Kupi Beungoh

Jakarta Jangan Pancing Amarah Rakyat Aceh

Pemerintah Indonesia melalui Kemendagri justru kembali melukai Aceh lewat keputusan yang menyerahkan empat pulau di Aceh Singkil kepada Sumatera Utara

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Mendagri Tito Karnavian (kiri) dan Jafar Insya Reubee, Perantau Aceh di Malaysia 

Oleh Jafar Insya Reubee*)

Dua bulan lagi akan diperingati 20 tahun perdamaian Aceh pada 15 Agustus 2025. 

Ini menjadi momen sakral untuk mengenang perjalanan panjang yang telah mengubah wajah Aceh sejak penandatanganan perjanjian damai pada 15 Agustus 2005 di Kota Helsinki Finlandia.

Perundingan alot hingga kedua belah pihak RI-GAM menandatangani perjanjian damai untuk mengakhiri konflik Aceh yang berkepanjangan. 

Konflik berdarah ini harus dibayar mahal dengan korban jiwa dan trauma masyarakat hingga keluarga TNI dan GAM. 

Perdamaian ini harus dibayar mahal dan takdir Allah menentukan semua berakhir lewat musibah dahsyat Gempa dan Tsunami pada 26 Desember 2004. 

Kurang dari delapan bulan, kedua belah pihak yang bertikai akhirnya memilih jalan perdamaian. 

Aceh benar-benar menutup pintu untuk meraih kemerdekaan dan lebih memilih untuk berada di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca juga: Bobby Jawab Isu 4 Pulau Aceh Lepas ke Sumut Sebagai ‘Hadiah’ untuk Keluarga Jokowi, Begini Katanya

Sayangnya, jelang peringatan 20 tahun perdamaian Aceh, Pemerintah Indonesia melalui Kemendagri justru kembali melukai Aceh lewat keputusan yang menyerahkan empat pulau di Aceh Singkil kepada Sumatera Utara.

Ini benar-benar pengkhianatan yang berupaya memancing amarah rakyat Aceh

Sepertinya ada elit Jakarta yang tidak membaca sejarah asal muasal perlawanan Aceh terhadap pemerintah pusat.

Jangan memancing amarah rakyat Aceh yang sedang hidup damai tanpa perlawanan bersenjata kepada Jakarta. 

Pilihan memotong ratusan senjata dilakukan hanya semata-mata karena air mata dampak dari musibah Gempa dan Tsunami. 

Bila tanpa Gempa dan Tsunami, bisa jadi takdir Aceh mengangkat senjata masih berlangsung sampai sekarang, mungkin dengan perlawanan yang lebih kuat lagi di era modern yang cukup canggih.    

Untuk meredam amarah rakyat Aceh, Presiden Prabowo Subianto harus turun tangan untuk menegur Mendagri Tito Karnavian guna meninjau ulang keputusan yang menyebabkan peralihan empat pulau di Aceh Singkil kepada Sumatera Utara.

Baca juga: Sejarawan USU Akui 4 Pulau Sengketa Milik Aceh Jika Dilihat Peta 1992, Tapi Apakah Aceh Ikhlas?

Jika ini tidak dilakukan, maka benar-benar mencoreng semangat memperingati 20 tahun Perdamaian Aceh pada 15 Agustus 2025 mendatang. 

Ini menjadi pengkhianatan terbuka Jakarta kepada Aceh tanpa belajar dari sejarah perlawanan di masa lalu. 

Rakyat Aceh benar-benar kecewa dan tidak percaya lagi kepada Pemerintah Pusat. 

Benih-benih permusuhan dan kebencian kepada Jakarta akan tumbuh lagi hingga menemukan momentum yang tepat lewat perlawanan bersenjata. 

Tak ada yang dapat menjamin perlawanan di masa depan tidak terulang bila Jakarta kembali mengkhianati Aceh.

Sengketa Pulau Aceh dengan Sumut

Sengketa kepemilikan empat pulau kecil antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, yaitu Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang, telah menjadi isu yang cukup panas dan berlangsung sejak tahun 2008. 

Pemerintah Aceh bersikukuh bahwa keempat pulau tersebut secara historis dan de jure adalah bagian dari wilayah Aceh, khususnya Aceh Singkil. 

