Kupi Beungoh
Harga Emas Melonjak, Masyarakat Aceh Galau, Antara Tradisi Jeulame Atau Mahar, Begini Seruan Ulama
Termasuk media sosial yang kini ramai dengan konten-konten seputar mahalnya emas, terutama dalam kaitannya dengan tradisi mahar atau jeulame dalam ada
Oleh: Naimul Faza *)
Lonjakan harga emas yang terus melambung tinggi belakangan ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Aceh.
Isu ini tidak hanya muncul dalam diskusi kecil antar pemuda atau tokoh masyarakat, tetapi juga menjadi topik populer di berbagai media.
Termasuk media sosial yang kini ramai dengan konten-konten seputar mahalnya emas, terutama dalam kaitannya dengan tradisi mahar atau jeulame dalam adat pernikahan Aceh.
Tak hanya masyarakat umum, para pengamat ekonomi juga turut menyoroti tren kenaikan harga emas ini. Bagi masyarakat Aceh, mahalnya emas sangat berkaitan dengan budaya pernikahan.
Sementara itu, para ekonom memandang fenomena ini sebagai indikator ketidakstabilan ekonomi global dan potensi krisis.
Faktor Penyebab Lonjakan Harga Emas
Baca juga: Niat Ibadah dan Menua Bersama Lebih Utama Dari Mahar Yang Tinggi
Kenaikan harga emas tidak terjadi tanpa sebab. Beberapa faktor utama meliputi:
Ketergantungan pada dolar AS: Ketika nilai dolar melemah, investor beralih ke emas sebagai instrumen lindung nilai, sehingga permintaan emas meningkat.
Ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global: Penurunan suku bunga, ketegangan politik, dan kebijakan ekonomi Amerika Serikat seperti tarif impor ikut mendorong harga emas naik.
Inflasi dan harga minyak dunia: William Tanuwidjaya menyebutkan bahwa kenaikan harga emas berkorelasi erat dengan laju inflasi dan harga minyak global.
Krisis global sebelumnya: Krisis ekonomi 2008–2010, krisis utang Eropa 2011, hingga pandemi COVID-19 juga pernah memicu lonjakan harga emas.
Data dari Databoks menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, harga emas telah naik hingga 60 persen.
Baca juga: Aktor Asal Aceh Harris Vriza Nikahi Haviza Devi di Bali, Mahar Emas 25 Gram dan Uang Rp252 Juta
Sementara itu, laman Logammulia.com melaporkan bahwa sejak awal 2025, harga emas naik lebih dari 25 persen, bahkan menembus rekor Rp2 juta per gram pada 22 April 2025.
Namun, sejak 23 April, harga mulai turun sebesar 3,7 persen dari rekor tersebut.
Emas sebagai Jeulame dalam Adat Aceh
Dalam adat Aceh, emas merupakan satu-satunya bentuk mahar yang diakui secara adat, disebut dengan istilah jeulame. Satuan ukurannya adalah mayam, di mana 1 mayam setara dengan 3,3 gram emas murni.
Nilai jeulame yang diberikan kepada calon pengantin perempuan biasanya berkisar antara 3 hingga puluhan mayam, bahkan ada yang mencapai 100 mayam.
Penentuan jumlah jeulame dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:
Baca juga: Gegara Isu Mahar, Pengantin Pria di Sulawesi Babak Belur Dipukul Keluarga Wanita,Polisi Kejar Pelaku
Latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial, akhlak dan kepribadian calon mempelai.
Mahar dalam bentuk emas ini memiliki nilai filosofis yang dalam—melambangkan cinta yang suci, abadi, dan sakral.
Sejarah mencatat bahwa ketentuan ini sudah berlaku sejak masa kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam, di mana emas juga berfungsi sebagai alat tukar utama.
Antara Kemuliaan Perempuan dan Realita Sosial
Sistem jeulame pada dasarnya menempatkan perempuan pada posisi yang dimuliakan.
Namun demikian, dalam konteks sosial saat ini, muncul kekhawatiran atas lunturnya nilai-nilai keislaman di kalangan remaja dan pemuda Aceh.
Baca juga: Harga Emas Mahal, Anak Muda Resah, Ini Kata Tgk Maimun Tentang Konsep Mahar Dalam Islam
Beberapa laporan media menyebutkan maraknya praktik pergaulan bebas, bahkan prostitusi terselubung.
Hal ini diperkuat dengan aksi penggerebekan oleh Wali Kota Banda Aceh beberapa waktu lalu terhadap lokasi yang disinyalir menjadi tempat maksiat.
Fenomena ini menimbulkan istilah 'perawan rasa janda', yakni perempuan yang terlibat dalam pergaulan bebas dan tidak lagi menjaga kesucian diri.
Dalam pandangan agama dan adat, perempuan yang demikian dianggap tidak layak menerima jeulame dalam jumlah tinggi, kecuali telah bertaubat.
Demikian pula laki-laki yang tidak menjaga diri, tidak layak mendapatkan pasangan yang shalihah.
Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 26:
Baca juga: Membaca Ulang Mahar di Aceh, Antara Mayam Cinta dan Air Mata Kecewa di Bulan Syawal
"Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk perempuan-perempuan yang keji (pula)..."
Seruan Ulama Aceh
Secara ekonomi, Provinsi Aceh tercatat sebagai provinsi termiskin di Pulau Sumatera.
Hal ini menurut data BPS per Maret 2024. UMR Aceh hanya sebesar Rp 3,6 juta, sangat tidak sebanding dengan harga emas yang nyaris menyentuh Rp 6 juta per maayam ketika artikel ini ditulis.
Dengan kondisi ekonomi yang demikian, para ulama Aceh, seperti Tgk Rizwan Haji Ali, menyerukan agar masyarakat mempermudah urusan pernikahan, termasuk dalam menetapkan jumlah jeulame.
Mahar memang harus mencerminkan kemuliaan perempuan, namun tidak boleh menjadi beban yang memberatkan pihak laki-laki.
Baca juga: Ingat! Mahar tak mesti Emas, bisa dalam bentuk lain, Simak Penjelasan Wakil Ketua MPU Lhokseumawe
Penutup
Tradisi jeulame atau mahar dalam bentuk emas adalah warisan budaya yang patut dijaga.
Namun, dalam konteks ekonomi dan sosial hari ini, perlu ada penyesuaian agar nilai-nilai Islam, adat, dan realita kehidupan dapat berjalan beriringan.
Islam menganjurkan mahar yang tidak merendahkan perempuan dan tidak memberatkan laki-laki.
Di tengah tantangan ekonomi dan sosial yang semakin kompleks, masyarakat Aceh dituntut untuk bijak menjaga keseimbangan antara nilai adat, agama, dan kondisi nyata yang sedang dihadapi.
*) PENULIS adalah Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain itu, juga sebagai Peneliti Center for Hikayat Studies.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
| Dibalik Kerudung Hijaunya Hutan Aceh: Krisis Deforestasi Dan Seruan Aksi Bersama |
|
|---|
| MQK Internasional: Kontestasi Kitab, Reproduksi Ulama, dan Jalan Peradaban Nusantara |
|
|---|
| Beasiswa dan Perusak Generasi Aceh |
|
|---|
| Menghadirkan “Efek Purbaya” pada Penanganan Stunting di Aceh |
|
|---|
| Aceh, Pemuda, dan Qanun yang Mati Muda |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.