Jurnalisme Warga
Cinta Pertama Anak Gadis Adalah Ayahnya
Besok atau lusa, Darussalam akan kembali riuh oleh lalu-lalang mahasiswa dan mahasiswi. Seperti arus pasang yang datang tanpa perlu diundang
Jangan semua diserahkan ke ibu. Jangan semua dibebankan pada pengajian mingguan.
Seorang ayah harus ambil peran. Tidak perlu jadi ustaz. Cukup jadi ayah yang hadir dan mengerti.
Kita tak bisa mengurung anak selamanya. Tapi anak yang tumbuh dengan cinta yang cukup, tidak akan tumbuh dengan dahaga.
Ia tidak akan asal minum dari sungai keruh. Ia akan memilih, karena ia tahu seperti apa rasa air yang jernih.
Sebagian dari mereka yang terjebak gaya hidup hedonis hari ini, awalnya hanya ingin tampil lebih gaul dari teman-teman satu kos.
Tapi ketika cinta dari rumah tipis, dan tuntutan gaya hidup lebih besar dari kiriman bulanan, maka tak sedikit yang akhirnya melangkah terlalu jauh. Bahkan jatuh ke dunia hitam, jadi wanita malam.
Maka kepada para ayah di luar sana, sebelum anak gadismu kembali ke kampus, kembali ke kota, kembali ke Kopelma dan sekitarnya, temuilah mereka. Bicara. Dengarkan. Tatap matanya. Beri satu pelukan, sebelum ia mencari pelukan dari orang yang salah.
Dan jika musibah itu sudah terjadi, jika anak gadismu jatuh ke jurang yang dalam, jangan pertama-tama mengutuk anak.
Jangan buru-buru menyalahkan zaman atau lingkungan. Tanyakan dulu pada diri sendiri: apakah aku hadir dalam hidupnya, atau hanya hadir ketika marah?
Kadang musibah bukan datang dari buruknya anak.
Tapi dari kelalaian orang tua yang terlalu sibuk jadi pahlawan di luar rumah, lupa bahwa anak gadisnya juga butuh pahlawan yang bernama Abi.
Kalau cinta pertama anak gadis adalah ayahnya, maka cinta-cinta sesudahnya akan ditakar dengan benar.
Ia akan tahu bagaimana dicintai tanpa dilecehkan. Ia akan tahu bahwa cinta tak datang dari rayuan, tapi dari kehadiran dan keteladanan.
Jika Anda membaca ini dan merasa tersentil, anggap saja ini surat dari sesama ayah.
Dari satu laki-laki tua di Darussalam, kepada para orang tua di seluruh Aceh dan Nusantara.
Mari pulangkan cinta anak-anak kita ke rumah. Sebelum dunia menjemput mereka lebih dulu.
Karena jika itu terjadi, tak ada kata yang lebih pahit dari seorang ayah selain, “Seandainya dulu aku lebih hadir...”
*) Penulis adalah warga kopelma asal Glee Siblah-Woyla
Email: kontak@dekruhsarena.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.