Mereka merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 yang mengatur batas wilayah Aceh, serta Perjanjian Helsinki antara Indonesia dengan GAM, yang diyakini Jusuf Kalla juga mencakup keempat pulau ini sebagai bagian dari Aceh

Bahkan, ada klaim dari ahli waris yang menunjukkan kepemilikan berdasarkan surat keputusan dari tahun 1965.

Pihak Sumatera Utara memiliki dalil dari hasil verifikasi dan analisis spasial yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tahun 2017, yang kemudian menetapkan empat pulau tersebut masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. 

Kemendagri juga menyebutkan bahwa lokasi pulau-pulau tersebut lebih dekat ke Sumut.

Baca juga: Jusuf Kalla soal Sengketa Pulau Aceh-Sumut: Jangan Ulangi Luka Lama, Rakyat Bisa Tak Percaya Pusat

Sengketa ini bukanlah hal baru. Prosesnya telah berlangsung sangat panjang, bahkan sejak tahun 1928, dan telah melibatkan banyak pihak serta instansi. 

Rapat-rapat fasilitasi sudah berkali-kali dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga, namun belum ada kesepakatan yang final.

Bagi Aceh, polemik ini bukan sekadar masalah wilayah, melainkan menyangkut harga diri dan martabat.

 Jusuf Kalla bahkan menegaskan bahwa sengketa ini berisiko mengembalikan titik nol kepercayaan masyarakat Aceh terhadap pemerintah pusat jika tidak diselesaikan dengan baik.

 Ada kekhawatiran bahwa sengketa ini dapat memicu perpecahan dan "mengadudombakan" Aceh dengan Sumatera Utara, mengingat hubungan baik yang selama ini terjalin.

Meskipun belum ada kepastian, isu potensi migas di sekitar pulau-pulau tersebut juga menjadi perhatian. 

Beberapa pihak mengaitkan keputusan Kemendagri dengan keberadaan blok migas OSWA, meskipun Kemendagri menepis isu adanya kepentingan politis atau hadiah untuk pihak tertentu.

Baca juga: Pemerintah Aceh Pilih Jalur Kekeluargaan dengan Kemendagri Selesaikan Polemik 4 Pulau

Pemerintah Aceh telah menyatakan tidak akan menempuh jalur hukum melalui PTUN, melainkan akan melakukan langkah administratif dan politis untuk mempertahankan hak atas empat pulau tersebut. 

Mereka akan menyampaikan keberatan kepada Presiden Prabowo Subianto jika tidak ada kesepakatan dalam pertemuan dengan Kemendagri.

Kemendagri sendiri akan mengkaji ulang keputusan terkait empat pulau ini, dan berencana memanggil pejabat serta tokoh masyarakat dari kedua provinsi untuk mencari solusi.

Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, sempat mengajak Aceh untuk mengelola bersama empat pulau tersebut. 

Namun, usulan ini ditolak oleh Jusuf Kalla yang berpendapat tidak ada konsep pengelolaan wilayah bersama antar dua provinsi.

Baca juga: Mualem Tegaskan Tak Ada Ruang Negosiasi dengan Sumut Soal 4 Pulau di Singkil 

Sengketa ini menyoroti kompleksitas dalam penentuan batas wilayah antarprovinsi, terutama ketika melibatkan pulau-pulau kecil. 

Penting bagi pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah ini dengan bijak, berdasarkan bukti-bukti yang kuat (historis, geografis, legal), serta mempertimbangkan aspek sosial dan politik. 

Keputusan yang transparan, adil, dan berpihak pada kebenaran akan menjadi kunci untuk menjaga keharmonisan antarwilayah dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. 

Pendekatan dialog dan musyawarah tetap menjadi jalan terbaik untuk mencapai solusi yang dapat diterima semua pihak.

Kini bola panas ada di tangan Jakarta, memadamkan sendiri masalah ini dengan menyerahkan kembali empat pulau itu kepada Aceh.

Atau bola panas bertambah besar hingga membakar semua kepercayaan rakyat Aceh terhadap Jakarta yang telah terbina selama ini.

Ingat! dalam tubuh generasi rakyat Aceh mengalir darah pejuang yang sudah terbukti saat Aceh menjadi salah satu kerajaan yang disegani di dunia di masa silam.

Hanya soal waktu darah perlawanan itu mendidih kembali. Elit Jakarta harus ingat sejarah Aceh. Jangan memgambil keputusan yang keliru soal Aceh. Termasuk jangan usik sejengkal pun tanah Aceh.(*)

*) PENULIS adalah Perantau Aceh di Malaysia

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved