Breaking News

Kupi Beungoh

Pajak Sama Mulianya dengan Zakat: Tafsir Baru atau Distorsi Syariat?

Keduanya memiliki tujuan sosial yang sejalan, namun berdiri pada prinsip yang berbeda: zakat adalah kewajiban ilahi, pajak merupakan kewajiban sipil.

Editor: Zaenal
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr. Muhammad Nasir, Dosen Magister Keuangan Islam Terapan Politeknik Negeri Lhokseumawe, Pembina Yayasan Generasi Cahaya Peradaban, dan Penulis Buku Manajemen ZISWAF 

Pajak, sebaliknya, merupakan kewajiban sipil yang bersifat universal.

Data fiskal 2024 menunjukkan penerimaan pajak Indonesia mencapai Rp1.932,4 triliun dengan rasio terhadap PDB 10,1 persen, sementara zakat yang dihimpun BAZNAS sepanjang 2023 hanya Rp33 triliun. 

Angka ini menegaskan dua hal: pajak menjadi tulang punggung pembangunan, sementara zakat tetap memiliki posisi unik sebagai kewajiban spiritual.

Kegaduhan muncul ketika pajak dipaksakan dengan narasi sakral. 

Di sejumlah daerah, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mencapai ratusan persen, memicu protes besar. 

Fenomena ini mengingatkan hadis Rasulullah SAW: pemungut al-maks, pungutan yang menyalahi keadilan, tidak akan mendapat ridha Tuhan. 

Imam al-Mawardi menegaskan pungutan sah bila adil, proporsional, dan temporer, sedangkan Ibnu Khaldun menekankan pajak berat akan melemahkan produktivitas dan merugikan negara.

Baca juga: BAZNAS Pariaman Studi ke Aceh, Tertarik Sistem Zakat Masuk PAD

Sinergi Zakat dan Pajak: Strategi Fiskal dan Sosial

Zakat dan pajak memiliki tujuan sosial yang sama, keadilan dan kesejahteraan, meski berasal dari ranah berbeda: zakat dari wahyu, pajak dari hukum positif. 

Jalan bijak bukan menyamakan, melainkan membangun sinergi strategis.

Indonesia sudah memiliki dasar hukum, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 dan UU Nomor 7 Tahun 2021, yang memungkinkan zakat mengurangi penghasilan kena pajak jika dibayarkan melalui lembaga resmi. 

Namun, implementasinya terbatas. 

Regulasi yang lebih spesifik dan aplikatif, misalnya zakat mengurangi jumlah pajak terutang secara langsung, akan mendorong kepatuhan berzakat sekaligus memperluas manfaat sosialnya.

Sinergi ini membawa multiplier effect: meningkatkan kepatuhan, memperluas penyaluran zakat produktif, mengurangi kemiskinan, dan membuka lapangan kerja.

Pajak tetap menopang pembangunan, sementara zakat menjadi katalis sosial yang nyata. 

Aceh merupakan laboratorium ideal untuk pilot project ini, dengan dukungan masyarakat religius, regulasi lokal yang matang, dan pengalaman pengelolaan zakat yang sistematis.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved