Salam
Mengejutkan, Radikalisme Menyusup ke Tubuh Negara
Fakta bahwa paham radikal bisa menyusup ke dalam tubuh birokrasi negara seharus menjadi peringatan serius bagi semua
Penangkapan dua orang terduga teroris yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Banda Aceh merupakan tamparan keras bagi sistem kepegawaian dan keamanan nasional kita. Fakta bahwa paham radikal bisa menyusup ke dalam tubuh birokrasi negara seharus menjadi peringatan serius bagi semua pihak—bahwa radikalisme tidak lagi menyasar hanya kelompok marginal, melainkan telah masuk ke jantung institusi pemerintahan.
Menurut informasi dari Densus 88 Antiteror, kedua ASN tersebut diduga terafiliasi dengan jaringan teroris tertentu dan telah lama berada dalam pengawasan. Meski asas praduga tak bersalah tetap harus dijunjung tinggi, kasus ini menunjukkan celah yang nyata dalam sistem pengawasan ideologi dan latar belakang pegawai negeri.
Sebagai pelayan publik, ASN memiliki posisi strategis dalam pembangunan dan pelayanan masyarakat. Namun, jika yang bersangkutan justru membawa agenda tersembunyi yang bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi, maka yang terancam bukan hanya kinerja birokrasi, tapi juga stabilitas negara.
Sudah saatnya pemerintah, melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan instansi terkait, memperketat proses rekrutmen dan melakukan deteksi dini terhadap potensi radikalisme di lingkungan ASN. Pembinaan ideologi dan wawasan kebangsaan harus menjadi program berkelanjutan, bukan sekadar formalitas pelatihan saat awal pengangkatan.
Selain itu, keterlibatan masyarakat dan lingkungan sekitar dalam mendeteksi perubahan perilaku atau indikasi radikalisme juga penting. Upaya deradikalisasi tak bisa hanya dibebankan kepada aparat keamanan. Ini adalah tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa.
Kita tentu tidak ingin kasus serupa terulang di masa depan, apalagi jika sampai menimbulkan korban. Negara harus sigap, tegas, namun tetap menjunjung hukum dalam menanggulangi ancaman ini. Radikalisme di tubuh ASN adalah bom waktu yang tak boleh diabaikan.
Sebelumnya diberitakan, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap dua aparatur sipil negara (ASN) di Aceh karena diduga terlibat jaringan terorisme, Selasa (5/8/2025).
"Informasi sementara memang benar, ada dua ASN di Aceh yang ditangkap oleh Densus 88 terkait terorisme, Polda Aceh hanya melakukan pengamanan saat penggeledahan,” kata Kabid Humas Polda Aceh, Joko Krisdiyanto. Kedua ASN yang diamankan tersebut masing-masing berinisial MZ alias KS (40) dan ZA alias SA (47).
Selain melakukan penangkapan, Densus 88 juga melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi yang diduga menjadi tempat aktivitas ataupun penyimpanan barang-barang yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme.
Berdasarkan informasi, MZ merupakan ASN di Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Aceh. Ia ditangkap saat berada di salah satu warung kopi di Banda Aceh.
Sementara itu, ZA diketahui bertugas di Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh. Ia diamankan tim Densus 88 di sebuah showroom mobil di kawasan Batoh, Kota Banda Aceh.
Untuk itu, sekali lagi, kita mengingatkan tentang bahayanya paham radikalisme bukan hanya tanggung jawab pihak keamanan, namun harus menjadi perhatian serius bagi kita semua. Apalagi, jika di tubuh pemerintah sendiri ditemukan adanya paham yang bisa mengancam ideologi negera. Nah?
POJOK
Sidang kasus impor gula tetap lanjut meski Tom Lembong dapat abolisi
Mau lanjut kek, apa kek, rakyat sudah tidak peduli lagi, tahu?
Pemain judi online mayoritas pria usia 30 hingga 50 tahun
Opotallah, harusnya di usia ini mereka sedang mencetak kariernya…
Bunda Salma bantu biaya sewa rumah 7 keluarga
Bunda memang baik, kan?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.