Opini
Fenomena Generasi Z dan Kesehatan Mental
Posisi ketiga yaitu generasi X rentang tahun kelahiran 1965-1980 dengan jumlah persentase mencapai 21,88 % atau setara dengan 58,65 juta jiwa. Sementa
Eka Sari Yanti, Mahasiswi Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
MENURUT data sensus penduduk Indonesia tahun 2020 terdapat 27,94 persen penduduk dikategorikan sebagai generasi Z. Persentase ini berarti keberadaan jumlah generasi Z merupakan jumlah tertinggi dengan angka 74,93 juta dari total penduduk Indonesia dengan rentang tahun kelahiran 1997-2012. Adapun posisi persentase terbanyak kedua adalah generasi milenial dengan jumlah persentase 25,87 % pada angka 69,38 juta jiwa dengan rentang tahun kelahiran 1981-1996.
Posisi ketiga yaitu generasi X rentang tahun kelahiran 1965-1980 dengan jumlah persentase mencapai 21,88 % atau setara dengan 58,65 juta jiwa. Sementara posisi keempat dengan jumlah 11,56?ngan rentang tahun kelahiran 1946-1964 yang disebut dengan generasi baby boomer. Sedangkan jumlah post Gen Z (setelah 2013) berjumlah 10,88 % . dan terakhir yang paling sedikit adalah generasi pre baby boomer yaitu tahun kelahiran sebelum 1946 dengan jumlah persentase 1,87 % .
Dilihat dari data di atas, keberadaan generasi Z merupakan jumlah yang mendominasi masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian serius dari setiap kalangan dalam mendidik dan mengontrol generasi yang berumur 10-25 tahun ini khususnya dalam segi gaya hidup dan kesehatan mental.
Mengingat generasi ini berada pada generasi yang penuh perubahan baik dari sisi IPTEK maupun IMTAQ dan akan memasuki masa-masa produktif. Hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pola asuh, lingkungan, dan juga gaya hidup yang berujung pada perubahan perilaku sehingga mempengaruhi kesehatan mental.
Dari hasil penelitian, ada beberapa kebiasaan Gen Z yang dianggap negatif dan berpengaruh terhadap kesehatan mental salah satunya Internet Addiction Disorder yaitu pemakaian internet secara terus menerus sehingga dapat mengganggu kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini mahasiswa mengalami masalah kesehatan di masyarakat. Kemudahan akses internet saat ini membuat mahasiswa lebih rentan kecanduan terhadap internet. Faktor yang mempengaruhi kecanduan internet seperti stres akademik, kedekatan keluarga, kedekatan teman sebaya dan cepat emosi.
Ciri adiksi dari sisi emosi yaitu merasa lebih baik ketika membuka situs kesukaan, merasa gelisah ketika jauh dari internet, mengabaikan orang di sekitar demi akses internet, kehilangan ketertarikan aktifitas di dunia nyata, mulai bohong tentang apa saja yang dilakukan di internet, lebih memilih daring daripada tidur di malam hari. Ciri adiksi dari sisi fisik yaitu mengalami perubahan fisik tubuh, sakit kepala, sakit punggung, sakit pergelangan tangan akibat terlalu lama memegang gadget.
Adapun di antara pengaruh Internet Addiction Disorder yaitu menurunnya minat belajar. Hal ini karena motivasi belajar siswa/mahasiswa tersebut juga menjadi berkurang karena lebih mementingkan jejaring sosialnya dari pada prestasi belajarnya.
Penggunaan gawai dan media sosial yang berlebihan juga mengakibatkan gen Z merasa inferiority. Salah satu media sosial yang banyak digunakan oleh gen Z saat ini adalah Instagram. Selain mempunyai dampak positif, nyatanya Instagram juga menyebabkan efek negatif, terutama bagi psikologis individu.
Survei Royal Society of Mental Health (2017) menunjukkan bahwa Instagram adalah media sosial yang paling berpengaruh buruk bagi kesehatan mental. Penelitian Brooks (2015) menunjukkan bahwa efek negatif yang ditimbulkan Instagram adalah tingkat stres yang tinggi dan tingkat kebahagiaan yang rendah. Hasil survei menunjukkan bahwa mengakses Instagram dapat membuat respondens merasa tidak percaya diri, overthinking, dan timbul perasaan iri akibat membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang dilihat di Instagram. Penelitian Yesilyurt dan Turhan (2020) menunjukkan bahwa menghabiskan waktu bermain sosial media dapat menyebabkan kepuasan hidup menjadi rendah.
Menyelamatkan generasi
Selain itu, fenomena perubahan gaya hidup gen Z selanjutnya adalah perubahan komunikasi. Hal ini dapat dirasakan ketika berkomunikasi dengan sebagian gen Z yang kurang fokus lantaran asyik dengan gawai, proses komunikasi dari aktif menjadi pasif sehingga lawan bicara merasa diabaikan. Ini juga menyebabkan komunikasi tatap muka kian berkurang.
Perilaku abai dalam komunikasi ini tentunya membuat orang lain merasa kesal karena merasa tidak didengarkan. Jika dahulu sebelum mengenal gawai, intensitas komunikasi antara satu orang dengan yang lainnya saat bersamaan lebih kuat. Banyak cerita yang bisa disampaikan dan cerita itu dipahami oleh anggota yang ikut berdiskusi di sebuah tempat. Realitanya pada saat ini sudah bisa disaksikan di mana saja terlihat orang kumpul-kumpul bersama sibuk memainkan gawainya masing-masing.
Setelah melihat beberapa fenomena perilaku gen Z di atas, tentunya setiap pihak harus memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan ini. Baik dari orang tua, keluarga, lingkungan, lembaga pendidikan, bahkan pemerintah juga harus ikut andil dalam menyelesaikan masalah ini. Agar terhindarnya gen Z dari perilaku menyimpang dan sebaliknya tercipta perilaku yang sehat baik secara fisik maupun mental. Karena kesehatan fisik dan mental seyogianya saling melengkapi dan saling mempengaruhi.
Harapan Kepada 17 Guru Besar UIN Ar-Raniry, Penuntun Cahaya Bagi Umat |
![]() |
---|
Humas dan Media di Era Digital, Ibarat Jembatan dan Jalan Membangun Komunikasi dan Citra Institusi |
![]() |
---|
Ayah, Pulanglah dari Warung Kopi, Semai Cinta di Rumah |
![]() |
---|
Haruskah Karya Anak Bangsa Terindeks Scopus |
![]() |
---|
Menyusui dan Dukungan Berkelanjutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.