Pojok Humam Hamid

Meritokrasi dan Middle Income Trap: Anies, Weber, dan Kaisar Wu

Integritas menurut Anies adalah kesetiaan pada kebenaran, konsistensi dengan nilai moral yang menjunjung tinggi kepentingan umum

Editor: Muhammad Hadi
For Serambinews
Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Dengan demikian, meritokrasi bukan hanya sekadar prinsip keadilan, tetapi strategi penting untuk mempercepat transformasi ekonomi dan keluar dari jebakan middle income trap.

Untuk memahami mengapa meritokrasi begitu penting, kita dapat menengok pemikiran Max Weber, sosiolog Jerman yang dianggap sebagai bapak teori birokrasi modern. 

Weber mengemukakan bahwa birokrasi ideal adalah birokrasi yang rasional dan profesional, dengan seleksi pejabat berdasarkan prestasi dan kapasitas teknis. 

Dalam birokrasi Weberian, terdapat hierarki yang jelas, aturan yang baku, serta prosedur yang obyektif dan transparan. 

Hal ini bertujuan untuk menghilangkan praktik nepotisme, favoritisme, dan kesewanganan  dalam pengambilan keputusan.

Baca juga: Racikan Xi Jinping Untuk Cina Abad 21: Komunis, Konfucius, dan Sun Tzu

Weber percaya bahwa birokrasi yang berfungsi dengan prinsip meritokrasi adalah bentuk administrasi yang paling efektif dan adil untuk mengelola negara modern. 

Tanpa meritokrasi, birokrasi akan kehilangan legitimasi dan keandalannya, dan negara akan sulit memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

Namun, ide meritokrasi sebenarnya bukan monopoli pemikiran modern. 

Sejarah panjang di Tiongkok kuno telah membuktikan bahwa meritokrasi telah menjadi pondasi penting bagi pemerintahan yang efektif sejak ribuan tahun lalu. 

Kaisar Wu dari Dinasti Han (141-87 SM) merupakan tokoh penting yang memperkenalkan sistem ujian sipil berbasis nilai-nilai Konfusianisme sebagai cara memilih pejabat publik. 

Sistem ujian ini mengutamakan pengujian kemampuan intelektual dan moral calon pejabat, sehingga jabatan pemerintahan tidak diwariskan atau diberikan berdasarkan keturunan atau kedekatan politik.

Sistem ujian sipil yang dikembangkan Kaisar Wu menjadi cikal bakal meritokrasi birokrasi yang kemudian dikembangkan oleh berbagai dinasti berikutnya, seperti Dinasti Tang dan Song. 

Praktik ini memungkinkan Tiongkok membangun birokrasi yang sangat profesional dan mampu mengelola kekaisaran yang luas secara efektif selama berabad-abad. 

Sistem meritokrasi inilah yang menjadi model awal dari birokrasi modern dan memberi inspirasi bagi negara-negara lain dalam mengatur pemerintahan mereka.

Pengalaman negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Tiongkok sangat relevan untuk Indonesia saat ini. 

Baca juga: Tambang Rakyat di Aceh: Potensi, Prospek, dan Tantangan

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved