Asmauddin mengatakan, bahwa dirinya mendapatkan kabar tersebut dari masyarakat langsung. “Masyarakat Singkil su-dah kontak kami. Mereka merencanakan berkemah besar-besaran di empat palau yang disengketakan," ungkap Asmauddin.
Anggota dewan dari Aceh Singkil ini menyebut bahwa rencana masyarakat untuk berkemah di empat pulau itu dilakukan seca-ra swadaya. “Dimana yang bisa ditempati, mereka akan berke-mah secara swadaya bersama-sama di situ," sebut Asmauddin.
Tak hanya itu, masyarakat Aceh Singkil siap menggerakkan massa ke Banda Aceh atau pusat, meminta pemerintah untuk mengkaji ulang soal keputusan penetapan wilayah pulau terse-but. “Tapi kami katakan jangan, percayakan dulu kepada peme-rintah. Begitulah suasana (msyarakat) di sana," ulasnya.
Diketahui, empat pulau yang selama ini diyakini milik Aceh le-pas masuk dalam wilayah Tapanuli Tengah, Sumut, yaitu Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Sengketa perebutan empat pulau yang sebelumnya masuk da-lam wilayah Aceh, berakhir setelah keluarnya Keputusan Menda-gri Nomor 100.1.1-6117 tahun 2022 tanggal 14 Februari 2022.
Sebagai perwakilan rakyat Aceh yang salah satunya mewakili wAceh Singkil, Asmauddin juga berang dengan keputusan terse-but. Ia mengaku memiliki sejumlah fakta historis dan lapangan yang menyebutkan bahwa empat pulau tersebut berada dalam wilayah Aceh. Buktinya, Asmauddin pernah menjadi Camat Keca-matan Singkil tahun 1993-1999.
Asmauddin juga memegang bukti kesepatakan bersama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh tahun 1992 yang ditandatangani Gubernur Kepala Daerah (KDH) Istimewa Aceh Ibrahim Hasan dengan Guber-nur KDH Sumut, Raja Inal Siregar, serta disaksikan Mendagri Rudini.
“Saya tahu tentang empat pulau tersebut karena sebelum ke DPRA, saya bagian dari birokrasi. Saya pernah menjadi Camat Singkil dari tahun 1993-1999, sebelum pemerkaran Aceh Selat-an. Kebetulan empat pulau itu berada di wilayah hukum kerja kami,” kata Anggota DPRA dari fraksi Partai Demokrat tersebut.
Dari aspek sejarah, sejak puluhan tahun pulau-pulau tersebut telah dihuni oleh masyarakat Aceh.
Hal ini dibuktikan dengan luasnya kebun kelapa yang terdapat di Pulau Panjang dan keseluruhan diakui oleh masyarakat Sing-kil Utara dan masyarakat Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah. Tak hanya itu, masyarakat dari wilayah perbatasan yang masuk ke wi-layah keempat pulau itu, juga menghargai adat dan hukum yang berlaku di daerah setempat.
Untuk itu, sekali lagi, kita berharap Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kemendagri agar meninjau kembali terhadap keputusan-nya tersebut yang kita pandang keliru. Dengan demikian, masya-rakat Aceh pun tidak perlu lagi membuang-buang energi untuk memikirkan sengketa empat pulan ini. Semoga!
POJOK
Mendikbudristek Nadiem Makarim menyerahkan tugas akhir mahasiswa ke kampus
Iyalah Mas Mentri, tak mungkin dikasih ke pengadilan sih…
Dokter anestesi RSUZA Banda Aceh ungkap bahaya tramadol bagi kesehatan
Dan bahayanya jaringan peredaran tramadol biar jadi tugas polisi, kan?
Subsidi motor listrik sebesar Rp 7 juta dibuka untuk umum, kata Menteri Perindustrian
Kayaknya Pak Menteri ini sering pimpin sidang ya?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.