Liputan Eksklusif Aceh
Terkait Penggunaannya di Langsa Menurun, Diakui Belum Ada Guru Khusus Bahasa Aceh di Sekolah
Kondisi ini tentunya harus menjadi perhatian serius pihak terkait Pemerintah Provinsi Aceh maupun Pemko/Pemkab di daerah Serambi Mekkah ini.
Penulis: Zubir | Editor: Mursal Ismail
Kondisi ini tentunya harus menjadi perhatian serius pihak terkait Pemerintah Provinsi Aceh maupun Pemko/Pemkab di daerah Serambi Mekkah ini.
SERAMBINEWS.COM, LANGSA - Semua sekolah yang ada di Kota Langsa maupun Provinsi Aceh, ternyata memang belum ada guru khusus Bahasa Aceh.
Kondisi ini tentunya harus menjadi perhatian serius pihak terkait Pemerintah Provinsi Aceh maupun Pemko/Pemkab di daerah Serambi Mekkah ini.
Karena selama ini, walupun telah adanya muatan lokal untuk pelajara bahasa Aceh di semua SD dan SMP hingga SMA.
Tetapi guru yang mengajarkannya bukan guru khusus bersertifikasi Ilmu Bahasa Aceh, tapi adalah guru bahasa Indonesia.
Guru Bahasa Indonesia yang bertugas di SMPN 4 Langsa, Eva Awli, SP.d, mengatakan, selama berapa tahun terakhir ini bahasa Aceh telah masuk dalam pelajaran muatan lokal (mulok) di SMP dan SD.
Pelajaran Bahasa Aceh yang berlaku bagi seluruh siswa dari kelas VII - XI tingkat SMP per minggunya hanya 2 jam dari total 38 jam belajar mengajar di sekolah setiap satu pekannya (Senin-Sabtu).
Baca juga: Mahasiswa USK Gelar Lomba Mewarnai Hingga Terjemahkan Cerpen ke Bahasa Aceh
"Mulok Bahas Aceh ini telah dimulai sejak berlakunya Kurikulum Merdeka yang diberlakukan Kemendikbudristek dimasa Menteri Nadiem Makarim," jelasnya.
Dikatakannya, untuk berinteraksi atau berbicara mengajarkan bahasa Aceh di SMP dia mengajar anak-anak emang hampir semuanya mamahaminya.
Terutama anak-anak dari Gampong Seuriget, Lhok Banie, Simpang Lhee, dan lainnya yang bersekolah di SMPN 4 Langsa ini adalah mayoritas suku Aceh.
Namun untuk menulis dan membacanya di buku sulit, sebab tulisan Bahasa Aceh tidak sama atau semudah tulisan Bahasa Indonesia.
Apalagi tulisan Bahasa Aceh banyak menggunakan titik-titik, baik 1 titik atau 2 titik sama seperti tulisan Bahaa Perancis, tentunya berbeda jauh dengan tulisan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
"Saat mulok Bahasa Aceh, respon anak-anak cukup bagus, bahkan meraka suka karena unik untuk ditulis dan untuk dibaca, saya rasa anak-anak semangat mengikutinya," sebut guru ini.
Baca juga: Dapat Skor 3 dari UNESCO dan Terancam Punah, Masyarakat Diajak Lestarikan Bahasa Aceh Sejak Dini
Menurut Guru Eva, selama ini memang untuk kegiatan bahasa daerah umumnya memang tidak ada, namun kegiatan-kegiatan mendukung budaya lokal sering dilakukan.
Seperti anak-anak diajak mengenal kuliner khas Aceh yaitu membuat kuah plik, kue timphan, hingga tarian-tarian bernuasa adat Aceh.
"Menurut saya, pelajaran Bahasa Aceh ini cukup bagus dijadikan mata pelajaran umum sebagai bagian melestarikan bahasa daerah kita, ini adalah indetitas yang harus dipertahankan," pungkasnya.
Penggunaan Bahasa Aceh di Kota Langsa Menurun Hingga Jarang Terdengar
Sebelumnya Serambinews.com memberitakan bahasa Aceh merupakan identitas budaya dan alat komunikasi utama bagi sebagian besar masyarakat Aceh.
Namun, berdasarkan hasil penelitian di Kota Langsa yang memiliki masyarakat multikultural dan cenderung lebih urban, penggunaan Bahasa Aceh sebagai bahasa ibu mengalami penurunan signifikan.
Baca juga: 53 Guru SD & SMP di Bireuen Ikuti Bimtek Revitalisasi Bahasa Aceh, Agar Bahasa Daerah Ini Tak Hilang
Hal ini dipengaruhi oleh modernisasi, globalisasi, serta pergeseran preferensi bahasa ke Bahasa Indonesia bahkan bahasa asing di kalangan generasi muda.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kehilangan identitas kultural, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terkait pelestarian warisan budaya lokal.
Berdasarkan data Statistik pada tahun 2024 jumlah penduduk Kota Langsa 182 ribu jiwa lebih dengan berbagai suku yang ada yaitu suku Aceh, Jawa, Batak, Tamiang atau Melayu, Padang, dan suku-suku lainnya.
Selama ini penggunaan bahasa Aceh memang mulai jarang terdengar di tempat umum, salah satunya disebabkan di Kota Langsa masyarakatnya berasal dari berbagai latar suku.
Bahasa Aceh Mulai Jarang Terdengar
Salah seorang warga Kota Langsa, Khairun Nufus, SP, kepada Serambinews.com, mengaku, dirinya masih menggunakan bahasa Aceh.
Tetapi umumnya saat berada di rumah saat berinteraksi dengan orang tua dan saudara.
Namun, saat berada di tempat umum seperti cafe/warkop, pasar, dan lainnya mungkin lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia, karena lawan bicara juga tidak berbahasa Aceh.
Ia mencotohkan, saat masih beranjak SD hingga SMA dengan kondisi saat ini memang jauh berubah, dulu mungkin sesama anak Aceh masih berinteraksi dengan Bahasa Aceh.
Tetapi saat ini, penggunaan bahasa Aceh walaupun sesama anak dari suku Aceh sudah jarang terdengar.
Mungkin itu didasarkan kebiasaan di lingkungan sekitar dan di rumah yang tidak lagi menggunakan bahaa Aceh.
Penyebab utama hilangnya penggunaan Bahasa Aceh ini, selain dari rumah antara orang tua dan anak tidak menggunakan bahasa Aceh, teknologi seperti gedge termasuk televisi yang menggunakan bahasa Indonesia, sehingga anak-anak sekarang terbiasa berbahasa Indonesia.
Kemudian menggunakan Bahasa Aceh pada sebagian anak Aceh sendiri juga menganggapnya kolot atau gengsi, sehingga Bahasa Aceh bagi mereka menjadi tabu dan semakin memudar.
Kondisi yang terus terjadi ini, Nufus khawatirkan akan berdampak hilangnya indetitas ke-Acehan pada anak Aceh sendiri yang ada di wilayah ini.
Perlu adanya duduk bersama Pemerintah terkait atau lembaga-lembaga terkait lainnyaseperti MAA untuk membahas kondisi ini sebagai upaya pelestarian bahasa daerah tersebut.
Bahkan di tingkat Provinsi Aceh, Lembaga Wali Nanggroe harus melihat dan berperan untuk mencari solusi, dalam rangka menjaga bahasa daerah di Aceh ini. (*)
Penggunaan Bahasa Aceh di Kota Langsa Menurun Hingga Jarang Terdengar |
![]() |
---|
Sepanjang Tahun 2025, Sebanyak 5.874 Sertifikat KM Nol Terjual, Sabang Raup Rp117,48 Juta PAD |
![]() |
---|
Menyelami Sejarah Tugu Nol Kilometer Sabang, Simbol Persatuan dari Ujung Barat Nusantara |
![]() |
---|
Tarik Ulur Pengelolaan Tugu Nol Kilometer, Antara Pemko Sabang dan BKSDA |
![]() |
---|
Monumen Kilometer Nol Sabang, Simbol Nusantara yang Jadi Magnet Wisata Dunia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.