Salam

Sekolah Ramah Anak Memang Diperlukan

Di Indonesia, kekerasan terhadap anak sudah membudaya dan dilakukan secara turun temurun. Akibatnya, dari tahun ke tahun kasus kekerasan terhadap anak

Editor: mufti
le360.ma
Ilustrasi 

Tak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini, banyak diberitakan di berbagai mass media soal kekerasan terhadap anak. Ada yang dipukul, disiram dengan air panas, hingga ada juga yang tubuhnya disetrika. Kenyataan itu sangat memprihatinkan dan makin meneguhkan persepsi bahwa kekerasan terhadap anak belum bisa diselesaikan, walaupun dengan aturan hukum dan perundang-undangan.

Di Indonesia, kekerasan terhadap anak sudah membudaya dan dilakukan secara turun temurun. Akibatnya, dari tahun ke tahun kasus kekerasan terhadap anak terus bertambah. Salah satu pemicunya adalah kemiskinan atau kesulitan ekonomi yang dihadapi para orang tua.

Namun, faktor tersebut bukan satu-satunya faktor pemicu kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak terkait erat dengan faktor kultural dan struktural dalam masyarakat. Aksi kekerasan tersebut tidak hanya terjadi di luar sekolah, tetapi lingkungan sekolah pun kerap terjadi, terutama sekolah berasrama.

Untuk itu, munculnya ide dari kalangan anggota DPRK Banda Aceh tentang perlu adanya regulasi sekolah ramah anak patut kita dukung sepenuhnya. Sebab, kenyamanan di sekolah merupakan hak yang wajib diterima siswa, sehingga mereka bisa belajar dengan tenteram tanpa adanya rasa ketakutan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa jika munculnya kegaduhan di sekolah, maka kondisi itu akan memberi efek buruk bagi mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Anak-anak menjadi tidak nyaman, was-was, hingga konsentrasi belajar terganggu, yang kesemua itu berujung pada kualitas lulusan sekolah.

Sebelumnya diberitakan, anggota Komisi IV DPRK Banda Aceh Dr Musriadi, SPd, MPd mendorong pemerintah agar menginisiasi lahirnya regulasi Sekolah Ramah Anak. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang protektif bagi anak dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya.

Seperti diketahui, kata Musriadi, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin marak terjadi di Kota Banda Aceh. Berdasarkan data yang dicatat dan didampingi oleh UPTD PPA Kota Banda Aceh, sampai Agustus 2023 berjumlah 109 orang (Perempuan 67 orang dan anak 42 orang) mengalami kasus kekerasan. “Situasi tersebut sangatlah memprihatinkan, tentu hal ini akan menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan semua unsur masyarakat Kota Banda Aceh,” kata Musriadi.

Mustiadi menyampaikan itu dalam kegiatan Pertemuan Koordinasi dan Kerja Sama Lintas Sektor Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Banda Aceh di Seventeen Hotel, Rabu (20/9/2023).

Karena itu, ia mendesak pemerintah  untuk membentuk satgas di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan sekolah sesuai regulasi  agar bisa meminimalisir kumungkinan terjadinya indikasi kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah di semua jenjang pendidikan serta pasantren dan dayah. “Sekolah ramah anak harus menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskiminasi, dan perlakuan salah di semua jenjang pendidikan dan pasantren serta dayah," kata politisi Partai Amanat Nasional tersebut.

Menurut Musriadi, untuk mewujudkan Sekolah Ramah Anak ada beberapa yang harus diperhatikan, yaitu ada komitmen dengan kebijakan, pelaksanaan proses pembelajaran dan tenaga pendidik yang memahami hak anak, sarana dan prasarana Sekolah Ramah Anak, partisipasi orang tua dan masyarakat.

Potensi kekerasan terhadap anak bisa terjadi di sekolah, pasantren dan dayah, yaitu kekerasan pada siswa oleh temannya, yang dilakukan oleh guru atau kepala sekolah, tindak kekerasan pada kegiatan sekolah seperti ekstrakulikuler dan tawuran antarpelajar. Untuk itu harus ada cara penanganan dalam penanggulangan kekerasan, sanksi bagi pelaku, dan upaya pencegahan kekerasan di sekolah.

Dengan melindungi anak dari kekerasan, berarti kita sedang menyelamatkan masa depan bangsa. “Karena itu kami mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Banda Aceh, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Agama untuk bersinergi menciptakan sekolah aman dan nyaman bagi warga sekolah melalui program Sekolah Ramah Anak (SRA). Percepatan SRA harus dilakukan seluruh stakeholder terkait demi kepentingan terbaik bagi anak,’’ tutur Musriadi.

Untuk itu, kita tentu saja setuju diberlakukan regulasi yang ramah anak, terutama di lingkungan sekolah. Apalagi mengingat usia sekolah adalah masa-masa yang sangat rentan terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan bagi si anak, sehinggan dengan lahirnya regulasi tersebut akan membuat hidupnya lebih tenteram. Semoga!

POJOK

Jangan sampai ganti pimpinan, ganti visi lagi, pinta Jokowi

Sudahlah Pak, serahkan kepada rakyat saja…

Sudah banting harga jualan tetap tak laris, curhatan pedagang Tanah Abang

Sudah saatnya kini banting stir, tahu?

Satpol PP WH Kota Banda Aceh tertibkan ratusan pedagang kaki lima

Semoga di antara mereka tak ada yang berkaki palsu, kasihan…

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved