Breaking News

Citizen Reporter

ANTAR, Lembaga Keuangan Mikro di Bangladesh untuk Fakir Miskin

Dalam kunjungan ini saya ingin melihat secara dekat apa saja yang dilakukan oleh jaringan AMAN di negara-negara anggotanya.

Editor: mufti
IST
Prof. KAMARUZZAMAN BUSTAMAM-AHMAD, M.Sh,.Ph.D., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, melaporkan dari Dhaka, Bangladesh 

Para perempuan yang ingin bergabung bersama ANTAR akan mengajukan bantuan untuk kegiatan ekonomi mereka. Mereka diharuskan membuat kelompok, terdiri atas maksimal sepuluh wanita. Setelah itu, mereka mengajukan berbagai kegiatan untuk membangkitkan sistem perekonomian mereka di level keluarga.

Bantuan usaha adalah sesuatu yang diharapkan oleh para calon penerima bantuan. Mereka lebih memercayai perempuan karena mereka selalu berada di rumah dan mudah untuk diajak kerja sama ketika ada persoalan muncul di tengah jalan.

Setelah itu, ANTAR akan memonitor kegiatan mereka dari penggunaan dana yang dpinjamkan kepada kelompok tersebut. Sistem kelompok ini dipandang sangat efektif karena masing-masing individu akan menjalankan tanggung jawab masing-masing, sesuai dengan kesepakatan antara mereka dengan ANTAR.

Di sini, jika ada yang ingin melakukan hal-hal yang tidak disepakati, akan diselesaikan oleh pihak kelompok, bukan oleh pihak ANTAR. Sehingga, setiap anggota akan saling mengawai sesama mereka supaya tidak memiliki masalah dengan ANTAR.

Dana yang dikelola oleh ANTAR saat ini hampir mencapai 5 juta dolar, dari hasil perputaran dana yang mereka dapatkan dalam rangka mendampingi masyarakat miskin. Para anggota benar-benar merasakan manfaat dari bantuan keuangan ANTAR tersebut. Beberapa yang pernah bergabung dengan ANTAR mampu keluar dari garis kemiskinan. Inilah yang menyebabkan ANTAR dapat bertahan hampir lebih dua dekade.

Model ANTAR ini memang merupakan bagian dari strategi Bank for the Poor (Bank untuk orang Miskin). Disebutkan bahwa kalau masing-masing anggota dapat melunasi pinjaman mereka dalam satu tahun, maka tidak ada biaya apa pun yang ditarik dari peserta. Sehingga, para wanita tersebut bekerja keras untuk membangun usaha mereka bersama keluarga masing-masing. Mereka hadir dan hidup di tengah-tengah masyarakat yang mereka danai.

Ketika kami singgah di satu cabang, terlihat beberapa warga tempatan datang untuk mendaftarkan diri dalam program ANTAR. Para staf menyambutnya dengan penuh keramahan. Di sini sangat diprioritaskan bagi mereka yang memiliki semangat untuk keluar dari jeratan persoalan ekonomi.

Dana yang dibantu minilam 9 jutaan rupiah. Mereka dapat mengembalikan dana tersebut dalam masa 45 minggu. Dana yang mereka kembalikan setiap minggu adalah 200.000-an rupiah.

Program ini tidak memberatkan peserta, sebab mereka dapat membayarnya secara cicilan, tanpa harus menjaminkan harta atau aset mereka, seperti ketika berurusan dengan bank.

Model Bank for the Poor ini sudah marak di Bangladesh sejak 1976. Keberhasilan Muhammad Yunus dalam program ini telah diakui secara internasional. Masyarakat paham betul bagaimana berinteraksi dengan lembaga keuangan mikro ini.

Pihak ANTAR menyatakan, peserta terus bertambah karena mereka terus membangun ekspansi kegiatan perekonomian keluarga. Kehadiran ANTAR atau lembaga-lembaga serupa lainnya sangat membantu perekonomian sebagian kecil warga Bangladesh.

Akhirnya, saya mendapatkan gambaran bahwa keberadaan lembaga seperti ANTAR, sebenarnya juga telah terlihat di Aceh, seperti pengalaman Baitul Mal Aceh. Hanya saja, Baitul Mal Aceh belum berani menjalankan misi Bank for the Poor, seperti yang dilakukan oleh ANTAR.

Kalaupun mengharapkan bantuan untuk kelompok miskin dari perbankan, tentu saja tidak memungkinan, karena orang miskin tak memiliki harta sebagai  jaminan dalam mendapatkan bantuan keuangan untuk usaha mereka.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved