Kupi Beungoh

Prabowo-Mualem: Mengubah “Rahmat” Menjadi “Nikmat” – Bagian I

Kalau kedekatan Mualem dan Presiden Prabowo saat ini bisa disebut sebagai rahmat, maka tugas mereka berdua mengubahnya menjadi nikmat. 

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Persoalan-persoalan mendesak—dari ketidakpastian dana otonomi khusus hingga minimnya industrialisasi sektor energi dan logistik—harus dijawab dengan kebijakan yang tidak biasa.

Inilah saatnya Mualem meyakinkan Prabowo bahwa Aceh tidak hanya membutuhkan kepastian kelanjutan dana Otonomi khusus pasca-2027, tetapi juga memerlukan afirmasi baru ke dalam revisi UU no 11-2007 terhadap beberapa hal. 

Bagi hasil migas off shore antara pemerintah pusat dan Aceh 70 persen -30 %, yang selama ini masih dalam bentuk PP 23-2015, sudah saatnya menjadi bagian dari legislasi Otsus Aceh. 

Selanjutnya, juga perlu dipastikan penegasan pengaturan pengelolaan pertambangan nonmigas dalam qanun, berikut dengan penyesuaian beberapa pasal dengan putusan Mahkamah Konstitusi, dan legalisasi praktek yang tidak sesuai dengan UUPA.

Untuk menopang mandat itu, dibutuhkan bukan hanya kelanjutan dana otsus dalam kerangka formal, tetapi juga skema dana percepatan pembangunan yang terpisah dan lebih fleksibel--yang secara fungsional dapat menjadi “otsus plus ” versi baru. 

Skema ini harus diarahkan pada pembangunan infrastruktur konektivitas, pelayanan dasar di daerah tertinggal, dan penciptaan lapangan kerja, sehingga Aceh dapat bergerak dari ketergantungan menuju kemandirian, dari narasi penerima menjadi pelaku aktif pembangunan nasional.

Selanjutnya, salah satu peluang strategis yang ada di depan mata adalah akan beroperasinya Mubadala Energy, perusahaan energi milik Uni Emirat Arab, di kawasan Blok Andaman. 

Cadangan gas laut dalam di perairan ujung barat utara Aceh ini diperkirakan menjadi salah satu temuan terbesar di Asia Tenggara dalam satu dekade terakhir. 

Produksi dari blok ini tidak hanya menjanjikan penerimaan negara, tetapi juga membuka potensi rantai industri turunan—dari LNG, petrokimia, hingga logistik maritim. 

Tapi tanpa kerangka kebijakan industri yang terintegrasi dan wilayah yang siap secara infrastruktur, potensi ini akan kembali menjadi “kutukan sumber daya” seperti yang pernah terjadi pada era Arun.

Inilah yang harus dijembatani oleh Mualem kepada Prabowo. 

Investasi besar ini tidak boleh berhenti di sumur gas, tetapi harus bergerak hingga ke hilir. 

Kawasan industri Aceh Utara atau kawasan lain di Bireun, Pidie, atau Aceh Besar harus disiapkan dengan kepastian lahan, pelabuhan, dan insentif. 

Peluang ini harus dikunci  dari sekarang--dengan kepemimpinan yang berpikir jangka panjang dan berani mengambil keputusan besar.

Mualem bisa menjembatani itu semua--tentu saja dengan gaya yang tidak konfrontatif, tapi tegas dan penuh martabat. 

Ia tidak datang sebagai peminta, tapi sebagai mitra sejarah. 

Dan Prabowo, yang telah menunjukkan sikap hormat kepada sejarah Aceh, memiliki kesempatan besar untuk menulis ulang relasi pusat dan daerah. 

Bila semua itu bisa terpenuhi, maka Aceh akan melihat hasilnya bukan dalam bentuk seremonial di layar televisi, melainkan dalam jalan-jalan baru di pedalaman, sekolah-sekolah dengan guru berkualitas, klinik-klinik kesehatan di kampung terpencil, dan anak-anak muda Aceh yang mendapatkan peluang untuk tumbuh dan berkembang. 

Dan bila itu terjadi, kita bisa berkata bahwa sejarah politik Aceh sekali lagi ditulis bukan hanya di ruang-ruang pertemuan elite, melainkan di setiap perubahan nyata di seluruh pelosok Aceh.

Pada akhirnya, sejarah dan realitas saat ini memberi peluang emas. 

Rahmat kedekatan personal sudah ada di genggaman. 

Jika diikuti kepemimpinan arif dan strategi politik yang matang, maka Aceh benar-benar bisa merasakan nikmatnya pembangunan yang berpihak dan berkelanjutan--bukan sekadar mimpi, melainkan kenyataan baru. 

Disinilah peran Mualem dan Prabowo diuji. 

Apakah Mualem mampu mengubah rahmat menjadi nikmat, mengubah peluang menjadi berkat konkret untuk Aceh dan generasi masa depan. (Bersambung)

 

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca artikel Kupi Beungoh lainnya di SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved