Kupi Beungoh

Kemiskinan, Ketahanan Sosial, dan Agama

Dalam hal ekonomi dan politik, Aceh adalah provinsi termiskin di Sumatera, dengan pertumbuhan ekonomi terendah di Indonesia, tapi paling bahagia

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS
Jabal Ali Husin Sab, pegiat di Komunitas Menara Putih. 

Nilai iBangga Aceh tertinggi di Indonesia. 

iBangga mencakup tiga indikator utama: kedamaian, kemandirian, dan kebahagiaan.

Hasil penelitian ini mungkin berkorelasi dengan sebuah survey global yang menempatkan Indonesia sebagai negara paling makmur (flourish), dihitung tidak hanya berdasarkan aspek capaian finansial semata, namun studi yang melibatkan aspek sosial, psikologis, dan spiritual yang lebih kompleks.

Penelitian bertajuk Global Flourishing Study, salah satu survei kesejahteraan terbesar di dunia, melibatkan lebih dari 207.000 responden di 23 negara, mencakup enam benua. 

Studi Kemakmuran Global atau Global Flourishing Study (GFS) merupakan kolaborasi antara para peneliti di Program Kemakmuran Manusia di Harvard, Institut Studi Agama Universitas Baylor, dan Gallup untuk mengatasi keterbatasan dalam penelitian terkini tentang kemakmuran manusia.

Survei ini tidak hanya bertanya seputar keamanan finansial, tetapi juga menyentuh aspek-aspek mendasar dari kehidupan manusia: kesehatan fisik, kebahagiaan, makna hidup, karakter, hubungan sosial, dan kesejahteraan spiritual.

Indonesia berada di posisi teratas sebagai negara yang warganya paling bahagia, dengan skor flourishing tertinggi, disusul Israel dan Filipina. 

Sementara Jepang, Turki, dan Inggris justru berada di posisi terbawah.

Yang jadi pertanyaan, mengapa Aceh dengan warganya yang miskin dan terpuruk secara ekonomi, juga Indonesia yang banyak warganya masih berpendapatan rendah, bisa bahagia?

Baca juga: FAKTA 3 WNI Nekat Naik Haji Ilegal, Sempat Diusir, Satu Orang Meninggal di Tengah Gurun Pasir

Agama dan Ketahanan Sosial-Psikologis

Pertama, saya akan melihat peran utama agama sebagai basis ketahanan sosial psikologis yang menjadi alasan mengapa masyarakat Aceh dan Indonesia dapat bertahan, bahkan merasa bahagia.

Berdasarkan pemikiran sosiolog Emile Durkheim, kita bisa melihat bahwa ada korelasi yang kuat antara agama dan solidaritas sosial. 

Solidaritas sosial sendiri adalah teori Durkheim yang menjadi aspek ketahanan sosial dan faktor individu dapat hidup dengan baik dalam suatu komunitas masyarakat.

Agama sebagai kekuatan pengikat sosial. 

Durkheim berpendapat bahwa agama berperan penting dalam menciptakan dan mempertahankan solidaritas sosial. 

Agama menyediakan sistem nilai, simbol, dan ritual yang mendorong individu untuk merasa terikat dengan kelompok dan masyarakat. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved