Citizen Reporter

Nilam dan Kopi, Dua Komoditas Aceh yang Memiliki Potensi Besar

Ini menunjukkan potensi besar yang harus dikelola dengan lebih serius agar Aceh dapat terus berkembang dalam industri halal internasional.

Editor: mufti
IST
AMALIA,  S.H., M.E., Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Aceh Besar, melaporkan dari Makkah, Arab Saudi 

Produk-produk unggulan lainnya, seperti parfum berbahan dasar nilam yang dipasarkan di bawah merek Minyeuk Pret atau Neelam, juga menunjukkan daya saing tinggi. Dengan kualitas unggul dan harga terjangkau, produk ini sudah mulai dilirik pasar Malaysia dan negara tetangga lainnya. Ini membuktikan bahwa dengan dukungan yang tepat, produk-produk khas Aceh bisa menembus pasar internasional dan membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

Perspektif ekonomi Islam

Dalam perspektif ekonomi Islam, sektor riil seperti pertanian dan perkebunan harus menjadi pilar utama dalam pembangunan ekonomi

Dwi Condro Triono, ekonom Islam, menekankan bahwa ekonomi Islam harus berbasis pada sektor produktif yang nyata dan menghindari ekonomi berbasis spekulasi. Artinya, pengembangan komoditas unggulan seperti nilam dan kopi tidak hanya soal perdagangan, tetapi juga kesejahteraan bagi masyarakat lokal.

Konsep mudharabah dan musyarakah dalam ekonomi Islam bisa menjadi solusi bagi keterbatasan permodalan yang dihadapi petani dan pelaku UMKM. Dengan sistem ini, investor dapat berperan sebagai mitra usaha, berbagi keuntungan dan risiko secara adil. Sayangnya, masih banyak lembaga keuangan syariah yang lebih berorientasi pada pembiayaan berbasis murabahah (jual beli dengan margin keuntungan), yang sering kali kurang mendukung sektor riil dalam jangka panjang.

Di sisi lain, menjamurnya pasar ritel modern yang semakin mendominasi perdagangan lokal juga menjadi tantangan besar bagi UMKM dan pasar tradisional. Dengan modal besar dan jaringan distribusi yang luas, ritel modern sering kali menguasai pasar dan membuat usaha kecil sulit bersaing. Menanggapi hal ini, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah beberapa kali menyuarakan pentingnya menjaga keberlanjutan pasar tradisional dan UMKM sebagai bagian dari prinsip ekonomi Islam yang adil dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat luas. MPU Aceh bahkan secara tegas meminta pemerintah untuk membatasi izin pendirian gerai ritel modern baru yang berpotensi menggerus pasar lokal dan melemahkan daya saing UMKM. Mereka menekankan bahwa dominasi ritel modern bisa mengakibatkan ketimpangan ekonomi serta mempersulit pelaku usaha kecil dalam mempertahankan bisnisnya.

Langkah strategis

Kegiatan seperti Makkah Halal Forum 2025 seharusnya menjadi momentum untuk merancang strategi yang lebih konkret. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah membangun ekosistem bisnis yang mendukung ekspor, mulai dari produksi hingga pemasaran.

Dukungan terhadap petani dan pelaku UMKM harus menjadi prioritas utama. Ini dapat dilakukan dengan menyediakan akses terhadap modal usaha yang mudah dan murah, pelatihan dalam peningkatan kualitas produk, serta penguatan kemitraan antara pemerintah, swasta, dan komunitas bisnis.

Selain itu, diversifikasi produk juga perlu dipertimbangkan. Misalnya, minyak nilam dapat dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk produk turunan seperti parfum, kosmetik, hair tonic, bahkan obat herbal, seperti yang dilakukan Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala. Dengan demikian, nilai jualnya bisa meningkat dan mampu bersaing lebih baik di pasar global.

Di sisi lain, kebijakan ekspor juga harus lebih terarah. Pemerintah Aceh perlu mengambil langkah konkret dalam memfasilitasi penandatanganan perjanjian dagang dengan negara-negara tujuan ekspor. Inisiatif seperti MoU yang direncanakan di Bangkok terkait ekspor kopi Aceh bisa menjadi contoh yang perlu diperbanyak di masa depan.

Diperlukan sinergi

Potensi besar yang dimiliki nilam dan kopi Aceh tidak akan bisa dimanfaatkan sepenuhnya tanpa dukungan nyata dari berbagai pihak. Pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan komunitas harus bersinergi untuk membangun industri halal Aceh yang lebih kompetitif di tingkat global.

Namun, sinergi saja tidak cukup. Pemerintah harus lebih berani mengambil kebijakan yang berpihak kepada UMKM dan petani kecil, bukan hanya memberi ruang bagi pemain besar yang bisa memonopoli pasar. Regulasi terkait ekspor, akses pendanaan, serta perlindungan pasar tradisional harus diperkuat agar ekonomi lokal tetap tumbuh secara berkelanjutan.

Bank-bank syariah juga harus lebih proaktif dalam mendukung sektor riil. Alih-alih fokus pada pembiayaan konsumtif atau transaksi berbasis murabahah, mereka perlu memperluas skema mudharabah dan musyarakah yang benar-benar memberi manfaat bagi UMKM. Jika tidak, peran bank syariah sebagai bagian dari solusi ekonomi Islam akan semakin dipertanyakan. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved