Kupi Beungoh
Koperasi Merah Putih dan Jalan Kritis Menuju Kemandirian Desa
Koperasi Merah Putih harus menjadi jalan baru, bukan mengulang skema lama dengan nama berbeda.
Oleh: Drs. M. Isa Alima*)
Ketika pemerintah menggulirkan kembali gagasan membentuk koperasi di seluruh desa melalui program Koperasi Merah Putih (Kopdes MP), kita semua diingatkan pada mimpi lama: menghadirkan kemandirian ekonomi dari desa.
Tapi sebagai orang yang pernah menyaksikan dan terlibat langsung dalam dinamika pembangunan pedesaan, saya harus jujur mengajukan satu pertanyaan penting: apakah kita benar-benar sudah belajar dari kegagalan masa lalu?
Kita tidak bisa melangkah ke masa depan tanpa mengingat dan mengakui kegagalan sebelumnya.
Koperasi Unit Desa (KUD) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) adalah dua contoh program besar yang awalnya membawa harapan, namun akhirnya tersandung praktik buruk pengelolaan, penyalahgunaan wewenang, dan absennya pengawasan yang serius.
Banyak pengurus terjerat masalah hukum, dana bergulir yang seharusnya menjadi modal usaha masyarakat berubah menjadi utang yang menjerat, dan koperasi-koperasi itu pada akhirnya hanya hidup di atas kertas.
Desa-desa kita tidak menjadi kuat. Justru kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah menurun drastis.
Jangan Ulang Luka Lama
Koperasi Merah Putih harus menjadi jalan baru, bukan mengulang skema lama dengan nama berbeda.
Jika pendekatannya sama, top-down, minim partisipasi warga, dan tanpa pengawasan, maka kegagalan tinggal menunggu waktu.
Baca juga: Mengupas Potensi Ancaman Koperasi Merah Putih
Ini bukan soal anggaran, melainkan soal niat, transparansi, dan keberpihakan pada rakyat kecil.
Karena itu, saya mengingatkan: program ini hanya akan berhasil jika pemerintah benar-benar menghadirkan regulasi yang tepat, mekanisme pengawasan yang kuat, dan desain koperasi yang sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat.
Aceh dan Tantangan Syariah
Aceh punya keunggulan: kekhususan dalam penerapan syariat Islam dan sistem keuangan syariah melalui Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Maka program Koperasi Merah Putih di Aceh tidak boleh melibatkan sistem simpan pinjam berbunga tinggi.
Itu bertentangan dengan syariat, dan juga bertentangan dengan semangat keadilan ekonomi.
Saya menekankan, jangan sampai koperasi menjadi alat menjerat masyarakat dengan utang.
Koperasi harus menjadi rumah pemberdayaan: membantu petani mendapatkan pupuk tepat waktu, mendukung peternak mendapatkan pakan dengan harga terjangkau, mempermudah UMKM mengakses modal tanpa beban bunga yang menyesakkan.
Jika dijalankan dengan pendekatan syariah yang jujur dan bukan formalitas, Aceh berpotensi besar menjadi model nasional koperasi berbasis keadilan dan keberdayaan.
Partisipasi Masyarakat Adalah Kunci
Pengalaman membuktikan: program pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat akan tumbang oleh masyarakat itu sendiri.
Maka koperasi desa harus dibangun bukan oleh instruksi, melainkan oleh partisipasi.
Masyarakat perlu dilibatkan dalam menyusun kebutuhan koperasi, memilih pengurus, menyusun rencana usaha, dan mengawasi kinerja koperasi mereka.
Koperasi Merah Putih harus lahir dari bawah, bukan hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.
Ia harus jadi milik warga desa, bukan alat elite lokal. Harus transparan, terbuka, dan akuntabel, jika tidak, semua hanya akan menjadi nama tanpa makna.
Harapan di Tengah Kewaspadaan
Saya bukan menolak program ini. Saya mendukung penuh gagasan kemandirian ekonomi desa.
Tapi dukungan tanpa kritik adalah bahaya. Dan kritisisme tanpa harapan adalah pesimisme. Maka izinkan saya menyampaikan harapan:
"Semoga Koperasi Merah Putih tidak menjadi lambang nasionalisme yang hampa, tetapi menjadi alat perjuangan ekonomi yang nyata, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Aceh."
Baca juga: Koperasi Merah Putih: Jalan Kemandirian Gampong Aceh
Kita ingin desa-desa di Aceh berdiri tegak di atas kaki sendiri. Kita ingin ekonomi rakyat tumbuh bukan karena utang, tapi karena usaha dan kebersamaan.
Kita ingin koperasi menjadi bagian dari sejarah baik, bukan luka lama yang terus berulang.
keberhasilan
Penutup
Kini, ketika semangat membangun kembali koperasi bergelora, mari kita mulai dengan mengingat kegagalan masa lalu, untuk mencegahnya terulang.
Karena hanya bangsa yang berani belajar dari sejarah, yang mampu menulis masa depan dengan tinta keberhasilan.
*) PENULIS adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah Patriot Bela Nusantara (DPD PBN) Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.