Kupi Beungoh

Strategi Adaptasi, Penguatan, dan Pengembangan Profil Pancasila Pada Gen Z

Secara garis besar, warisan nilai lokal di Aceh bisa menjadi pintu masuk untuk mengaitkan nilai Pancasila dengan kehidupan riil anak-anak Gen Z.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Daska Azis, Ketua Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 

Oleh: Daska Azis*)

DI tengah dinamika era digital, globalisasi, dan pergeseran nilai sosial, Generasi Z (GenmZ) hadir dengan karakter unik: melek teknologi, terbuka, kritis, dan serba cepat.

Dalam konteks ini, tantangan terbesar bukanlah kurangnya informasi tentang Pancasila, melainkan bagaimana menanamkan nilai-nilainya secara relevan dan bermakna.

Pancasila tidak cukup dipelajari secara normatif, tetapi perlu dihidupkan dalam praktik sehari-hari yang sesuai dengan nalar dan kebutuhan zaman.

Gen Z tidak dapat disasar dengan pendekatan lama.

Mereka lahir dalam realitas yang serba visual, interaktif, dan terbuka terhadap keberagaman.

Oleh karena itu, strategi adaptasi menjadi keharusan: bagaimana membumikan nilai-nilai Pancasila dalam konteks digital, lingkungan, dan sosial budaya yang sedang mereka hadapi.

Pendidikan karakter tidak bisa lagi bersifat doktriner, melainkan harus kontekstual, dialogis, dan aplikatif.

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di sekolah adalah salah satu jawaban konkret atas tantangan penguatan nilai-nilai dasar bangsa pada GenZ.

P5 tidak hanya mendekatkan nilai Pancasila kepada siswa, tetapi juga memberi ruang kreativitas, kolaborasi, dan refleksi personal.

Dimensi seperti gotong royong, kemandirian, dan kebhinekaan menjadi nyata saat siswa terlibat dalam kegiatan lintas tema dan lintas aksi.

Berdasarkan penelitian di beberapa Sekolah Penggerak di Provinsi Aceh, implementasi modul Green Life Education Habit (GLÉH) dalam konteks P5 terbukti mampu menguatkan dimensi Profil Pelajar Pancasila, khususnya dalam membentuk gaya hidup berkelanjutan.

Modul ini bukan sekadar panduan kegiatan, melainkan alat transformasi nilai Pancasila menjadi tindakan nyata seperti peduli lingkungan sekitar melalui kampaye 4 R yakni Reduce (kurangi), Reuse (gunakan kembali), Recycle (daur ulang), dan Recovery (pulihkan).

Melalui studi pengembangan yang ia lakukan melalui pembelajaran GLÉH, siswa tidak hanya diajak mengelola sampah, tetapi juga merefleksikan mengapa tindakan kecil mereka relevan dengan berkampaye praktik lingkungan melalui pembuatan poster.

Dengan pendekatan proyek yang holistik dan reflektif, nilai-nilai Pancasila menjadi pengalaman hidup, bukan sekadar hafalan. Penguatan Pancasila pada GenZ tidak bisa dilakukan oleh sekolah saja.

Kolaborasi antara guru, orang tua, komunitas lokal, dan pemangku kepentingan menjadi krusial.

Sekolah dapat berfungsi sebagai ruang eksperimen sosial di mana nilai-nilai Pancasila dikonstruksi bersama, bukan dipaksakan. Inilah esensi dari pendekatan student agency dalam kurikulum merdeka: pelajar menjadi subjek perubahan.

Alih-alih memusuhi gawai dan media sosial, pendidikan Pancasila justru perlu menjadikan platform digital sebagai medium penyemaian nilai.

Mendaur ulang sampah, melukis promosi praktik keberlanjutan melalui poster, menanam obat obatan, mempromosikan jajanan sehat bisa menjadi wahana efektif untuk menanamkan profil pancasila yang bersifat meaningful learning dan joyful learning sebagai cara memikat hati para Gen Z

Selain itu, hasil studi pengembangan yang ia lakukan pembelajaran GLEH memiliki dampak positif terhadap perkembangan kompetensi dan kecerdasan ekologis para Gen Z.

Di sinilah peran guru sangat penting dalam memanjemen konsep pembelajaran dalam penyampaikan materi kontekstual dan berkesan, selain itu guru juga diharapkan dapat menjadi fasilitator nilai yang mampu memantik diskusi kritis, mendorong aksi nyata, dan membuka ruang eksplorasi.

Pelatihan guru dalam mendesain pembelajaran berbasis proyek dan nilai sangat penting agar implementasi P5 benar-benar berdampak secara signifikansi pada GenZ.

Secara garis besar, warisan nilai lokal di Aceh bisa menjadi pintu masuk untuk mengaitkan nilai Pancasila dengan kehidupan riil anak-anak Gen Z

Pancasila akan tumbuh kuat jika dipraktikkan dalam konteks lokal yang dikenal dan dihargai oleh siswa.

Ini sekaligus memperkuat identitas kebangsaan dan kebhinekaan yang sejati. 

Sudah saatnya penguatan nilai Pancasila pada GenZ tidak berhenti pada proyek sekolah, tetapi menjadi gerakan sosial yang lebih luas.

Pembelajaran GLÉH melalui modul ini perlu direplikasi, disinergikan, dan dipublikasikan lebih luas agar menjadi inspirasi nasional.

Jika GenZ diberi ruang, kepercayaan, dan ekosistem yang mendukung, mereka akan membuktikan bahwa nilai-nilai Pancasila bukan hanya warisan, melainkan kompas hidup untuk masa depan yang berkelanjutan.

 

*) PENULIS adalah Ketua Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah opini pembaca Serambinews.com. Isi dari setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

BACA artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved