Opini
Polwan, Hari Ibu dan Semangat Malahayati
Di momen Hari Ibu ini, mari kembali melihat perempuan sebagai sosok yang memiliki aspek positif baik sebagai ibu maupun istri di keluarga, serta berpe
Iptu Cut Laila Surya SH, Kapolsek Syiah Kuala Polresta Banda Aceh
PERINGATAN Hari Ibu pada setiap 22 Desember menjadi momentum meningkatkan eksistensi sekaligus membangkitkan semangat perempuan. Diketahui seorang perempuan merupakan dasar keberhasilan bagi laki-laki maupun anak-anaknya. Dari seorang perempuan yaitu “ibu” awal pendidikan diajarkan dalam rumah tangga, baik mengenai bagaimana cara berbicara, berjalan, adab hingga tingkah laku dalam hidup yang tertanam pada seorang anak dan menjadi bekalnya di masa depan.
Di momen Hari Ibu ini, mari kembali melihat perempuan sebagai sosok yang memiliki aspek positif baik sebagai ibu maupun istri di keluarga, serta berperan aktif secara luas di masyarakat. Berbagai pandangan mengenai kepemimpinan perempuan di kalangan ulama di masyarakat nyatanya tidak menyurutkan perempuan untuk memberi peran penting dalam sebuah perubahan, menginspirasi, mendorong dan pemberdayaan perempuan dengan berbagai latar belakang dan profesi.
Menilik sebagaimana dalam ajaran Islam, tidak ada ayat Alquran secara jelas menyatakan perempuan tidak boleh memimpin di tengah masyarakat. Larangan para ulama tidak boleh diserahkan kepada perempuan yaitu berdasarkan hadits bermakna “tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan kepada perempuan”, hal tersebut sejalan tetapi tidak semakna.
Kiprah perempuan
Pada masa kini, kiprah perempuan kerap dibenturkan dengan pandangan sebagian para ulama. Perlakuan ini jelas merupakan sebuah kemunduran, karena pada masa lalu perempuan berhasil memimpin dengan sukses. Di masa lalu, peran perempuan Aceh sangat luar biasa, tidak saja dalam lingkup keluarga dan kerja yang sifatnya domestik dan keperempuanan.
Peran perempuan Aceh dalam rentang sejarah panjang, sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sebut saja sejumlah tokoh seperti Teungku Fakinah, Cut Meutia, Pocut Baren, Cut Nyak Dhien, Pocut Meurah Intan dan lainnya. Bahkan ada perempuan Aceh yang pernah menjadi seorang pemimpin perang di laut melawan penjajah Portugis, yakni Keumalahayati atau yang lebih dikenal dengan “Laksamana Malahayati”.
Selain itu, Aceh juga pernah dipimpin oleh empat orang perempuan berturut-turut selama kurang lebih 59 tahun (1641-1699) yaitu “Sultanah Safiatuddin (1641-1675) Sultanah Naqiatuddin (1675-1678), Sultanah Zaqiatuddin (1678-1688), dan Sultanah Zainatuddin (1688-1699)”.
Apresiasi terhadap perempuan hebat semakin banyak sehingga dapat menumbuhkan perhatian terhadap kaum hawa. Kesetaraan gender dan emansipasi terus didengungkan untuk memberikan kesempatan bagi perempuan agar bisa mendapat peran di masyarakat seperti halnya laki-laki. Pelan tapi pasti, hal tersebut mulai terwujud. Perempuan membuktikan memiliki kemampuan yang tak kalah dari laki-laki dalam berbagai bidang.
Mengemban tugas penting
Perempuan memiliki khas, kualitas memimpin dengan lebih empati, menghargai perbedaan pendapat, menavigasi tantangan, berani berinovasi, berani mengambil resiko untuk hal positif, berdaya saing, dan produktif. Sehingga sangat disayangkan jika perempuan tidak mengambil kesempatan untuk mengembangkan dirinya, terlebih dengan dukungan suami dan keluarga menyertai.
Perempuan di masa kini diharapkan berani bersuara, menunjukkan potensi, serta berdaya membangun kesetaraan dan kehidupan sejahtera. Kita tidak boleh lebih mundur dari sejarah di mana pemimpin perang dan pemimpin kesultanan Aceh di masa lalu masih bisa menunjukkan eksistensi yang luar biasa dalam membentuk peradaban.
Di Polresta Banda Aceh, ada lima sosok perempuan yang diberikan jabatan strategis oleh Pimpinan Kepolisian Daerah Aceh yaitu Kapolsek Jaya Baru Iptu Murni SH MH, Kapolsek Baitussalam Iptu Endang Sulastri SH, Kapolsek Syiah Kuala Iptu Cut Laila Surya SH, Kepala Seksi Hukum (Kasikum) Iptu Maharani SH MH dan Wakasat Intelkam Polresta Banda Aceh Iptu Finda Afriana SH.
Peranan jabatan kelimanya tidaklah mudah dalam menjaga Pemeliharaan Keamanan Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas) di wilayah hukum (Wilkum) Polresta Banda Aceh. Hal tersebut dikarenakan Wilkum Polresta Banda Aceh berada di ibu kota Provinsi Aceh yang memiliki dinamika sangat kompleks.
Persentase tugas operasional yang diemban saat ini sangatlah sedikit mengingat kecenderungan jabatan tersebut biasa diduduki atau dipercayakan kepada polisi laki-laki. Akan tetapi semangat untuk menjadikan perempuan berkembang membuat jabatan-jabatan operasional tersebut dapat ditaklukkan dengan keberhasilan tugas menyaingi polisi laki-laki yang menduduki jabatan yang sama. Hal tersebut menunjukkan perempuan mampu jika diberi kesempatan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.