Kupi Beungoh
Meretas Makna di Balik Gelar Pendidikan Tinggi dalam Dinamika Profesi dan Pergulatan Makna Hidup
Lebih dari itu ia adalah perjalanan panjang yang menuntun manusia menelusuri kedalaman batin dan menemukan keheningan jiwa yang sejati.
Perjalanan ini mengajarkan bahwa keheningan batin bukan tujuan yang jauh atau abstrak, melainkan sesuatu yang bisa dirasakan saat ini, sebagai bagian dari pembelajaran dan pemahaman hidup.
Maka, setiap langkah dalam proses pendidikan adalah kesempatan untuk membuka hati lebih luas, belajar memaafkan, dan merangkul ketidaksempurnaan, baik dalam diri maupun dalam dunia yang tidak sempurna ini.
Inilah keindahan sejati dari menuntut ilmu, kebijaksanaan yang datang bersama dengan ketenangan jiwa yang tulus.
Lebih tepat saya katakan bahwa, “belajar bukan sekedar mengumpulkan informasi secara terpisah, tetapi adalah proses dinamis yang membangun jaring kompleks koneksi antar ide, yang terus tumbuh seiring bertambahnya pengalaman dan pengetahuan.”
Ini menegaskan bahwa pendidikan adalah perjalanan panjang tanpa akhir, di mana seseorang selalu berada dalam proses mengenal dan menghubungkan dirinya dengan dunia secara lebih dalam dan bermakna.
Perjalanan pendidikan atau perjalanan belajar ternyata adalah perjalanan yang tidak ada habisnya, karena sepanjang prosesnya, diri akan semakin mengetahui relasi atau menemukan keterkaitan antara satu konsep dengan yang lain.
Fenomena ini dapat dianalogikan seperti ujung-ujung saraf di otak yang menurut ilmu neurologi mengalirkan impuls listrik, aliran listrik tersebut bisa terlihat seperti terputus-putus dan terkadang kacau, berusaha keras untuk mencapai sambungan yang tepat.
Upaya saraf-saraf ini mencerminkan bagaimana proses belajar berlangsung dalam kehidupan, terus-menerus mencari hubungan, menghubungkan berbagai pengetahuan, hingga akhirnya menghasilkan pemahaman yang utuh dan bermakna.
Setelah perjalanan pendidikan, perjalanan selanjutnya adalah kembali ke dunia kerja.
Sesorang berpendidikan tinggi, proses adaptasi dan penyesuaian diri di lingkungan kerja bukan hal yang mudah dan tidak selalu lancar.
Tantangan terbesar bukan hanya berasal dari tuntutan pekerjaan, tetapi juga dari dinamika sosial dan budaya tempat kerja, yang kadang sulit menerima kehadiran seseorang yang secara akademik menonjol atau berbeda dari mayoritas.
Seringkali, contohnya, individu doktoral harus menghadapi ketidakpastian tugas dan posisi. Case ini untuk doktoral yang mendapat tugas sporadis dan level grade rendah.
Dalam hal ini juga dapat ditegaskan bahwa ketidakseimbangan kekuasaan dan kurangnya transparansi dalam struktur di tempat kerja sering menimbulkan ketidakadilan dan konflik internal.
Namun saya optimis bahwa keteguhan dalam menjalani proses dan kemampuan beradaptasi silang disiplin menjadi keunggulan tersendiri yang dapat membawa individu tersebut pada posisi yang lebih baik dalam jangka panjang.
Melihat dalam hal ini pentingnya kesadaran kritis terhadap posisi, dan dinamika sosial, agar individu dapat bertahan sekaligus berkontribusi positif di lingkungan kerja yang kompleks sekalipun.
| Perubahan Wajah Epidemi HIV di Aceh, dari Isu Medis ke Krisis Sosial Remaja |
|
|---|
| Perlindungan Anak vs Pendidikan Moral: Saat Regulasi Menyimpang dari Amanat Konstitusi |
|
|---|
| Saat Buku Fisik Mulai Tersisih oleh Layar |
|
|---|
| Ketika Perpustakaan Kehilangan Suaranya di Tengah Bisingnya Dunia Digital |
|
|---|
| Dibalik Kerudung Hijaunya Hutan Aceh: Krisis Deforestasi Dan Seruan Aksi Bersama |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.