KUPI BEUNGOH
Penguatan Perdamaian Pasca Pilkada 2024
Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, Tapi melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota mas
Dalam rangka untuk menciptakan kesejahteraan dibutuhkan stabilitas daerah yang baik, yaitu suatu kondisi yang aman, tentram dan damai.
Fasilitasi yang serius dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melibatkan berbagai stake holder agar selalu waspada atas berbagai keadaan dan kondisi di daerah yang rileks terhadap konflik sosial, akibat pengalaman masalalu dalam konflik kekerasan dan ketidak percayaan publik.
Pilkada telah selesai, saatnya para pihak berkerja sama untuk menurunkan suhu politik, membangun kepercayaan publik agar dapat menghilangkan ketidak percayaan atau menghindari terjadinya konflik.
Sebagaimana kita ketahui bahwa, konflik adalah penggunaan kekerasan oleh para pihak untuk mendapatkan tujuan, baik ekonomi, politik, maupun sosial budaya.
Konflik tidak terlepas dari perebutan terhadap nilai (value), kepentingan (interests), dan kebutuhan (needs). Namun, konflik sebenarnya tidak masalah bila tidak terjadi gesekan kekerasan atau saling memuhankan antara satu pihak dengan pihak lainnya.
Nah, dalam pelaksanaan pilkada, perdamaian sebuah hasil perjuangan dari kesepahaman bersama konsensus (resolusi konflik) para pihak untuk mengikuti semua tahapan dengan mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan kesetaraan.
Ini sesuai bahwa dalam penyelesaikan konflik kekerasan bukan hanya meniadakan konflik itu sendiri tetapi bagaimana untuk mentransformasikan konflik dengan kekerasan secara potensial, aktual ke dalam proses perubahan politik dan sosial secara damai.
Mengobati kekecewaan para pihak terhadap penyebab akar konflik; ekonomi, kekecewaan, ketidak adilan sosial, dan politik. Utamanya Pemilihan Kepala Daerah secara demokratis diharapkan menjadi pengakhiran berbagai konflik dalam masyarakat.
Politik demokrasi di Aceh selalu menjadi perhatian dan barometer nasional karena pengalaman pelaksanaan pilkada di Aceh pada masa lalu yang sering terjadi gesekan para pemilih dengan kekerasan, pemaksaan lebih tegang dan memanas.
Karena aktor-aktor politik masalalu yang masih bersikap dan bertindak dengan cara-cara kekerasan fisik dan psikologis, intimidasi, pembakaran, penggranatan rumah.
Penguatan Perdamaian
Aceh punya sejarah dan akar konflik dengan kekerasan. Para pemimpin Aceh berfikir dan bertindak sebagai putera Aceh, pemeluk Islam. (Audrey R. Kahin. 1990, hal 89), merasakan bahwa orang aceh telah berperang 70 tahun lamanya, sejak perang Aceh dengan Belanda dimulai pada bulan April 1873.
Dari zaman penjajahan sampai hari ini orang Aceh tidak pernah merasakan kalah perang (dijajah) oleh karenanya hasil Pilkada juga menjadi barometer di Aceh dalam menentukan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik Aceh dalam kurun waktu 2025-2030.
Permasalahan Aceh sekarang mungkin berbeda dengan 20 tahun lalu atau paling tidak dalam 15 tahun terakhir.
Masalah ekonomi sangat mendominasi permasalahan, kesenjangan ekonomi, tingkat pengangguran dan kemiskinan padahal Aceh daerah yang kaya hasil alamnya dibandingkan dengan daerah lain, dana otonomi khusus, bagi hasil migas, perkebunan sawit, sawah, hasil dari laut yang berlimpah, dana hibah penghasil karbon dll.
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.