KUPI BEUNGOH
Aceh Sudah Saatnya Mandiri Energi Listrik
mengapa Aceh yang kaya potensi energi justru masih tergantung pasokan listrik dari luar daerah?
Oleh Muzadi SPdI*)
Aceh adalah daerah yang Allah karuniai kekayaan sumber daya alam luar biasa.
Dari pantai, gunung, hingga hutan tropis, Aceh menyimpan potensi energi yang seharusnya mampu menyejahterakan rakyatnya.
Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan hal berbeda. Sampai hari ini, masyarakat Aceh masih sering merasakan pemadaman listrik bergilir.
Bahkan di sejumlah daerah pedalaman, listrik belum sepenuhnya menjangkau rumah-rumah penduduk.
Pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama adalah: mengapa Aceh yang kaya potensi energi justru masih tergantung pasokan listrik dari luar daerah?
Jawabannya tidak sederhana, tetapi jelas bahwa selama ini Aceh belum menempatkan kemandirian energi sebagai prioritas pembangunan.
Baca juga: Begini Penjelasan PLN Aceh Terkait Pemberian Kompensasi Dampak Pemadaman Listrik
Data PLN menyebutkan, kebutuhan listrik di Aceh terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk, industri, dan layanan publik.
Namun kapasitas pasokan yang tersedia tidak selalu sebanding dengan kebutuhan.
Saat terjadi gangguan jaringan di luar Aceh, masyarakat kita pun terkena imbas berupa pemadaman.
Kondisi ini tentu ironis. Aceh seharusnya mampu berdiri di atas kaki sendiri dalam hal energi.
Dengan dana otonomi khusus (Otsus) yang besar, pembangunan sektor energi bisa dirancang lebih serius, bukan sekadar proyek tambal sulam yang tidak berkesinambungan.
Potensi energi Aceh melimpah:
1. Energi Air (Hidro)
Sungai-sungai besar seperti Krueng Aceh, Krueng Peusangan, hingga sungai-sungai di Gayo Lues dan Aceh Tenggara memiliki potensi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) skala mikro, mini, hingga besar.
Jika dikelola optimal, ini dapat menjadi tulang punggung listrik desa.
2. Energi Panas Bumi (Geothermal)
Kawasan Seulawah di Aceh Besar dan Burni Telong di Aceh Tengah dikenal memiliki cadangan panas bumi besar.
Potensi ini ramah lingkungan dan mampu menghasilkan listrik dalam jumlah besar, stabil, dan berkelanjutan.
3. Energi Surya (Solar)
Aceh berada di garis khatulistiwa dengan intensitas cahaya matahari tinggi sepanjang tahun.
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sangat memungkinkan, baik untuk skala desa terpencil maupun kawasan industri.
4. Energi Angin dan Biomassa
Kawasan pesisir barat selatan Aceh memiliki potensi tenaga angin.
Sementara limbah pertanian dan perkebunan (seperti sawit, padi, dan kopi) dapat diolah menjadi energi biomassa.
Jika semua potensi ini dikombinasikan, Aceh tidak hanya cukup memenuhi kebutuhan listrik sendiri, tetapi juga berpeluang menjadi pemasok energi bagi Sumatra dan bahkan ekspor ke negara tetangga.
Baca juga: Lebih 12 Jam Listrik Padam, Ketua DPR Aceh Minta PLN Tanggungjawab
Kemandirian energi listrik akan membawa dampak positif berlapis. Pertama, dampak sosial.
Masyarakat tidak lagi resah karena pemadaman listrik. Anak-anak di desa dapat belajar dengan penerangan memadai.
Layanan kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit lebih terjamin.
Kedua, dampak ekonomi. Energi yang stabil adalah syarat utama investasi. Investor tentu lebih tertarik menanamkan modal di daerah yang pasokan listriknya aman.
Selain itu, listrik desa akan menggerakkan ekonomi kecil menengah, mulai dari penggilingan padi, bengkel, hingga usaha rumah tangga berbasis teknologi.
Ketiga, dampak lingkungan. Energi terbarukan akan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.
Dengan demikian, Aceh ikut berkontribusi pada agenda global mengurangi emisi karbon.
Kemandirian energi listrik bukan sekadar wacana, melainkan sebuah keniscayaan.
Untuk itu diperlukan langkah konkret:
1. Peta Jalan Energi Aceh
Pemerintah Aceh harus menyusun road map energi berjangka 20-30 tahun. Peta jalan ini mencakup target bauran energi, wilayah prioritas, hingga skema investasi.
2. Pemanfaatan Dana Otsus dan APBA
Dana Otsus harus diarahkan tidak hanya untuk infrastruktur jangka pendek, melainkan investasi strategis di sektor energi. Ini akan menjadi warisan jangka panjang bagi generasi Aceh mendatang.
Baca juga: Akibat Pemadaman Listrik, 18 Ribu Ekor Ayam Milik Peternak Abdya Mati Massal
3. Kemitraan dengan Swasta dan Perguruan Tinggi
Swasta dapat menjadi investor, sementara perguruan tinggi berperan dalam riset dan inovasi. Model kerja sama ini akan mempercepat realisasi proyek energi terbarukan.
4. Pemberdayaan Desa Energi Mandiri
Desa-desa dapat dikelola untuk mandiri energi melalui PLTS, PLTA mikro, atau biomassa. Pemerintah hanya perlu memberi modal awal dan pendampingan.
5. Regulasi dan Kemauan Politik
Tanpa regulasi yang tegas, investor akan ragu. Karena itu, Pemerintah Aceh perlu memastikan aturan yang mendukung percepatan pembangunan energi terbarukan.
Aceh tidak boleh terus bergantung pada pasokan listrik dari luar. Potensi yang kita miliki adalah modal besar untuk kemandirian.
Baca juga: Listrik Aceh Pulih 100 Persen, PLN: Pemulihan Tuntas pada Pukul 00.07 WIB
Jika ingin maju dan berdaulat, sektor energi harus ditempatkan sebagai prioritas pembangunan.
Mandiri energi bukan hanya tentang listrik menyala tanpa henti. Lebih dari itu, ia adalah fondasi kedaulatan Aceh dalam menatap masa depan.
Kini tinggal menunggu, apakah kita berani mengambil langkah nyata, atau terus bertahan dalam ketergantungan yang melemahkan.
*) PENULIS adalah Kepala SMK Muhammadiyah Banda Aceh | Sekretaris Majelis Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah Aceh | Wakil Ketua Bidang Pertahanan Pemuda Muhammadiyah Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca artikel Kupi Beungoh lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.