Breaking News

Citizen Reporter

Dari New Delhi ke Aceh: ‘Blueprint’ untuk Kemajuan

MAYORITAS Dalam bahasa Aceh, pepatah yang sejalan berbunyi, “Han bek lagee ka kheun meutuwah, bek tapeusijeut sabee na udep.”

|
Editor: mufti
IST
ULPHI SUHENDRA, M.M., M.H., CPS., CHt., Penyuluh Pajak DJP Kemenkeu RI, melaporkan dari New Delhi, India 

ULPHI SUHENDRA, M.M., M.H., CPS., CHt., Penyuluh Pajak DJP Kemenkeu RI, melaporkan dari New Delhi, India

Masa depan bergantung pada apa yang kita lakukan hari ini.. MAHATMA GANDHI

MAYORITAS Dalam bahasa Aceh, pepatah yang sejalan berbunyi, “Han bek lagee ka kheun meutuwah, bek tapeusijeut sabee na udep.” Artinya, jangan hanya mengandalkan kemuliaan masa lalu, tetapi teruslah bekerja keras demi masa depan yang lebih baik.

Aceh, provinsi di ujung barat Indonesia dengan kekayaan budaya dan sejarah yang luar biasa, memiliki potensi besar untuk berkembang lebih pesat. Dengan jumlah penduduk sekitar 5,3 juta jiwa dan luas wilayah sekitar 57.956 km⊃2;, Aceh memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan posisi strategis. Sektor pertanian, perikanan, dan perdagangan menjadi tulang punggung perekonomian, sementara sumber daya alam seperti minyak, gas bumi, dan hasil hutan menjadi aset berharga.

Namun, tantangan seperti tingginya biaya hidup, kualitas pendidikan yang perlu ditingkatkan, dan layanan kesehatan yang belum merata masih menghantui. Di sisi lain, New Delhi, ibu kota India, menawarkan contoh nyata bagaimana sebuah kota dengan tantangan serupa dapat bangkit menjadi pusat ekonomi, teknologi, dan pendidikan yang maju.

‘Blueprint’ pembangunan Aceh dapat mengambil inspirasi dari berbagai aspek kemajuan New Delhi. Reportase ini saya tulis dari New Delhi, India, di mana saya berkesempatan mengikuti program Indian Technical and Economic Cooperation  pada tahun 2025. Program ini memberikan kesempatan bagi peserta dari berbagai negara untuk belajar langsung dari pengalaman India dalam berbagai aspek pembangunan.

Selama berada di kota ini, saya saksikan bagaimana kebijakan inovatif diimplementasikan untuk menghadapi tantangan perkotaan.

Pelajaran penting pertama yang dapat dipetik dari New Delhi adalah bagaimana kota ini berhasil menjaga harga makanan tetap terjangkau. Strateginya adalah berkat efisiensi sistem distribusi pangan, subsidi yang tepat sasaran, dan keberadaan pasar tradisional yang kuat. Sebagai contoh, sepiring makanan sederhana di restoran lokal di kawasan Connaught Place atau Chandni Chowk dapat dihargai sekitar 60–100 rupee (setara dengan Rp11.000–Rp18.000), sedangkan di Banda Aceh, harga makanan yang sama bisa mencapai Rp20.000–Rp30.000.

Aceh dapat meniru langkah ini dengan mengembangkan sistem distribusi pangan yang lebih baik, seperti membangun pusat logistik pangan di Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Meulaboh. Subsidi langsung kepada petani dan konsumen, serta memperkuat pasar lokal dengan dukungan teknologi digital seperti aplikasi e-commerce lokal, dapat menjadi solusi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap bahan pangan berkualitas dan terjangkau.

Kemajuan teknologi di New Delhi juga menjadi inspirasi. Sebagai salah satu pusat inovasi di India, kota ini berhasil menciptakan ekosistem teknologi yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan institusi pendidikan. Kawasan seperti Cyber City di Gurgaon, dekat New Delhi, menjadi rumah bagi banyak perusahaan rintisan (startups) yang sukses di berbagai sektor, mulai dari 'fintech' hingga 'agritech'.

New Delhi bukan hanya menawarkan inspirasi dalam pembangunan ekonomi dan teknologi, tetapi juga menyimpan kisah perjalanan spiritual tokoh besar yang mengubah dunia. Steve Jobs, pendiri Apple, pernah mengunjungi India pada tahun 1974 untuk mencari pencerahan.

Perjalanan ini membentuk pandangannya tentang kesederhanaan dan fokus, yang kelak menjadi filosofi desain Apple—minimalis, fungsional, dan berorientasi pada pengalaman pengguna. Perjalanan Jobs mengajarkan bahwa inovasi besar sering kali berakar pada kesadaran mendalam dan pemahaman terhadap kebutuhan manusia yang paling esensial.

Aceh dapat mengikuti jejak ini dengan membangun pusat inovasi di Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Langsa, melibatkan Universitas Syiah Kuala, Universitas Malikussaleh, Universitas Samudra, dan IAIN Langsa, serta pelaku usaha lokal. Pelatihan teknologi bagi masyarakat, seperti 'coding bootcamp' dan pelatihan 'digital marketing', juga perlu digencarkan untuk meningkatkan keterampilan digital yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Di bidang kesehatan, biaya perawatan kesehatan di India terkenal murah.Hal ini didukung oleh produksi obat generik dalam negeri serta rumah sakit berkualitas tinggi dengan biaya terjangkau.

Sebagai gambaran, konsultasi dokter umum di rumah sakit swasta seperti Apollo Hospital di New Delhi dapat dikenakan biaya sekitar 250–500 rupee (Rp50.000–Rp90.000), sedangkan di Banda Aceh, biaya untuk konsultasi serupa bisa mencapai Rp100.000–Rp200.000.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved