Kupi Beungoh
Lima Tesis tentang Posisi Tawar Aceh setelah Pemilu
Dengan penataan diplomasi dan komunikasi tersebut, dapatlah menjadi salah satu bentuk dari pentingnya posisi tawar Aceh nantinya
Walaupun, saya tidak terlalu yakin bahwa hal itu akan terjadi, mengingat tipikal Prabowo Subianto yang dari unsur tentara sehingga dianya akan memahami dengan betapa pentingnya Aceh dalam hamparan wawasan Nusantara ini.
Kedua, perlu adanya artikulasi politik yang jernih dari wakil-wakil Aceh yang duduk di Senayan, baik dari anggota legislative, maupun perwakilan daerah.
Kita harus menyampaikan kritik lugas bahwa masa-masa sebelumnya, kecuali era penyusunan Undang-Undang Pemerintah Aceh, bahwa wakil-wakil rakyat di sana belum menampilkan performa dengan baik.
Hal tersebut ditunjukkan dengan terkejutnya kita menerima kabar dari Jakarta tentang poin-poin yang belum tuntas dari kesepakatan politik dan hukum yang sudah ada.
Wakil rakyat yang artikulatif itu penting untuk menjelaskan posisi tawar Aceh di depan pemerintahan baru nantinya. Jangan sampai, wakil rakyat ada secara status, tetapi raib ketika diperlukan.
Ketiga, ini poin yang tidak kalah penting, car akita di Aceh menampilkan wajah ke pubik nasional juga harus diubah. Tidak perlu terus menerus kita menampilkan wajah sengit dan suara keras menyala.
Saya mengambil contoh tentang kegemparan yang disebabkan oleh penyataan Pangliman TNI mengenai Partai Aceh sebagai wadah yang dapat memicu konflik pada pelaksanaan Pilkada 2024 nantinya.
Pernyataan yang terus terang mengejutkan, lalu tidak lama complain pun berdatangan dari Aceh. Saya tentu dapat memahami bantahan yang disampaikan, terutama oleh Partai Aceh.
Baca juga: Lima Tahun Terakhir Otsus Tantangan dan Harapan
Namun, pokok pikiran lain yang hendak saya sampaikan disini adalah bukankah kita juga bisa menampilkan wajah komunikasi dan diplomasi yang berbeda.
Padahal kefasihan berdiplomasi dan berkomunikasi merupakan tradisi kita sejak masa lalu.
Dengan penataan diplomasi dan komunikasi tersebut, dapatlah menjadi salah satu bentuk dari pentingnya posisi tawar Aceh nantinya.
Keempat, memperkuat kembali kepentingan daerah di level wacana dan gerakan. Harus ada sinergi di antara seluruh elemen masyarakat Aceh.
Jangan sampai pihak Jakarta telah melihat bahwa Aceh kini bukan lagi satu entitas yang satu.
Oleh karena itu, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dari berbagai unsur. Kepemimpinan yang memperlihatkan bahwa Aceh bukanlah wilayah tanpa nahkoda sehingga bisa diobrak-abrik sekena hati.
Baca juga: Apakah Sah Puasa Kalau belum Mandi Junub hingga Lewat Waktu Subuh, Ini Penjelasan Buya Yahya
Kelima, tetap menjadikan dunia internasional sebagai kawasan yang lekat dengan bangunan berpikir dan mentalitas orang Aceh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.