Salam
Minimnya Lapangan Kerja di Aceh
BANYAK generasi muda yang resah dengan kondisi ekonomi Aceh saat ini. Resah karena lapangan pekerjaan tidak tersedia untuk mereka, sementara mereka ya
BANYAK generasi muda yang resah dengan kondisi ekonomi Aceh saat ini. Resah karena lapangan pekerjaan tidak tersedia untuk mereka, sementara mereka yang membutuhkan kerja semakin banyak saban hari. Dalam waktu setahun, ribuan lulusan baru keluar dari kampus-kampus terkemuka di Aceh seperti Uni-versitas Syiah Kuala, UIN Ar-Raniry, Unimal, dan lain sebagainya. Itu belum termasuk kampus swasta yang jumlahnya di Aceh juga mencapai 38 perguruan tinggi yang terakreditasi. Sebagian lulus-annya jadi pengangguran terdidik.
Keresahan juga diungkapkan oleh Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri. Dia menyampaikan bahwa fenomena ini marak terjadi da-lam kisaran lima tahun terakhir. Dia mengklaim, hal itu terjadi sejak PA tak lagi menguasai eksekutif. “Program-program pem-bukaan lapangan pekerjaan dan program-program bantuan modal usaha telah dihilangkan oleh rezim yang berlawanan dengan Par-tai Aceh,” ungkapnya kepada Serambi, Jumat (1/9/2023).
Sebagai salah satu daerah termiskin di Indonesia, tidak mu-dah bagi pemuda-pemudi Aceh untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, khususnya di sektor formal, yakni pada pekerjaan-pekerjaan yang memberikan gaji tetap, baik sebagai ASN mau-pun di sektor swasta.
Nah, mereka kemudian berbondong-bondong ke luar Aceh. Na-mun, minimnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki juga membuat mereka tidak mudah mendapatkan pekerjaan yang ide-al di luar Aceh. Yang tersedia justru lapangan kerja nonformal, atau bahkan yang ‘ilegal’.
Sebagian kaum perempuan menjadi TKW di Malaysia, hingga negara-negara Arab. Bagi pria juga demikian, berusaha menda-patkan kerja di sektor-sektor nonformal. Misalnya menjadi peme-tik buah sawit di Malaysia atau mencoba mengadu nasib di ibu kota negara, Jakarta.
Di sektor ini pun tak seluruhnya tertampung. Pasar sangat kompetitif. Hanya mereka yang punya keterampilan, yang berha-sil beradaptasi.
Itu sebab, sebagiannya beralih ke dalam perdagangan barang-barang ilegal, mulai dari sabu, ganja, hingga tramadol. Bisnis tra-madol menggiurkan, karena penggunanya lumayan banyak.
Sebagai obat yang masuk daftar G atau obat keras, mendapat-kan tramadol harus pakai resep dokter. Disebut-sebut, ada ba-nyak warga Aceh yang berkecimpung dalam binsis ini.
Pakar ekonomi dari Universitas Syiah Kuala (USK), Dr H Rus-tam Effendi SE M Econ CFRM, CHRA, CIFA mengatakan, warga Aceh berbondong-bondong mencari kerja di luar Aceh, karena ekonomi Aceh terisolasi sejak bertahun-tahun silam.
“Intinya, pertumbuhan ekonomi Aceh yang rendah salah sa-tunya akibat minimnya pendorong mesin pertumbuhan ekonomi. Mesin pendorong itu adalah belanja modal yang selama ini amat terbatas dikarenakan terlalu banyak anggaran yang dialokasikan untuk pos-pos yang tidak produktif (konsumtif),” kata Rustam Ef-fendi kepada Serambi, Jumat (1/9/2023).
Dikatakan, lambannya gerak mesin pertumbuhan ditandai de-ngan rendahnya angka laju pertumbuhan ekonomi daerah Aceh yang rata-rata masih di bawah angka rata-rata Sumatera & Na-sional.
Akibatnya, kemampuan perekonomian daerah dalam mencip-takan lapangan pekerjaan bagi warga daerah juga menjadi ter-batas, sehingga berdampak pada tingginya angka penganggur-an terbuka (TPT).
Di sisi lain, ketersediaan lapangan kerja di sektor formal (yang bergaji tetap/permanen) juga kian menurun, dan sudah tidak da-pat dijadikan sandaran lagi oleh angkatan kerja produktif, khu-susnya lulusan terdidik.
“Setiap tahun jumlah mereka yang menganggur meningkat, ku-rang tertampung oleh kesempatan kerja yang mampu disediakan daerah,” katanya. Semua ini akan berdampak pada tingginya angka kemiskinan.
Lalu, bagaimana solusinya? Solusinya, gunakan anggaran da-erah secara selektif. “Prioritaskan untuk sektor-sektor yang pro-duktif, arahkan untuk sektor-sektor basis seperti pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, perdagangan/UMKM) di da-erah yang dapat menyerap tenaga kerja,” kata Rustam.(*)
POJOK
PBNU sebut tidak ada Capres-Cawapres atas nama NU
Betul Pak. Yang ada atas nama Ganjar, Pra-bowo, dan Anies-Cak Imin
Pertamina dorong bright gas jadi elpiji andalan
Duh, elpiji subsidi mulai ditinggalkan?
Usut Kasus tahun 2012, KPK buka peluang periksa Cak Imin
Peribahasa: Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan kelihatan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.