Breaking News

Kupi Beungoh

Secondary Trauma: Ancaman Tersembunyi dari Tayangan Kekerasan

Efek kekerasan memungkinkan setiap individu yang menyaksikan atau terpapar secara tidak langsung berpotensi terkena secondary trauma 

Editor: Amirullah
For Serambinews
Siti Hajar Sri Hidayati, S.Psi., M.A. Dosen Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry 

Hal ini bisa menjadi lebih rumit ketika individu yang menyaksikan, mendengar, atau membaca tentang peristiwa konflik yang bermuatan kekerasan, kemudian memiliki ikatan emosional yang kuat, pernah mengalami trauma sebelumnya, menunjukkan tingkat empati yang tinggi, dan sebagainya.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenali gejala-gejala yang menandakan kemungkinan munculnya secondary trauma. Sehingga kita dapat mengantisipasi dan mengelola dampak negatif yang mungkin timbul.

Gejala Secondary Trauma

Secondary trauma, merupakan fenomena yang dapat menghasilkan sejumlah gejala yang mempengaruhi individu yang terlibat dalam memberikan dukungan atau menyaksikan dampak traumatis pada orang lain.

Dikutip dari Professor Northwestern University yaitu Dr. Nate Perron, (2022): mengatakan bahwa gejala secondary trauma dapat diklasifikasikan dalam berbagai kelompok gejala, termasuk gejala emosional, kognitif, dan fisik.

Secara emosional, individu yang mengalami secondary trauma sering merasa terbebani oleh tingkat stres yang tinggi, gelisah, dan mudah marah karena mereka terpapar dengan pengalaman traumatis orang lain.

Mereka mungkin juga mengalami periode depresi yang mendalam, kesedihan yang berkepanjangan, dan rasa bersalah yang tak terhindarkan karena merasa tidak dapat membantu atau meringankan penderitaan korban. Dan juga, mereka bisa saja kehilangan minat serta motivasi dalam kegiatan sehari-hari.

Secara kognitif, secondary trauma dapat menyebabkan kesulitan dalam berkonsentrasi, munculnya mimpi buruk dan kilas balik (flashback) tentang pengalaman traumatis orang lain, dan cenderung menghindari situasi atau tempat yang memicu kenangan tersebut.

Di samping itu, gejala fisik seperti kelelahan yang konstan, sakit kepala yang berulang, gangguan pencernaan, dan masalah tidur sering kali menjadi bagian dari pengalaman secondary trauma.

Gejala secondary trauma dapat muncul secara bertahap dan dapat memperburuk kualitas hidup jika tidak ditangani dengan tepat.

Adanya pemahaman yang lebih baik tentang gejala ini penting agar individu yang terkena dampaknya dapat mengidentifikasi dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi, serta untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan yang sesuai dan perawatan yang diperlukan untuk pemulihan mereka.

Mengatasi Secondary Trauma

Berdasarkan beberapa kajian psikologi tentang secondary trauma disebutkan terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan agar menjaga kondisi emosional dan pikiran saat terpapar tayangan kekerasan.

Pertama, tetapkan batasan pribadi yang sehat dan alokasikan waktu secara khusus untuk melakukan self-care.

Ini dapat mencakup kegiatan seperti berjalan-jalan di alam, membaca buku, mendengarkan musik, atau melakukan hobi yang disukai.

Penting untuk memberi diri sendiri kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan energi setelah terpapar pada konten yang mengganggu secara emosional.

Selanjutnya, dukungan sosial dari keluarga, teman, dan orang-orang terdekat sangatlah penting.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved