Kupi Beungoh

Prabowo-Mualem: Mengubah “Rahmat” Menjadi “Nikmat” – Bagian I

Kalau kedekatan Mualem dan Presiden Prabowo saat ini bisa disebut sebagai rahmat, maka tugas mereka berdua mengubahnya menjadi nikmat. 

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Ada berberapa “catatan emas” tentang Aceh yang tak diketahui publik sampai hari ini tentang keputusan Presiden Suharto yang sangat monumental. 

Keputusan-keputusan itu lebih merupakan hasil diskusi mereka berdua, tanpa melibatkan pembantu presiden, yang tidak pernah menjadi narasi publik. 

Sementara Ibrahim Hasan disenangi Suharto bukan hanya karena kecerdasannya, tetapi juga kepatuhannya dan kesopanannya dalam menjaga “kepatutan” birokratis maupun pribadi. 

Di tangannya, Suharto memberikan anggaran pembangunan “cok u be ek kame” -ambil seberapa kamu mau- kepada gubernur Ibrahim Hasan. 

Akibatnya Aceh menjadi provinsi penerima dana pembangunan terbesar di luar Jawa selama hampir lima tahun.

Bahkan, sampai hari inipun, kemanapun kita pergi di Aceh, nyaris tak ada tempat yang tidak tersentuh dengan pembangunan Ibrahim Hasan. 

Dalam beberapa hal bahkan dengan dampak bekelanjutan akibat dari gelontoran anggaran pada masa itu. 

Hubungan kedua gubernur itu dengan Pak Harto  begitu erat dan harmonis, hingga Aceh mampu melaju pesat dalam berbagai proyek pembangunan selama periode tersebut.

BACA JUGA: Napoleon, Kohler, Muzakir Walad, dan Warisan Gampong Pande (II)

Baca juga: Tak Terawat, Begini Kondisi Masjid Peninggalan Eks Gubernur Aceh Prof Ibrahim Hasan, Dibangun 2005

Bukan Hanya Kosmetik

Mungkin perlu serial tersendiri untuk menggali lebih dalam bagaimana kedekatan personal ketiga gubernur tersebut melahirkan perubahan konkret di Aceh. 

Tetapi, garis besarnya jelas, kedekatan politik mereka bukan hanya kosmetik. 

Ketika hubungan itu dikelola sebagai rahmat, kedekatan itu menjadi instrumen untuk melahirkan nikmat dalam bentuk perubahan nyata untuk rakyat Aceh.

Inilah juga peluang besar yang kini diemban Mualem

Sebagai mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan tokoh politik berpengaruh, ia tahu bahwa Aceh bukan sekadar angka dan tabel birokrasi di Jakarta. 

Ia memahami tanah ini punya sejarah luka dan harapan, dan bahwa politik haruslah bergulir di atas kepekaan budaya dan aspirasi lokal. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved