Kupi Beungoh

Waspada Pelecehan Berselimut Candaan di Media Sosial

Meskipun di dunia maya, namun kekerasan yang terjadi di dalamnya meninggalkan luka yang sangat nyata.

Editor: Firdha Ustin
FOR SERAMBINEWS.COM
Syifaul Nazila, Anggota Generasi Edukasi Nanggroe Aceh (GEN-A) dan Mahasiswa Ilmu Keperawatan USK 

Alih-alih fokus pada tindakan pelaku yang melanggar, publik malah mengadili korban. Meskipun perilaku korban tidak selalu benar dan sesuai nilai, namun bukan berarti tindakan pelaku bisa dibenarkan.

Lebih mengherankan, tidak sedikit yang menjadi korban termasuk mereka yang berpakaian sopan.

Dampak dari kekerasan daring tidak berhenti di layar. Korban KGBO mengalami gangguan kecemasan, depresi, insomnia, penurunan kepercayaan diri, hingga trauma berat.

Beberapa bahkan memilih keluar dari media sosial, kehilangan pekerjaan, atau memutus hubungan sosial mereka.

Sebagai aktivis kesehatan, saya melihat langsung dampak dari kekerasan berbasis gender, baik yang terjadi di dunia nyata maupun digital.

Banyak perempuan datang ke layanan konseling karena tekanan mental akibat body shaming, cyberbullying, hingga pelecehan seksual. Trauma ini tidak hanya menghantui secara emosional, tapi juga bisa memicu gangguan tidur, depresi, hingga kecenderungan bunuh diri. 

Korban KGBO banyak dapat yang mengalami gangguan kecemasan, depresi, bahkan kehilangan minat hidup.

Mereka tak hanya takut membuka media sosial, tapi juga kehilangan kepercayaan terhadap lingkungan sosialnya.

Dampak ini lebih berat bagi perempuan muda dan remaja yang masih membentuk identitas dirinya.

Rasa malu, takut, dan inferior bisa melekat hingga dewasa, memengaruhi relasi interpersonal, pendidikan, dan karier mereka ke depan.

Ironisnya, korban seringkali disalahkan. Mereka dianggap baper, terlalu lebay, atau mencari perhatian.

Padahal, mereka sedang berjuang untuk mempertahankan martabat dan harga diri. 

Di sinilah letak bahayanya, ketika sistem dan budaya sama-sama menyalahkan korban, maka kekerasan bukan hanya dibiarkan, tapi diwariskan.

Jika kekerasan seperti ini terus dinormalisasi, kita sedang membentuk generasi yang tidak lagi peka terhadap perasaan orang lain, serta tidak memiliki batasan moral terhadap apa yang layak dan tidak layak dilakukan terhadap sesama manusia.

Salah satu pertanyaan paling krusial dalam isu ini adalah, siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kekerasan berbasis gender di media sosial?

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved