Kupi Beungoh

Toke, Tokoh, Tukang, Teuntra & Tuhan

Bagi yang belum berhasil, semoga menjadi catatan dan pelajaran berharga untuk bertarung kembali di Pesta Demokrasi 5 tahun ke depan.

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Danil Akbar Taqwadin, PhD. Sekretaris DPD KNPI Aceh dan Akademisi Ilmu Politik, FISIP UIN Ar-Raniry 

Oleh: Danil Akbar Taqwadin*)

Selamat kepada seluruh kontestan yang telah berhasil mengamankan kursi-kursinya di Parlemen. 

Bagi yang belum berhasil, semoga menjadi catatan dan pelajaran berharga untuk bertarung kembali di Pesta Demokrasi 5 tahun ke depan. 

Namun yang pasti, banyak hal yang dapat dipetik dari dinamika pemenangan Pileg tempo lalu, terutama besarnya pengaruh dimensi “Toke, Tokoh, Tukang, Teuntra dan Tuhan” dalam kontestasi ini.

Pertama, “Toke” atau dimensi finansial. Menurut penulis, krusialnya faktor modalitas keuangan telah menjadi pembahasan penting sejak awal tahapan Pileg. 

Beberapa Caleg yang penulis temui bahkan merasa “keder” dan memilih untuk “berhenti bertarung” ketika merasa modalitas yang dimiliki dirasa kurang untuk mengamankan suara di lapangan. 

Apalagi dinamika politik terkini mengharuskan para Caleg untuk memberikan “siraman” bagi para konstituen. Apabila tidak, maka jelas tidak ada harapan untuk terpilih.

Dari observasi yang penulis lakukan, “rate” yang perlu dikeluarkan oleh calon per Kepala, tergantung pada level pertarungan yang dijalani. 

Di level Parlemen Kabupaten/Kota berkisar antara 150K - 300K. Bahkan ada yang sampai 500K per Kepala. 

Di level Parlemen Provinsi sekitar 100K - 200K. Di level Parlemen RI sekitar 50K - 200K. 

Baca juga: Panwaslih Aceh Utara Sidang 6 Kasus Dugaan Penggelembungan dan Pergeseran Suara Caleg Pemilu 2024 

Sedangkan di level DPD, sebagian besar mengandalkan modalitas ketokohan, meskipun ada juga sebagian yang menggunakan kapabilitas tim sukses yang telah ada, ataupun kawalan “orang dalam”.

Kedua, “Tokoh” atau status individu. Peringkat popularitas, label Teungku, pimpinan partai, tokoh masyarakat, anak tokoh, atau mantan Panglima, masih dipandang sebagai modal penting bagi para caleg. 

Ada benarnya! Setidaknya mereka bisa mengakses lumbung-lumbung suara dimana yang lain belum tentu bisa mengaksesnya. 

Hal ini terjadi! Buktinya ramai para caleg yang memiliki modal finansial lebih, tapi tidak bisa mengakses ceruk-ceruk suara yang telah dikooptasi oleh caleg lainnya yang punya tingkat ketokohan yang lebih besar. 

Khusus pada level DPD, para caleg cenderung menggunakan aspek ini dibandingkan finansial. Mungkin perlu ada penelitian lanjutan mengenai hal ini.

Ketiga, “Tukang” atau mesin pemenangan. Bagi sebagian caleg, meskipun memiliki modal finansial yang besar, ketokohan yang mumpuni, tapi tidak mempunyai “mesin” pemenangan atau eksekutor lapangan yang efektif juga tidak menjamin kemenangan bisa diraih. 

Karena bukan hanya para Caleg, individu-individu tertentu kerap kali menawarkan diri untuk menjadi timses, tapi dengan tujuan untuk mengambil manfaatnya saja dan tidak bekerja maksimal seperti yang diharapkan. 

Baca juga: Lima Tesis tentang Posisi Tawar Aceh setelah Pemilu

Alih-alih menang, malah Caleg mengalami kerugian yang tidak sedikit, seperti yang dialami Pak Salam Pasar Pagi, “timses 400, suara 300” dalam adegan sebuah film.

Keempat, “Teuntra” atau kawalan. Istilah ini identik dengan personel berseragam. Tidak mesti TNI/Polri, toh penyelenggara pemilu juga ber-“seragam”. 

Contoh kecilnya, peran aspek ini tampak dari hadirnya perubahan-perubahan perolehan suara yang berlaku dari form C1 ke form berikutnya. 

Maka wajar muncul istilah “meunang keon bak yang pileh, tapi bak yang tuleh”. Bagi sebagian caleg, aspek ini juga digunakan pada kerja-kerja pasca hari-H dan seringkali menentukan kemenangan.

Kelima, “Tuhan” atau takdir. Aspek ini sudah pasti mempengaruhi keempat aspek yang telah disebutkan sebelumnya. 

“Raseuki bak peng, raseuki bak tuboh jeut keu tokoh, raseuki meurumpok ngen ureung-ureung yang jeut keurija, ngeon raseuki meusyara ngen KPPS” adalah bagian dari rencana Tuhan yang seringkali tidak terbayangkan sebelumnya. 

Bahkan pada aspek ketidak-raseuki-an sekalipun, juga mempengaruhi aspek kerja-kerja pemenangan. 

Misalnya ada yang semestinya lolos, tapi di penghujung akhir ternyata terjerembab karena aturan batasan yang disahkan oleh Pemerintah. 

Baca juga: VIDEO Ketua MK Suhartoyo Tegur Hotman Paris saat Sidang Sengketa Pemilu 2024, Dianggap Bertele tele

Hal-hal ini seringkali di luar kuasa manusia, yang sulit untuk diselesaikan kecuali dengan cara-cara yang...ya begitulah.

Pada akhirnya, penulis hanya secara sederhana saja mengilustrasikan bagaimana dimensi yang mempengaruhi kerja-kerja pemenangan para caleg, bukan hanya pada konteks Aceh saja, tapi juga pada level nasional, bahkan di berbagai Negara sekalipun. 

Kedepannya pula, perjuangan para Calon Kepala Daerah di berbagai Provinsi dan Kabupaten/Kota, termasuk Aceh, juga akan dipengaruhi oleh dimensi ini pula. Selamat, semoga sukses!

*) PENULIS adalah Sekretaris DPD KNPI Aceh, Akademisi Ilmu Politik, FISIP UIN Ar-Raniry, Email: danylabay@gmail.com

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved