Kupi Beungoh
Mampukah Damai Aceh Menuju Kesejahteraan ?
Dua dekade damai telah lewat. Aceh menerima dana otonomi khusus, kewenangan diperluas, dan hak lebih besar atas hasil migas
Alih-alih mendapatkan dana bagi hasil migas dengan porsi di angka 70 persen, justru tanpa kendali atas industri pengolahan, riset, dan distribusi tidak akan mengubah struktur ekonomi secara fundamental.
Persoalan itu terbukti dengan keberadaan PT Pema, BUMD yang digadang-gadang sebagai simbol kemandirian migas Aceh. Terdengar enak di kepala (cot langet). tetapi sejauh ini dampaknya bagi masyarakat masih minim. Hilirisasi tak kunjung dikuasai, sementara masalah klasik terus berulang: politik, birokrasi, dan manajemen yang lemah.
Direksi dan komisaris lebih sering ditunjuk karena kedekatan, bukan kapasitas. Jika pola ini dibiarkan, hanya akan menjadi bukti bahwa otonomi khusus gagal mengubah wajah ekonomi Aceh.
Baca juga: Aceh Damai, Perspektif Jurnalistik
Menuju kemandirian dan keberlanjutan
Tak terelakkan lagi, jalan keluar dari jebakan ini menuntut solusi yang memang membutuhkan waktu—bukan seperti jenis janji politik, terkesan bombastis. Rezim Pemerintah Aceh saat ini sepatutnya belajar pada konsep Kerala Model of Development.
Kerala, salah satu negara bagian di India Selatan yang kini jadi bahan diskusi ekonom dunia. Kerala mengajarkan bahwa pembangunan tak harus mengikuti pendekatan klasik: kejar pertumbuhan ekonomi dulu, baru bicara distribusi kemudian.
Mereka justru membalik logika itu. Layanan dasar ditata sejak dini, sambil membuka ruang partisipasi masyarakat lewat koperasi, serikat pekerja, reforma agraria, hingga gerakan perempuan. Hasilnya, ketika ekonomi tumbuh, manfaatnya lebih merata. Tentu, tak semuanya mulus.
Pengangguran masih ada, remitansi dari warganya banyak bekerja di Timur Tengah: UAE, Qatar, Arab Saudi menjadi penopang penting. Tapi capaian sosial Kerala tetap jadi rujukan dunia.
PDB per kapitanya tidak jauh dari rata-rata India. Tapi indikator sosialnya mengejutkan. Harapan hidup mendekati 75 tahun, tingkat melek huruf nyaris sempurna, kesenjangan pun relatif rendah. Semua itu lahir bukan dari pabrik besar atau ekspor industri, melainkan dari pilihan sederhana: berinvestasi pada pembangunan manusia.
Pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan komunitas jadi prioritas sejak awal.
Kenapa Kerala jadi contoh? karena konsep pembangunan Aceh tidak perlu jauh membandingkan dengan negara seperti di Skandinavia atau Eropa barat yang bukan basis agraris. Aceh memiliki modal kultural, nilai religius masyarakat, dan semangat kolektivitas.
Agar Aceh tidak terus terjebak dalam klausul merugikan. memastikan bahwa SDA tidak boleh berhenti sebagai komoditas mentah yang dijual murah keluar daerah. Realisasinya adalah Aceh harus merubah paradigma pembangunan.
Aceh secara proses bertahap keluar dari jebakan ekonomi ekstraktif (sumber daya fosil) beralih ke ekonomi terbarukan dan ramah lingkungan. Tata kelola anggaran yang sudah ada: dana otsus Aceh harus diubah: dari belanja konsumtif ke investasi produktif yang menciptakan rantai nilai baru.
Terlebih agak skeptis membangun industri hilir yang berbasis pada SDA (minyak dan gas, batubara, sawit, dan hasil laut perlu diolah menjadi produk bernilai tinggi sebelum keluar dari Aceh tanpa dikuasai dan dikontrol oleh oligarki luar, karena kapasitas kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) masih sangat kurang, seperti inovasi teknologi.
Salah satunya terpenting mendongkrak SDM, Pemerintah Aceh dapat menjalin kemitraan strategis dengan lembaga riset memanfaatkan universitas dan politeknik di Aceh sebagai pusat riset terapan bagi pembangunan berkelanjutan.
Lagi pula banyak anak muda Aceh yang kuliah di kampus top dunia, ketika selesai studi, bisa arahkan sebagai inovator dan teknisi dalam mempercepat transfer dan pengembangan teknologi, jangan sebaliknya pulang ke Aceh menggantung harapan bekerja sebagai PNS.
Muhammad, Nabi Ramah Anak dan Perempuan |
![]() |
---|
Pajak Sama Mulianya dengan Zakat: Tafsir Baru atau Distorsi Syariat? |
![]() |
---|
Refleksi Kemerdekaan dalam Menikmati Kemerdekaan |
![]() |
---|
RAPBN 2026: Alokasi Ambisius, Harapan Besar, dan Tantangan Implementasi |
![]() |
---|
Revitalisasi Nilai-Nilai Kemerdekaan Dalam 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.