Opini
Membangun Pasar Kerja Publik Aceh yang Berdaulat Menuju Tata Kelola Kolaboratif
Di Aceh, karakteristik ini semakin kuat dengan adanya konflik panjang. Birokrasi menjadi instrumen kontrol sekaligus stabilisasi. Rekrutmen
Seorang tenaga administrasi di pemerintahan kabupaten mungkin menerima kompensasi total (gaji pokok, tunjangan, dan jaminan pensiun) yang lebih baik dibandingkan rekanannya di sektor swasta lokal. Teori Public Choice menjelaskan hal ini melalui kuatnya tekanan politik dan serikat pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan PNS.
Namun, untuk posisi strategis seperti dokter spesialis, insinyur, atau analis data, terjadi "public service pay discount". Pemerintah Aceh kesulitan merekrut dan mempertahankan tenaga-tenaga kunci ini karena tawaran gaji di sektor swasta atau lembaga donor internasional jauh lebih tinggi.
Baca juga: Sinergisitas dalam Mewujudkan Keadilan dan Kemandirian Fiskal
Teori Efficiency Wage menyarankan agar pemerintah membayar lebih untuk posisi-posisi kritis untuk menarik talenta terbaik dan mencegah praktik korupsi, namun hal ini terbentur pada kekakuan aturan kepegawaian nasional dan kemampuan fiskal.
Yang lebih memprihatinkan adalah potensi krisis Public Service Motivation (PSM). Motivasi intrinsik untuk melayani masyarakat, yang menjadi fondasi etos kerja sektor publik, terancam tergerus oleh sistem insentif yang tidak jelas dan struktur karir yang terasa mandek.
Generasi muda Aceh yang terdidik, yang memiliki PSM tinggi, seringkali menjadi frustrasi ketika berhadapan dengan birokrasi yang masih diliputi mentalitas "priyayi" warisan kolonial.
Menuju Masa Depan: Peluang Tata Kelola Kolaboratif di Era Otonomi Khusus
Evolusi pemikiran ekonomi menawarkan jalan ketiga: Model Tata Kelola Kolaboratif. Model ini sangat relevan dengan konteks Aceh yang kaya dengan modal sosial, kearifan lokal, dan lembaga adat. Daripada berfokus pada dikotomi PNS vs. kontrak, pasar kerja publik Aceh masa depan harus mampu menciptakan "karir hibrid".
Apa artinya? Pertama Boundary-Spanners: Pemerintah Aceh perlu aktif merekrut atau melatih PNS yang menjadi "penjembatan batas"—individu dengan keterampilan negosiasi, fasilitasi, dan kolaborasi untuk bekerja sama dengan sektor swasta, universitas, NGO, dan dayah. Program seperti "Tenaga Ahli Kabupaten" adalah langkah awal yang baik, tetapi perlu dilembagakan.
Kedua Insentif Berjejaring: Sistem penghargaan dan promosi tidak hanya dinilai dari senioritas atau KPI sempit, tetapi juga dari kemampuan membangun kemitraan yang menghasilkan solusi inovatif untuk masalah publik, seperti stunting, pengangguran pemuda, atau transformasi ekonomi pasca-tambang.
Ketiga Memanfaatkan Otonomi Khusus: Pemerintah Aceh memiliki kewenangan khusus untuk merancang regulasi kepegawaian yang lebih luwes dan kontekstual. Perlu terobosan kebijakan, misalnya dengan membuat "skema insentif khusus" untuk tenaga medis dan teknis yang bertugas di daerah terpencil, atau sistem rekrutmen yang mengakui dan mengintegrasikan kearifan lokal dan kompetensi keagamaan.
Pasar kerja pelayanan publik di Aceh adalah laboratorium yang hidup dari pertemuan tiga model besar: warisan Birokrasi Klasik yang kaku, godaan New Public Management yang efisien tapi berpotensi timpang, dan peluang Tata Kelola Kolaboratif yang inklusif dan inovatif.
Masa depan sektor publik Aceh tidak terletak pada pemujaan buta pada satu model, tetapi pada kemampuan untuk melakukan sintesis kreatif. Kita perlu mempertahankan kelebihan birokrasi klasik, seperti netralitas dan akuntabilitas hukum, sambil mengadopsi fleksibilitas NPM untuk posisi-posisi tertentu, dan yang terpenting, membangun ekosistem kolaboratif yang memanfaatkan seluruh potensi masyarakat Aceh.
Dengan demikian, pasar kerja publik tidak lagi menjadi beban fiskal atau arena perebutan rente, tetapi menjadi motor utama untuk mewujudkan Aceh yang berdaulat, adil, dan sejahtera.
Untuk dapat memahami pasar kerja yang lebih elok, memerlukan pendekatan multidisipliner yang menggabungkan ekonomi, ilmu politik, dan sosiologi.
Semoga dengan adanya konsep yang jelas dalam penerapan perekrutan tenaga kerja yang lebih cerdas, Aceh akan memperoleh sumberdaya manusia yang kompetensi sehingga akan muncul produktivitas yang lebih baik serta mampu menciptakan harmonisasi kerja secara kolaboratif, amin.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/uniki-080624-b.jpg)