Kupi Beungoh
12 Rabiul Awal: Rasulullah SAW Lahir hingga Kisah Pilu Wafatnya
Jika kita renungkan, 12 Rabiul Awal adalah tanggal yang penuh makna. Pada tanggal itu, Rasulullah SAW lahir ke dunia membawa cahaya kebenaran.
Oleh Tgk Junaidi, S.H., M.Ag
Bulan Rabiul Awal selalu memiliki tempat istimewa dalam hati umat Islam.
Di dalamnya, ada peristiwa-peristiwa besar yang tak tergantikan: lahirnya manusia agung, hijrah yang membawa cahaya, hingga wafatnya teladan sepanjang zaman. Tanggal 12 Rabiul Awal adalah momen yang sering diingat sebagai simpul sejarah tersebut.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Masyhur di kalangan kaum Muslimin bahwa Rasulullah SAW lahir pada 12 Rabiul Awal, dan tanggal ini pula yang diperingati dalam berbagai acara Maulid Nabi di seluruh dunia Islam.
Pendapat ini didasarkan pada riwayat Ibnu Ishaq dalam Sirah Nabawiyyah dan diperkuat oleh Imam Ibn Hisham dalam al-Sirah al-Nabawiyyah (juz 1, hlm. 199). Al-Imam Ibn Katsir juga menegaskan hal serupa dalam al-Bidāyah wa al-Nihāyah (juz 3, hlm. 377).
Meski begitu, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan tanggal persis kelahiran beliau. Beberapa pandangan yang terkenal di antaranya:
8 Rabiul Awal – Diriwayatkan oleh Imam Ibn Hazm dalam Jawāmi‘ al-Sīrah dan dipilih juga oleh Imam Malik.
9 Rabiul Awal – Disebutkan oleh Muhammad bin Ishaq dan dinukil oleh Imam al-Ṭabari dalam Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk (juz 2, hlm. 135).
12 Rabiul Awal – Pendapat masyhur menurut jumhur ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Ibn Hisham, al-Suyuthi dalam al-Raudh al-Unuf, serta dalam al-Khasā’is al-Kubrā.
Kendati terdapat perbedaan mengenai tanggal, para ulama sepakat bahwa Nabi SAW lahir pada hari Senin. Kesepakatan ini bersandar pada hadis riwayat Muslim:
“Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab:
Itulah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkan wahyu kepadaku.” (HR. Muslim, no. 1162).
Dengan demikian, hari kelahiran Rasulullah SAW bukan sekadar tanggal dalam kalender, tetapi juga momentum spiritual yang menandai awal cahaya rahmat Allah SWT bagi seluruh alam.
Baca juga: Pesan Terakhir Sahroni Sebelum Dibunuh, Lima Jenazah Satu Keluarga Dimakamkan di TPU
Pandangan Ulama Kontemporer
As-Sayyid Syaikh Muhammad Sa‘id Ramadhan al-Buthi dalam Fiqh al-Sīrah al-Nabawiyyah (hlm. 35–37) menjelaskan bahwa memang terdapat perbedaan pendapat tentang tanggal lahir Nabi SAW. Namun, yang pasti adalah bahwa beliau lahir pada hari Senin, bulan Rabiul Awal, tahun Gajah (570 M).
Demikian pula Al-Habib Ali al-Jufri dalam banyak ceramahnya sering mengingatkan, bahwa perbedaan pendapat mengenai tanggal lahir tidak mengurangi kemuliaan Rasulullah SAW. Yang terpenting bagi umat Islam adalah memperbanyak rasa syukur atas kelahiran beliau, meneladani akhlaknya, serta memperkuat kecintaan kepadanya.
Tiba di Madinah: 12 Rabiul Awal
Selain menjadi tanggal kelahiran, 12 Rabiul Awal juga tercatat sebagai hari tibanya Rasulullah SAW di Madinah al-Munawwarah. Peristiwa hijrah ini merupakan tonggak penting dalam sejarah Islam.
Hijrah bukan sekadar perpindahan fisik dari Makkah ke Madinah, melainkan transformasi besar dalam sejarah dakwah.
Dari kota inilah Islam berkembang pesat, syariat ditegakkan, dan masyarakat Islam pertama terbentuk.
Khalifah Umar bin Khattab kemudian menjadikan peristiwa hijrah ini sebagai dasar penanggalan kalender Hijriyah, yang terus digunakan hingga hari ini.
Maka, 12 Rabiul Awal bukan hanya mengingatkan kita pada kelahiran Nabi SAW, tetapi juga pada awal fase kemenangan Islam melalui hijrah yang penuh pengorbanan.
Baca juga: Harga iPhone 16 Turun Drastis, Apakah iPhone 16 Series Lain juga Turun Harga?
Wafat Rasulullah SAW: Kesedihan Tak Tergantikan
Namun, tanggal 12 Rabiul Awal juga menjadi hari yang paling menyedihkan. Setelah lebih dari 23 tahun mengemban risalah, Rasulullah SAW wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriyah, dalam usia 63 tahun.
Berita wafatnya beliau membuat para sahabat terguncang. Umar bin Khattab bahkan sempat tidak mempercayainya dan menegaskan bahwa Rasulullah SAW tidak mungkin wafat. Namun, Abu Bakar ash-Shiddiq menenangkan umat dengan kalimat yang sangat terkenal:
“Barangsiapa menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.”
Kalimat itu meneguhkan hati kaum Muslimin dan menjadi pengingat bahwa risalah Islam adalah milik Allah SWT, bukan semata-mata terikat dengan kehidupan manusia. Namun tetap saja, hari itu adalah hari paling pilu dalam sejarah Islam. Umat kehilangan sosok yang paling mulia, cahaya penuntun, dan teladan agung yang tak tergantikan.
Refleksi 12 Rabiul Awal
Jika kita renungkan, 12 Rabiul Awal adalah tanggal yang penuh makna. Pada tanggal itu, Rasulullah SAW lahir ke dunia membawa cahaya kebenaran.
Pada tanggal itu pula beliau tiba di Madinah, membuka babak baru dalam perjalanan dakwah Islam. Dan pada tanggal yang sama, beliau meninggalkan dunia, meninggalkan umat dengan pesan, teladan, dan warisan ajaran yang abadi.
Momentum ini hendaknya tidak hanya kita peringati dalam bentuk seremonial semata, melainkan juga dijadikan sarana untuk memperkuat kecintaan kepada Rasulullah SAW. Kecintaan itu terwujud dengan mengikuti akhlaknya, menegakkan sunnahnya, serta menghidupkan risalah yang telah beliau wariskan.
Sejarah mengajarkan kita bahwa perbedaan riwayat tentang tanggal lahir tidaklah mengurangi makna kelahiran beliau. Yang lebih penting adalah bagaimana kita memaknai kehadirannya sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Demikian pula, peristiwa hijrah dan wafat beliau hendaknya menjadi pengingat bahwa perjuangan Islam memerlukan pengorbanan dan kesabaran, serta bahwa setiap kehidupan pasti memiliki akhir.
Penutup
Tidaklah berlebihan jika 12 Rabiul Awal kita sebut sebagai tanggal penuh kenangan: hari lahirnya Sang Nabi, hari tibanya beliau di Madinah, sekaligus hari wafatnya manusia agung pilihan Allah. Dari sinilah, setiap Muslim diingatkan untuk memperbanyak syukur, memperkokoh iman, dan meneguhkan cinta kepada Rasulullah SAW.
Catatan Referensi:
Ibn Hisham, al-Sīrah al-Nabawiyyah, Juz 1.
Ibn Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, Juz 3.
al-Ṭabari, Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk, Juz 2.
Ibn Hazm, Jawāmi‘ al-Sīrah.
Muslim ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, no. 1162.
Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sīrah al-Nabawiyyah.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.