Pojok Humam Hamid

MSAKA21: Tiga Indra, Aceh Lhee Sagoe, dan “Soft Hegemonic Transition”

Sejarah Aceh, khususnya proses Islamisasinya, justru menawarkan kisah transisi yang halus dan cerdas--sebuah proses yang tidak menghapus masa lalu

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Aceh menunjukkan bagaimana kekuasaan Islam tumbuh bukan dari pemaksaan, tetapi dari kemampuan mengartikulasikan dirinya dengan struktur nilai, adat, dan simbol yang sudah mengakar. 

Dengan demikian, Islam menjadi hegemon bukan karena meruntuhkan kekuasaan lama, tetapi karena berhasil menanamkan maknanya ke dalam fondasi lama itu sendiri.

Dalam konteks ini, konsep “soft hegemonic transition” menjadi alat analisis yang kuat. 

Ia menjelaskan bagaimana kekuasaan baru bisa berkuasa tanpa konfrontasi tajam dengan sistem lama. 

Berbeda dengan hegemonik koersif, yang memaksakan dominasi melalui kekuatan militer atau ideologi yang menyingkirkan yang lama, soft hegemonic transition berlangsung secara kultural, simbolik, dan bertahap. 

Ia menciptakan konsensus, bukan konflik. 

Baca juga: MSAKA21: Indrapuri, Candi yang Menjadi Masjid - Bagian IX

Islam Bukan Ancaman

Islam di Aceh hadir bukan sebagai ancaman, tapi sebagai kelanjutan yang lebih tinggi dan lebih utuh dari struktur lama yang telah ada.

Proses ini juga menjelaskan kenapa masyarakat Aceh mampu menerima Islam secara cepat dan menyeluruh. 

Islam tidak datang dengan wajah asing atau merusak, tapi sebagai bagian dari “penyempurnaan” nilai-nilai lokal. 

Para ulama dan penyebar Islam menggunakan bahasa lokal, menghormati adat, bahkan menggunakan simbol-simbol lama untuk membingkai ajaran baru. 

Di titik ini, Islam menjadi hegemon bukan karena menghancurkan, tapi karena ia mampu menjalin hubungan yang kuat dengan struktur budaya yang sudah tertanam.

Bukti-bukti historis juga menunjukkan bahwa perubahan di Aceh bukan terjadi secara tiba-tiba. 

Tidak ada catatan besar tentang pemberontakan budaya terhadap Islam. 

Yang ada justru proses panjang dakwah, pernikahan politik, dan adaptasi sosial yang menciptakan legitimasi baru secara bertahap. 

Struktur keulamaan Aceh pun dibangun dengan mengadopsi model pendidikan lokal dan luar, yang kemudian dilebur menjadi sistem dayah. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved